Saat Raphael mengatakan kata 'tidak' respon pertama Livia adalah tubuhnya membatu. Pikirannya masih berkelana jauh sebelum wajahnya tampak seperti menelan makanan paling pahit.
Bisakah manusia mati karna malu? Karna jujur, Livia merasakannya saat ini. Ia menawarkan dirinya sendiri pada Raphael, di siang bolong, disaksikan alam dan Brutus, kalau boleh dihitung, dan lelaki itu menolaknya.
Livia tersiksa antara mau menangis karna marah, atau malah mati karna menahan malu, mungkin keduanya kalau di posisinya. Seluruh wajahnya memerah dan ia tak menahan diri lebih lama untuk pergi dari sana.
Raphael buru-buru menjajari langkahnya saat lelaki itu berjalan di sampingnya.
"Kau mau kemana?"
Apakah Raphael sebodoh itu atau dia sangat tolol?
"Aku mau mandi," jawabnya bohong.
"Tidak. Kau tak akan mandi. Kau akan mengurung diri di kamarmu."
Kalau kau tahu kenapa kau malah menolakku bodoh???
"Apapun yang kulakukan itu urusanku," balas Livia menggertakan giginya.
"Salah. Itu urusanku. Itu akan selalu menjadi urusanku Livia," ralatnya lembut.
"Pergilah. Aku tak mau mendengar atau bicara denganmu."
"Livia... dengarkan aku dulu.." coba Raphael sambil menarik lengan Livia, yang langsung ditepis cepat.
Raphael menggelengkan kepala dan berlari pelan sebelum lelaki itu merentangkan kedua tangannya, memblokir jalan Livia dan menatap wanita itu lembut.
"Aku sedang luar biasa lelah Livia. Bisakah kau bayangkan perasaanku saat akhirnya aku selesai bekerja dan berniat merayumu lagi, tapi malah menemukanmu hampir tenggelam di danau?"
"Brutus bisa menyelamatkanku," jawabnya asal.
"Tidak. Brutus tak akan bisa. Dan Livia, seharusnya pertanyaan itu adalah pertanyaan yang aku tanyakan, bukan kau."
"Apapun itu jawabannya sama."
"Aku belum selesai," ucap Raphael cepat. Ia berjalan pelan, menaruh kedua tangannya di bahu Livia.
Lelaki itu menelan ludahnya. "Aku tak bisa melakukannya di luar. Aku menginginkanmu tapi kita tak bisa melakukannya di sana.
Livia mengerutkan dahinya bingung, "Apa tempat memang sangat penting?"
Raphael mengulum senyum dan mengangguk kaku. "Ya. Aku ingin yang pertama haruslah di tempat tidur."
"Kenapa? Kau alergi rumput?"
"Tidak," jawabnya sambil tertawa. "Kau. Mana mungkin aku melakukan denganmu untuk pertama kalinya di luar?"
"Aku tak paham," jawab Livia jujur.
Raphael memutar matanya ke atas, berdoa meminta kesabaran lebih. "Akan ku tunjukkan kenapa kita harus melakukannya di ranjang."
Ia bersiul pelan, membuat Brutus mendekat dan Raphael memegang tali kekang kuda itu. Livia melihat bagaimana Raphael dengan mudahnya naik ke punggung hewan itu.
Tangan Raphael terulur ke arahnya, tersenyum lebar. "Ayo naik."
"Ke Brutus?"
Raphael mengangguk kuat.
"Aku menunggangi Brutus? Mana mungkin!" jerit Livia.
"Aku akan membantumu. Duduk saja di depan."
"Kenapa tidak di belakang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Time : Love Me, Your Grace (LARODI SERIES #1)
Historical FictionLivia Larodi, si bungsu dan wanita satu-satunya dalam keluarga, pergi ke Inggris untuk membuktikan pada kedua saudaranya bahwa ia mampu mandiri tanpa mereka. Sayangnya, di perjalanan ia kehilangan semua barangnya. Keesokan harinya, ia menemukan diri...