Suara gonggongan yang tiba-tiba membuat Robinson menghentikan lamunanannya. Salk, anjing Raphael kini muncul di ambang pintu. Robinson berdiri dan mengusirnya. Ia melambaikan tangannya kuat-kuat, "Hush, hush!"
Tapi Salk menggoyangkan ekornya menganggap itu sebuah permainan. Jadi ia berlari dan mendekati Robinson. Robinson memutar bola matanya kesal. "Sudah kubilang pergi."
Salk mengonggong. Ia melihat Livia penasaran. Kedua tangannya ia taruh di sisi kasur, lehernya di tekuk ke samping. Ia mengeluarkan suara tertahan. Robinson tersenyum pahit,
"Iya kan? Kau saja tak bisa membedakannya. Dia.. terlalu mirip dengan Penelope, apalagi seperti sekarang. Hanya saat ia tersenyum dan menatapmu tulus, itu bukan Penelope."
Tak lama, suara mesin memasuki indra pendengarannya. Ia keluar. Matanya menatap 2 dokter dan 1 perawat. Robinson menyambut mereka dan tersenyum, "Syukurlah kalian datang, dia sudah menunggu."
Si sopir membantu membawakan barang-barang yang disediakan. Suster langsung memasang selang infus dan tabung oksigen. Salah satu dokter menyuntikkan sesuatu di selang itu sementara dokter yang lain berbicara pada Robinson.
"Keadaanya cukup stabil. Tapi harusnya kau bilang bahwa pasienmu ini Penelope."
Robinson menggeleng, "Dia bukan Penelope. Dia Livia."
Dokter itu berdecak, "Jangan bohong Robinson, semua dapat melihat kalau dia Penelope de Cruella."
Robinson mengeluarkan dompet yang ia temukan di tas Livia dan memberikan kartu pengenalnya. Dokter itu menatap nama yang di sana, Livia Larodi. Ia menatap foto Livia berulang kali sebelum mendesah.
"Sangat..mirip." ujarnya putus asa.
Robinson mengangguk pelan, "Iya kan? Salk saja tidak bisa membedakannya."
Dokter itu yang menggeleng sekarang, "Nah, disitu kau salah. Anjing bisa membedakan 2 orang yang sangat mirip. Dengan baunya tentu."
Robinson menatap Salk yang sedang mengamati Livia. "Tapi tadi..."
Dokter itu tersenyum, "Ayo kita buktikan. Kau ada poto Penelope?"
Robinson mengangguk. Ia membawa poto itu dalam dompetnya, agar ia selalu bisa menemukan Penelope. Dokter itu memanggil Salk, yang langsung datang. Ia berjongkok, menyodorkan 2 poto pada Salk dan bertanya,
"Siapa yang sedang terbaring disana?"
Salk maju, mencium aroma disana. Ia menggonggong saat menatap kartu pengenal Livia. Dokter itu tersenyum menatap Robinson, "Kita mungkin tidak bisa, tapi Salk bisa."
Perawat itu menatap mata Livia yang perlahan bergerak. "Dokter! Pasien sudah sadar!"
Bersama, mereka menuju Livia. Livia menatap mereka lemah. Suaranya nyaris berbisik. "Dimana...aku...?"
Robinson maju dan memegang tangannya lembut, "Kau berada di tempat yang seharusnya."
Livia menatap sekelilingnya. Atap kayu, jendela besar yang menghadap kasur, dokter dan perawat yang menatapnya dan Robinson. Apa yang terjadi? Kenapa aku disini? Livia lalu perlahan mengingat semuanya. Ah, iya. Aku diculik dan disekap. Aku dikira.. Penelope. Lalu polisi datang dan.. Aku tak ingat lagi.
Seakan membaca arah pikiran pasiennya, dokter itu tersenyum,
"Jangan mencoba mengingat dulu. Kondisimu masih sangat lemah. Kau harus istirahat."
Livia menggeleng. Ia takut kalau nanti ia istirahat, ia akan... Gawat! Ia harus menelpon kakaknya! Livia menatap Robinson memohon.
"Tolong telepon kakakku. Katakan bahwa aku baik saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Time : Love Me, Your Grace (LARODI SERIES #1)
Historical FictionLivia Larodi, si bungsu dan wanita satu-satunya dalam keluarga, pergi ke Inggris untuk membuktikan pada kedua saudaranya bahwa ia mampu mandiri tanpa mereka. Sayangnya, di perjalanan ia kehilangan semua barangnya. Keesokan harinya, ia menemukan diri...