10. OH NO

25.7K 2.6K 68
                                    

Livia kembali bergabung bersama Sophie dengan wajah lebih ceria. Meski ia tak bisa merayakan malam natal dan pesta, tapi ia bisa membuatnya sendiri.

Sophie, yang melihatnya, bertanya penasaran, "Dapat yang kau inginkan?"

"Lebih dari itu ," jawabnya riang.

Mereka kembali dari kota tak lama kemudian. Livia membeli banyak baju, bukan karena kemauannya, tapi karena paksaan Sophie. Ia juga disuruh membeli sepatu tinggi, sepatu dansa dan gaun pesta.

Saat kembali, ternyata hari sudah sore. Livia langsung masuk ke kamarnya untuk menaruh barang. Para pembantu wanita duduk di ruang makan khusus pembantu. Tapi karena banyaknya wol, jadi sempit. Melihat itu , Livia kembali lagi dan mengetuk pintu kamar Raphael.

"Masuk."

Pintu dibuka perlahan, Livia melongokkan kepalanya dan masuk. Ia melihat Raphael sedang meminum segelas wine. Bau pekat alkohol terasa di sana. Livia meringis melihat ekspresi dingin di wajah Raphael.

"Apa?"

Livia menatapnya takut-takut "Begini, bisakah aku dan yang lainnya meminjam ruang depanmu sebentar?"

Kening Raphael berkerut tajam, "Untuk apa?"

Livia menelan ludahnya, "Kami ingin membuat syal."

"Syal?"

"Iya. Kata Sophie, saat musim dingin tiba, mereka akan membuat syal. Aku juga tertarik untuk membuatnya."

Raphel menaruh gelas di pinggir meja dan mendekatinya. Livia ingin mundur,benar-benar ingin mundur, tapi ia tak mau. Macan harus dilawan macan. Saat jarak mereka semakin dekat, Livia mencium aroma alkohol tajam.

"Aku tidak akan mengijinkannya."

"Kenapa?"

"Mudah saja. Karena ini rumahku."

Livia berjalan mundur dan menegakkan tubuhnya. "Kami hanya meminjamnya sebentar! Kenapa kau sangat pelit?"

Raphael mencengkram tangannya cepat, menarik Livia mendekat. Ia berdesis tajam, "Kau tidak berhak bersuara disini."

Livia menarik tangannya, mencoba melepaskan diri. "Memang. Tapi aku punya alasan kuat untuk meminjamnya sebentar."

"Katakan."

"Tidak sampai aku mendapat ijin dan syalku selesai."

Nyala api amarah terlihat jelas di mata Raphael, "Katakan."

Livia menggeleng. "Tidak mau. Aku bukan budakmu!"

"Saat aku bilang katakan, kau harus mengatakannya!"

"Tidak!"

Senyum dingin pun terukir di wajah Raphael, "Baik, kita pakai caraku."

Tiba-tiba, Livia merasa sangat gugup dan ketakutan. Ia mulai berteriak minta tolong saat tangan Raphael yang lain menarik pinggangnya dan bibirnya dicium keras. Livia menjerit tertahan. Ia tidak mau! Tidak!

Livia meronta. Ia memukul dada Raphael dengan tangannya. Tapi lelaki itu sekuat baja. Raphael memperlembut ciumannya. Perlahan, tangan Livia berhenti memukul dan terkulai lemas. Lama setelah itu, Livia baru mendapat kesadaran dan mendorong dada Raphael.

Ia syok, marah, sedih dan kecewa. Ciuman pertamanya yang ia jaga terampas begitu saja. Menatap marah Raphael, ia menuntut jawaban. 

"Apa yang kau lakukan?"

Raphael juga tampak syok. Ia sendiri tidak menyangka dapat mencium wanita lain selain Penelope. Ia sudah gila! Mengendalikan diri dengan bernafas, ia menatap Livia datar. 

Once Upon A Time : Love Me, Your Grace (LARODI SERIES #1)   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang