Livia kelabakan saat tangan Raphael yang masih memegang pinggangnya dengan erat, membawa tubuh mereka lebih dekat. Ia merasakan dadanya menempel erat di lelaki itu.
Tangan Raphael yang memegang garpu, entah sejak kapan garpu telah terlepas dari sana dan tangan itu malah berada di balik rambut Livia.
Tangan Raphael selalu bergerak cepat. Tapi ciuman ini terlalu dalam, terlalu ahli. Livia menaruh tangan di bahu Raphael, memaksakan diri mendorong kepalanya hingga akhirnya ia mengambil nafas dan mengerjapkan matanya.
"Kenapa? Kau tak suka aku menciummu?" tanya Raphael dengan suara serak bergairah.
Livia menggeleng cepat. "Bukan. Aku suka."
"Bagus. Ayo lakukan lagi."
Raphael kembali mendekatkan diri mereka dan Livia buru-buru menolehkan kepalanya ke samping, sehingga membuat bibir Raphael mengenai pipinya.
Lelaki itu menarik alisnya tinggi, penasaran sementara Livia menyengir geli.
"Aku suka, tapi..." ucapnya melanjutkan dengan lebih pelan, "..kau yang bilang kita harus melakukannya di kamar."
Raphael terdiam beberapa saat sebelum terbahak keras. Ia penasaran apa Livia akan marah kalau ia mengatakan tak akan menguasai wanita itu di sini? Apa Livia benar-benar berpikir Raphael akan melakukan itu dengannya di sini, di meja makan?
Melihat mata Livia yang bersinar bingung, ia menarik nafas beberapa kali sebelum mencuri ciuman cepat darinya.
"Ohhh? Kau tak sabaran sekali ya?"
Muka Livia kembali memerah dan ia memberengut kesal hendak berdiri saat Raphael berdecak geli.
"Baiklah baiklah. Aku tak akan menggodamu lagi."
Livia menyengir lebar dan mengangguk. Lalu masih dalam posisi yang sama, ia menundukkan pandangannya saat kedua telunjuknya bertaut di depan dada.
"Err...Raph?" tanyanya sangsi.
"Ya?"
"Ehmm..begini...aku..aku kan yatim piatu dan.."
"Dan?" Raphael menunggu sabar saat Livia kesulitan berkata-kata.
"Dan..tak ada yang memberitahuku caranya...cara kau tahu kan malam pertama."
Lelaki itu memandangnya kosong sementara Livia menjilat bibirnya.
"Aku...aku takut kalau aku berbuat salah jadi..." ia mendongak menatapnya ngeri, "..bisakah Sophie atau Rachel membantuku menjelaskan?"
Raphael terdiam lama beberapa saat sebelum menggeleng lembut. "Aku tak setuju. Bertanya pada mereka bukan ide bagus."
"Tapi mereka wanita," protes Livia.
"Tentu. Tapi yang akan mereka katakan adalah kau harus menurutiku. Padahal aku mau kau ikut aktif di percintaan kita."
Livia menutup bibirnya dengan tangan saat Raphael tersenyum manis. "Percaya saja padaku Livia. Aku yang akan membimbingmu. Bukan mereka."
***
Livia menatap piyama katak miliknya dengan putus asa saat ia berdiri di cermin. Setelah mereka makan malam, Livia meminta waktu untuk bersiap.
Dan disinilah ia, memakai piyama warna hijau muda dengan gambar katak lengkap dengan lidahnya yang menjulur ke luar.
Ya Tuhan! Kenapa dia tak memiliki baju tidur lain? Lingerie mungkin?
Tak mungkin kan saat mereka akan memulai ritual mereka tapi Raphael malah tertarik ke si katak daripada dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Time : Love Me, Your Grace (LARODI SERIES #1)
Historical FictionLivia Larodi, si bungsu dan wanita satu-satunya dalam keluarga, pergi ke Inggris untuk membuktikan pada kedua saudaranya bahwa ia mampu mandiri tanpa mereka. Sayangnya, di perjalanan ia kehilangan semua barangnya. Keesokan harinya, ia menemukan diri...