Livia terbangun karna gesekan halus yang menganggu di pipinya. Ia menggerutu, menepis gesekan itu dan bergelung menjauh.
Gesekan itu malah semakin kuat dan disertai suara Raphael, "Kalau kau tak bangun aku akan menguasaimu di tempat tidur lagi."
"Engg...berisik," ucapnya kesal.
"Kau tak percaya ya kalau aku akan melakukannya?" tanya Raphael sambil menggigit gemas pipi Livia.
Livia membuka matanya kesal, menengok ke belakang saat badannya ikut berputar. Kedua tangannya berada di depan, memegang selimut dalam dekapannya.
"Kasihanilah aku Raphael. Kemarin kita baru melakukannya, aku tak bisa melakukannya lagi pagi ini."
"Aku tak bilang kita akan melakukannya pagi ini," ralat Raphael puas saat melihat wajah Livia yang kembali memerah.
"Dasar kau menyebalkan!" gerutu Livia sambil kembali membalikkan badannya.
Lelaki itu terkekeh dan memutar badan Livia lagi, memaksa wajah Livia menatapnya. "Apa aku sudah bilang kalau menggodamu salah satu hal favoritku?"
'Tak perlu. Aku sudah tahu," jawabnya kesal.
Raphael memasang wajah pura-pura terkejutnya saat mencium cepat bibir Livia. "Astaga! Istriku pendendam sekali rupanya!"
Livia menepuk pelan dadanya saat menatap jengkel. "Jadi kau ingat kalau kemarin kau beristri hah?"
Raphael berbaring menyamping saat jemarinya berada di bawah dagu Livia sementara tangan lain ia selipkan di bawah tubuh Livia.
"Apa kemarin sakit? Saat aku melakukannya?" tanyanya serius.
Livia tampak berpikir lama. Ia menarik selimut ke atas secara diam-diam saat ujung selimut itu menutupi mulutnya dan hanya membuat matanya nampak.
"Tidak. Itu..tidak terlalu sakit," jawab Livia malu.
"Sungguh? Senang mendengarnya, karna pagi ini, aku ingin melakukannya lagi," balas Raphael sambil menarik cepat selimut yang menutupi Livia dengan satu tarikan cepat.
"Kyaa!" seru Livia kaget saat ia kini tampil tanpa sehelai benang pun di tubuhnya.
Ia menutupi bagian depan tubuhnya dengan menyilangkan tangannya sementara pahanya otomatis tertutup. Wajah Livia kembali memerah dengan cepat.
"Kau bilang tak akan melakukannya pagi ini," ucap Livia dengan mata yang terus berkedip.
"Mengapa kau yakin aku tak akan melakukannya?" tanya Raphael balik sambil menyusurkan tangannya yang ogah-ogahan di lengan Livia.
"Karna kita baru saja melakukannya kemarin!" jawab Livia cepat.
Raphael berdecak cepat. Ia bergerak ke samping, menaruh kedua tangannya di sisi kepala Livia saat wajahnya bergerak turun.
"Bayangkan perasaanku. Hidup selibat tanpa menyentuh wanita selama 5 tahun. Lalu saat memiliki istri aku harus menunggu hampir 6 bulan untuk bisa menyentuhnya. Lelaki normal tak akan sanggup menahannya."
"Menahan apa? Aku tak paham. Apa kau sakit selama ini?" tanya Livia khawatir.
Haruskah Raphael tertawa atas kondisi ini? Atau haruskah ia menjelaskan bahwa apa yang ia tahan adalah gairahnya? Berkah atau kemalangan baginya, karna ia masih mendapatkan kepolosan Livia, meski mereka sudah menjadi suami istri yang sah.
Raphael memutuskan tidak keduanya. Menyenangkan rasanya selalu menggoda Livia dan wajah Livia selalu merona, seperti sekarang. Dan sejujurnya, meski ia ingin mengulangi apa yang terjadi kemarin, Raphael menahan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Time : Love Me, Your Grace (LARODI SERIES #1)
Historical FictionLivia Larodi, si bungsu dan wanita satu-satunya dalam keluarga, pergi ke Inggris untuk membuktikan pada kedua saudaranya bahwa ia mampu mandiri tanpa mereka. Sayangnya, di perjalanan ia kehilangan semua barangnya. Keesokan harinya, ia menemukan diri...