Well, iblis mulai mengambil anak-anak domba yang ketakutan, siapa yang mampu melawannya?
Rachel masuk ke ruang kerja kakaknya sementara ia memilih duduk di sofa yang menghadap jendela, tempat paling jauh dari meja kerja Raphael. Ruangan itu besar dan luas. Banyak tumpukan buku asing yang tidak bisa Rachel pahami, berderet sesuai ukuran buku. Di meja Raphael sendiri ada sebuah benda yang bisa memancarkan sinar kalau sinar matahari menembus masuk. Seperti kaleidoskop.
Rak minuman terletak di samping meja. Sinar matahari yang tidak terlalu terik menyelinap masuk, menyinari rambut kakaknya. Rachel ingat dulu kakaknya suka sekali berjemur di bawah matahari sambil bermain dengannya. Mereka bahkan sering berenang di danau dan pergi bermain salju.
Tapi itu dulu. Kakaknya yang sekarang merupakan seorang pemabuk. Ia harus minum setidaknya 3 gelas dalam sehari. Badannya yang dulu kekar, tak ada lemak berlebih dan berotot, mulai berubah. Lemaknya ada di tangan, perut dan hampir seluruh badan. Untung hobi berkudanya membantunya agar ia tidak terlalu gemuk. Tapi tetap saja..
Raphael berdehem, membuatnya menatap mata Raphael. Alis kakaknya terangkat meminta penjelasan sementara ia duduk di kursinya dengan sikap angkuh dan sok. Segelas bir ada di tangannya.
Rachel mendesah kasar, "Apa?"
Rphael memasukkan lidah ke rongga pipinya, matanya menatap tak sabar Rachel, "Penjelasanmu Dik."
Rachel mengubah posisi duduknya. "Aku memang pergi kesana, sangat sering. Bahkan, kami sudah merencanakan pernikahan."
Raphael memukul tangannya ke meja. Ia berdiri dan menatap Rachel dingin, "Aku tidak setuju!"
"Huh! Siapa yang butuh ijinmu? Saat kau merencanakan pernikahan dengan ular betina itu , apa kau meminta pendapatku?," balasnya ketus.
"Itu berbeda! Aku seorang duke dan aku pantas mencari istri untuk menjadi Duchess!"
Rachel juga ikut-ikutan berdiri, "Penjelasan yang sangat tidak masuk akal! Aku dan Leon saling mencintai dan harusnya, aku sudah menikah dengannya 7 tahun lalu!"
"Di saat kau baru berumur 17?!"
"Dulu, wanita muda juga diperkenalkan di umurnya yang ke 16!"
Raphael membanting gelasnya ke tembok, membuat gelas pecah dan aroma bir yang memabukkan tercium di udara. Rachel mulai merasa takut, sedikit. Tatapan kakaknya kini jauh lebih tajam, lebih berbahaya. Nada suaranya sarat janji kematian, "Jangan membantah perkataanku Rachelia."
Rachel menelan ludahnya. Kalau Raphael mulai menyebutnya dengan nama panjangnya, berarti masalah itu amat sangat serius. Dan kalau ia pintar, ia takkan melawan kakaknya. Tapi Rachel menggeleng perlahan, "Aku tetap akan menikah dengannya. Dengan atau tanpa restumu."
Rachel berbalik dan mulai membuka pintu saat pintu terhempas kembali dengan kasar. Ia berbalik dan dihadapakan dengan sesosok setan. "Kalau begitu, aku takkan membiarkanmu."
***
Earl of Hamlock tahu kalau ia datang ke rumah Raphael itu sama saja ia mencoba memasukkan kepalanya ke tiang pancungan. Tapi setelah tadi Rachel pergi, diam-diam ia memutuskan untuk membongkar perasaanya di hadapan Raphael.
Ia mulai mengetuk pintu saat mendengar jeritan Rachel. Leon membuka pintu berganda itu dan berlari menyebrangi ruangan. Ia terkejut saat Sophie menatapnya penuh syukur. "Terima kasih kau mau datang!"
Kini, kening Leon mengkerut makin dalam. "Aku mendengar teriakan Rachel, apa yang terjadi?"
Sophie mulai berbicara saat jerit itu terdengar lagi. Leon langsung menuju asal jeritan itu dan menyingkirkan para pelayan yang menguping dengan sekali perintah. Ia memutar kenop pintu yang tidak terbuka dan memukulkan tangannya ke pintu besar itu. "Rachel? Rachel?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Time : Love Me, Your Grace (LARODI SERIES #1)
Historical FictionLivia Larodi, si bungsu dan wanita satu-satunya dalam keluarga, pergi ke Inggris untuk membuktikan pada kedua saudaranya bahwa ia mampu mandiri tanpa mereka. Sayangnya, di perjalanan ia kehilangan semua barangnya. Keesokan harinya, ia menemukan diri...