36. AT LEAST..

17.8K 1.5K 31
                                    

Livia mendorong Raphael keluar dari kamarnya dan mengunci pintunya sementara Raphael terbahak keras di luar. Kulitnya sakit saat menyentuh kain di celananya tapi rasanya berkurang lantaran sikap Livia yang seketika berubah menjadi pemalu.

Ternyata, Raphael hanya perlu memberikan Livia sedikit paksaan agar wanita itu bisa lebih sering menunjukkan sisi dominannya. Raphael menyandarkan punggung di tempok yang bersebrangan dengan pintu saat melipat tangannya.

"Kalau kau benar-benar marah padaku Livia, harusnya kau mendorongku saja tadi di kasur."

"Aku memang mendorongmu!" Lalu saat Livia mendengar tawa Raphael yang semakin jeras, ia tahu apa maksud lelaki itu.

Sial! Sial!!

Livia sedikit mengeraskan suaranya. "Aku tidak mendorongmu dalam arti harfiah. Maksudku aku harusnya melemparmu saja keluar."

"Lalu, siapa yang akan menjaga asetku?" tanyanya santai.

"Rachel bisa," jawabnya balik.

"Bukan aset harta sayang. Aset untuk memproduksi anak."

Pintu terbuka dan Livia selesai berganti baju. Ia memakai sweater tebal dan mantel panjang dengan bawahan jeans belel. Ia mendelik tajam ke Raphael.

"Tak bisakah kau memperhalus kosa katamu?"

Raphael mendekatinya dan menaruh sebelah lengan di pintu. Alisnya terangkat sebelah, "Sayang, kau yang harus meluruskanku kembali. Bukan aku."

Livia siap berdebat sebelum mendesah, tahu pasti ia tak bisa menyaingi kelicikan Raphael dalam memutar ucapannya. Kepala wanita itu tampak lesu saat menunduk ke bawah. "Leon dan Rachel akan berpikir kalau aku wanita mesum sekarang."

"Tidak, mereka tak akan," bisiknya lembut.

"Mereka tak tahu bahwa aku lah yang disergap, bukan kau!"

"Tentu, tentu," ucapnya menahan senyum.

"Mereka akan kira bahwa aku yang menggodamu padahal kau lah yang menggodaku."

"Sangat tepat."

"Dan Leon akan cerita pada Mich, yang mana akan bercerita pada Antonio. Atau kalau ia cukup baik ia hanya akan mengatakan pada Mich saat kakakku kemari."

"Aku tak bisa lebih setuju dari itu," sambung Raphael.

Kepala Livia terangkat cepat dan ia memajukan bibirnya. "Ini salahmu! Kau harus bertanggung jawab."

"Sayang, kata-kata itu hanya dipakai oleh pria brengsek yang menghamili kekasihnya tanpa niat terhormat. Niatku sebaliknya murni."

"Kau memanfaatkanku saat aku mandi?? Bagaimana bisa itu disebut terhormat?" tanyanya tak percaya.

"Di belahan bumi manapun, tak ada hukum yang melarang suami melihat istri mereka saat mandi," jawabnya sombong sambil mengendikkan bahunya.

Livia menepuk lengannya yang terangkat. "Itu sebabnya aku tak suka berdebat denganmu. Kau selalu memutar balik ucapanku."

Raphael terkekeh dan memeluknya, Livia tak menolak dan malah menyandarkan kepala di dadanya. "Aku akan menjelaskan pada Leon, tenang saja."

"Dia sudah pulang," ucapnya merajuk.

"Aku akan menemuinya kalau begitu." Raphael mengusap punggung Livia dan menepuk lembut bahunya. "Jangan khawatir."

Livia menghembuskan nafas putus asa. Ua menatap ke arah pintu dan menyadari bahwa siapapun bisa masuk ke dalam. Mungkin Livia harus menambahkan pengamanan lain. "Raph?"

Once Upon A Time : Love Me, Your Grace (LARODI SERIES #1)   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang