Raphael menuruni tangga dengan pikiran bercabang setelah kejadian tadi. Mengapa ia kembali? Mengapa ia masuk ke sana dan mencium bibir Livia?
Apa yang terjadi padanya? Ada yang aneh dengannya. Tangan Raphael merangkak naik ke jantungnya, merasakan debar jantungnya yang lebih cepat saat ia mengerutkan dahinya dalam.
Apa mungkin...?
Tapi Raphael menepis pikirannya. Ia tersenyum dingin. Ia tak bisa mencintai wanita selain Penelope. Itu konyol kalau hatinya tergerak oleh Livia.
Yah, ini karna terlalu lama aku tak menyentuh wanita. Pasti itu. Pasti karna hasratku yang tak terpuaskan.
Berpikiran seperti itu, ia menemui Rachel yang salah tingkah saat duduk di sofa. Adiknya langsung berdiri melihat sosoknya dan mendekat saat menatap kakaknya sesal.
"Apa aku menganggu kalian tadi?"
"Tidak," jawab Raphael enteng.
"Kau yakin?" Rachel mencari-cari di mata kakaknya dan ia tersenyum jail. "Jadi, apa kalian akan melanjutkannya atau...?"
Raphael melotot kesal. Ia tak tahu kalau Rachel ternyata hobi mencampuri urusan orang. Pasti Leon yang menaburkan sifat buruk ke adiknya. Raphael memasang wajah cemberut.
"Livia istriku Rach. Apa yang mau dan akan ku lakukan urusanku."
Rachel menarik sudut bibirnya kesal saat kakaknya pergi ke dapur. Ia kembali duduk dan Raphael kembali dengan dua gelas yang berisi cola. Ia menyodorkan pada adiknya saat Raphael sendiri menyandarkan punggungnya ke susuran tangga.
"Kenapa kau kemari?"
Rachel mendelikkan matanya saat menjawab datar. "Ini kan rumahku. Aku bisa kembali kemari kan kapan saja aku mau."
Raphael menarik sebelah alisnya mendengar jawaban adiknya. Ia terlihat skeptis mendengarnya. "Apa Leon berselingkuh?"
"Tidak!" seru Rachel cepat.
"Dia memukulmu?"
Rachel menegak sodanya, membiarkan rasa lemon membasahi tenggorokannya saat mencibir. "Dia terlalu mencintaiku. Tidak, dia justru memperlakukanku bak ratu Inggris."
"Lalu apa? Kalau dia menjagamu dengan baik kenapa kau malah tampak sedih?"
Rachel menarik nafas panjang. "Entahlah. Kurasa kehamilan membuat hormonku kacau."
Raphael memperhatikan wajah adiknya yang tampak mendung saat menatap cairan di gelas. "Kau tahu kau bisa kembali kemari kapanpun kau mau Rach."
Rachel mendongak, menatap kelembutan di mata kakaknya dan mengangguk setuju. "Masalahnya adalah di aku, bukan Leon. Kehamilan membatasi gerak dan aktifitasku. Dan aku menimpakan ke Leon."
Raphael tersenyum mendengarnya. Menghadapi Rachel yang biasanya saja sudah membuatnya pusing. Apalagi sekarang. Pemikiran itu membuat Raphael merasa kasihan pada Leon, hampir.
Mereka mendengar derap langkah kaki dari atas. Dan Raphael mendongak menatap Livia saat wanita itu menuruni tangga. Livia mengenakan sweater hijau yang menutupi lengan dan lehernya dengan hiasan ukiran cherry di depannya saat kakinya tertutup rok biru panjang.
Saat mendekati barisan anak tangga terakhir, mata Raphael dan Livia bertemu dan mau tak mau, membangkitkan ingatan segar akan ciuman manis itu.
Entah karna gugup atau tak memperhatikan langkahnya, Livia terpleset dan badannya terjungkang ke depan saat tangannya sibuk mencari pegangan.
Livia memekik kaget, memejamkan matanya menunggu detik-detik rasa sakit mendera saat ia mendengar bunyi gelas yang pecah. Kembali, Raphael memeluknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Time : Love Me, Your Grace (LARODI SERIES #1)
Historical FictionLivia Larodi, si bungsu dan wanita satu-satunya dalam keluarga, pergi ke Inggris untuk membuktikan pada kedua saudaranya bahwa ia mampu mandiri tanpa mereka. Sayangnya, di perjalanan ia kehilangan semua barangnya. Keesokan harinya, ia menemukan diri...