Sophie, Salvatore dan Robinson secara sengaja menyuruh para pegawai pergi, demi memberikan privasi kepada Raphael dan Livia.
Tapi siapa sangka bantuan yang ingin sengaja mereka buat malah berakhir buruk saat mereka mengintip dari balik tembok samping sewaktu Livia memukul-mukulkan dadanya.
Sophie membawa kedua lelaki itu keluar, mengitari sisi kiri belakang rumah dan masuk ke sebuah bangunan berukuran sedang, dimana tempat para pegawai menaruh jerami.
Terdapat tiga kandang kuda yang dibangun di samping kanan, tapi hanya satu yang terisi oleh kuda besar berwarna hitam, dengan matanya yang berwarna cerah.
Kuda itu meringkik pelan saat mereka datang, seakan menganggu ketenangannya. Ia menghembuskan nafas beberapa kali dan menggerakkan kaki tak sabar saat ekor panjangnya bergerak liar.
Salvatore mengelus wajah dan lehernya beberapa saat sementara Sophie sibuk dengan pikirannya. Wajah wanita tua itu memerah karna amarah. Tak menyangka Duke mereka sebodoh itu.
"Diantara semua tamu, kenapa harus Carl?" tanyanya geram.
Salvatore, yang selesai menenangkan kuda itu menghampirinya. "Lord kita sengaja memesan jaket padanya. Dia yang terbaik di bidangnya."
Robinson mendengus tajam. "Ya, tentu. Dia juga lah yang membuat Duchess menangis kan?"
Sebelah lengan Sophie berkacak pinggang saat tangan lainnya yang bebas memegang keningnya. "Mereka berdua belum benar-benar resmi sebagai suami istri, kalian tahu?"
"Kau mengeceknya?"
Sophie melotot kesal. "Salah satu pegawai melihat mereka keluar dari kamar yang berbeda setelah melewati malam pertama mereka."
Robinson menatapnya penasaran. "Apa His Grace kehilangan kemampuannya?"
Salvatore mendelik cepat sambil memajukan mulutnya. "Dia masih mampu memberikan keturunan bodoh!"
"Lalu apa? Duchess cantik dan menarik, ia juga masih muda. Kenapa dia masih belum tersentuh kalau begitu?"
Mereka saling berpandangan sebelum kepala mereka sama-sama menengok ke arah Sophie. Wanita tua itu mendesah pelan. "Aku rasa itu karna Duchess tidak membuka pintu untuk majikan kita."
Salvatore mengerutkan dahi dalam. "Her Grace selalu melakukannya saat His Grace pulang."
Sophie menggeleng pasrah. "Maksudku perasaan!"
"Oh..."
"Tidakkah kalian paham? Duchess menatap potrait diri Penelope sebelum pernikahan, lalu setelahnya Lord kita tidak memberi sinyal apapun. Wajar kan kalau mereka tidak tidur bersama?"
"Tapi kita harus membuat mereka tidur bersama!"
"Kau terpikir suatu cara?" tanya Sophie ke Salvatore saat lelaki itu menggeleng.
Robinson terdiam lama sebelum mengusulkan ide gilanya. "Bagaimana kalau kita membakar rumah ini?"
Sophie membelalakkan matanya saat Salvatore menatap ngeri.
"Tidak!" seru keduanya bersamaan.
"Lalu apa? Setelah kejadian ini, tak mungkin kan Her Grace memaafkan majikan kita."
Salvatore menutup wajahnya dengan tangan, tak mengerti mengapa Duke mereka masih sebuta itu padahal semua orang bisa melihat betapa Livia mencintainya.
***
Bantet. Livia menatap kuenya yang bantet dan bahkan gosong saat ia mengeluarkan adonan itu dari oven. Ia membuang kue itu ke tong sampah dan melempar loyang cetakan berbentuk lingkaran ke bak cuci sebelum ia melemparkan pula sarung tangannya ke sisi lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Time : Love Me, Your Grace (LARODI SERIES #1)
Historical FictionLivia Larodi, si bungsu dan wanita satu-satunya dalam keluarga, pergi ke Inggris untuk membuktikan pada kedua saudaranya bahwa ia mampu mandiri tanpa mereka. Sayangnya, di perjalanan ia kehilangan semua barangnya. Keesokan harinya, ia menemukan diri...