24. IDENTITY

18.9K 1.7K 77
                                    

Livia sedang membuat adonan kue pie kenari saat mendengar bunyi nyaring dari depan. Ia menepuk-nepuk tangannya yang berwarna putih karna menguleni adonan di celemek, sementara kepangan rambutnya sebagian lolos dari ikatan.

Keluar dari dapur, ia menatap seorang pria gemulai dengan lipstik ungu terang dan rambut pirang hijau dengan tatapan bingung.

Well, bukan Livia mempertanyakan kemampuan tamu dengan suara nyaring ini, tapi dia tahu pasti kalau lelaki ini gay.

Tingginya tak lebih tinggi dari Livia, mungkin sama. Rambutnya bergelombang dan ditata dengan wax, matanya diberikan eyeliner hitam tebal. Bajunya tampak necis, bukan seperti lelaki metropolitan dan saat tangannya berayun, Livia semakin yakin dia banci.

Banci itu akhirnya mendekatinya, sebelum menaruh beberapa kantong belanjaan berlambang di lantai.

"Dimana Raphael?" adalah pertanyaan pertamanya.

Livia mengedipkan mata bingung karna banci ini langsung bertanya tanpa tedeng-aling. "Ehm, dia sedang mengecek rumah peristirahatannya. Dia akan kembali sebentar lagi."

Banci itu menggerutu sebal karna harus menunggu. Lalu ia duduk dan menatap Livia datar. "Bawakan aku minum."

"Hah?"

"Bawakan aku minum. Kopi saja, dengan satu balok gula coklat."

Livia mengerutkan dahinya bingung. Kenapa harus dia yang membawakan si banci tak bernama ini minuman? Dan kemana Sophie? Ada sepuluh pelayan di rumah ini dan mereka hilang mendadak begitu saja? Lalu dimana tim keamanan kakaknya? Marco?

Banci itu menatapnya malas. "Ayo sana! Angkat kakimu dan buatkan aku kopi. Aku tamu penting kau tahu."

Nanti, Livia berjanji akan mengintrogasi Sophie mengapa wanita tua itu pergi mendadak. Tapi sekarang, ia akan membuatkan kopi dulu. Atau begitulah yang ia akan lakukan saat terdengar suara dari depan.

"Carl? Kau sudah datang rupanya."

Itu adalah suara Raphael dan pria itu baru kembali bersama dengan Salvatore, yang berjalan di belakangnya.

Carl? Livia menatap ke si banci yang tampak kesenangan saat melihat kedatangan Raphael dan Carl, dengan cepat menerjang ke arah Raphael sambil memeluknya! Memeluk suaminya!

Dan Raphael, bukannya merasa jijik atau mual ia malah tampak menikmatinya. Menikmatinya! Demi Tuhan, Livia baik-baik saja saat si banci, ia tak mau menyebutnya dengan nama 'Carl' , menatapnya meremehkan atau mengira ia pembantu.

Tapi ia, tak bisa terima saat ada 'lawan jenis yang tak biasa' memeluk suaminya.

Jadi wajar kalau Livia mendekati mereka, dan wajar kalau Livia berdehem keras, lalu lebih wajar saat wanita itu mengamit sebelah lengan Raphael dan tersenyum manis. "Jadi kau Carl? Aku Livia."

Carl menjauhkan tubuhnya dari Raphael dan menyipitkan matanya kaget sewaktu menatap Livia. Jelas ia bingung karna ada pembantu yang berani mengamit lengan majikannya. Ia melirik ke arah Raphael yang juga tampak bingung atas sikap pembantu kurang ajar ini. Tapi tak menampik kedekatannya.

"Livia?" beonya. "Kau Livia yang di telepon?"

"Benar."

"Dan siapa dia Raph?" tanya Carl menuntut.

Raphael memandang bergantian antara Livia dan Carl selama beberapa saat sebelum ia menjawabnya. "Livia adalah istriku."

Wajah Livia memerah dengan cepat. Livia tidak merasa bahagia, tepatnya ia kecewa dan malu. Jawaban 'istriku' tampaknya diucapkan dengan berat, seakan lelaki itu menyesali pernikahan mereka.

Once Upon A Time : Love Me, Your Grace (LARODI SERIES #1)   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang