Dika memutuskan untuk tidak bersekolah hari ini, begitu halnya dengan Anita. Dika meminta izin kepada sekretaris kelasnya untuk menuliskan absen sakit dan berkata bahwa suratnya akan menyusul. Sementara Anita memilih untuk memberitahu Fina bahwa ia ada acara keluarga, yang tidak bisa ditinggal. Sehingga Fina akhirnya memberitahu wali kelasnya tentang alasan ketidakhadiran Anita saat ini.
Anita melirik Dika yang kini tengah senyum-senyum sambil mengetikkan sesuatu di layar ponselnya.
"Makan, dulu, sih, Dik."
Dika menoleh ketika mendengar omongan Anita, lalu mematikan ponselnya, kemudian kembali mengambil roti yang baru saja ia letakkan di piring tadi.
"Siapa, tuh?" tanya Anita sembari mengunyah roti dengan selai cokelatnya.
"Calon, kali?" jawab Dika sambil mengulum senyum.
"Calon pacar?" Anita mendengus geli.
"Calon isteri, hehe," Dika nyengir.
Anita melotot kemudian melemparkan sisa remah roti ke wajah Dika. "Apa? Coba ulang."
"Lo setuju nggak?" ujarnya, menunjukkan sebuah foto perempuan yang ada di layar ponselnya. "Namanya Mirell," Dika memberitahu, ia senyum-senyum sendiri, menyebut nama perempuan itu saja sudah membuat ia senang.
"Cantik," begitu komentar Anita pertama kali melihat fotonya. "Sekelas lo? Atau satu sekolah sama lo?"
Dika menggeleng. "Udah kuliah."
"Hah?" Anita kembali melotot.
"Kenapa?" tanya Dika seakan tidak masalah dengan hal itu. "Nggak jauh, dia baru juga semester tiga."
"Dan lo baru kelas dua SMA, Dika."
Dika mengambil roti tawarnya yang kedua, kemudian mengolesinya dengan selai serikaya, kesukaannya. "Lah? Beda gue cuma tiga tahun, Ta. Kecuali bedanya tiga puluh tahun, baru lo kaget."
"Ish," Anita memilih untuk tidak berdebat lagi.
"Kalau lo, gimana?" tanyanya iseng-iseng. Dika berpindah tempat ke sebelah Anita.
"Gimana apanya?"
Ponselnya bergetar, menandakan pesan masuk ke ponsel Anita. Mendengar itu, Dika dan Anita otomatis menoleh ke benda persegi panjang yang ada di tengah-tengah mereka.
"Uw, jadi Malvin," ujarnya setelah membaca pesan masuk ke ponsel Anita. "Lo nggak masuk, Ta?" katanya membacakan pesan yang tertera di sana.
"Dih, apaan, sih," Anita mendorong Dika, ia jadi salah tingkah sendiri.
"Tuh, bukan dibales."
"Nggak, ah," Anita memindahkan ponselnya sehingga agak jauh dari jangkauan Dika. "Ih, ribet lo!"
"Dih?" Dika tersenyum geli menatap adiknya yang hanya satu tahun berada di bawahnya.
Anita membelakangi Dika kemudian mengetikkan balasan dengan cepat untuk Malvin.
Me: Enggak, Vin.
Me: Kok lo tau, sih? Gue nggak masuk.
"Ih?" Dika mengintip di balik punggung Anita. "Pake SMS, lucu banget, sih."
"Dika!" Anita mematikan ponselnya. "Suka-suka gue, pulsa gue, kan, banyak."
Dika terkekeh pelan, melihat Anita menjadi lebih sensitif ketika membahas soal Malvin. Ia jadi teringat salah satu teman Gabriel yang beberapa kali berkunjung ke rumahnya.
"So...." Dika menarik bangku Anita supaya lebih dekat dengan dirinya. "Tell me about him."
"As far as you know, his name is Malvin," Anita mengendikkan kedua bahunya, tanpa ada niatan untuk menjelaskan lebih lanjut tentang Malvin pada Dika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beating Heart
Teen FictionAnita mengagumi Malvin sejak pertama kali mereka bertemu, Malvin adalah lelaki yang beda umurnya hanya dua tahun darinya, yang juga merupakan kakak kelasnya. Sementara Malvin, menanggap pertemuan antara dirinya dan Anita bukan apa-apa. Namun yang t...