Livia sama sekali tak bermaksud membuat kata-katanya seperti tantangan. Sungguh tidak! Alasan kenapa ia tadi menyiram lelaki itu, itu murni pembalasan.
Raphael pernah melihat tubuh polos Livia. Dan ini sudah kedua kalinya. Jadi ia menuangkan air, sebagai pembalasan dendam. Dan harus diakui, rasanya menyenangkan! Livia menginginkannya lagi.
Tapi Livia tahu ia terlambat meralat ucapannya karna detik berikutnya, wajah Raphael sepenuhnya terpana, terpaku menatapnya tak percaya sebelum matanya menggelap.
"Kau yang meminta ini Livia. Ingat itu." ucap Raphael pelan dengan nada berbahaya.
Uh-huh..
Livia melebarkan matanya saat Raphael menerjang ke arahnya. Lelaki itu tidak mengitari kasur, tapi malah melemparkan diri sejauh mungkin hingga Livia menjerit kaget saat tangan Raphael, hampir, mengenai tepi handuknya.
Takut akan hukuman yang mungkin timbul, Livia berlari secepat kilat ke arah pintu sambil mencengkram erat tepi handuknya. Dari sudut matanya, Livia menatap onggokan jubah mandi yang ada di lantai dan memakainya asal.
Ia membuka pintunya hingga terbuka lebar, tapi Livia sepenuhnya meremehkan kemampuan Raphael karna lelaki itu menutup pintu dengan punggungnya.
Livia buru-buru berlari kembali tapi Raphael hanya harus mengulurkan sebelah tangannya dan menangkap pinggang Livia, membawanya ke tubuhnya sendiri. Punggung Livia bertemu dengan kekerasan dada Raphael saat suara lelaki itu, yang sarat akan kegelian, terdengar di kupingnya.
"Apa tadi kau bilang, kau lebih cepat?"
Livia mencoba, melepaskan dirinya dari kukungan Raphael tapi lelaki itu begitu kuat. Akhirnya, ia memajukan mulutnya kesal.
"Ini karna handuk!" bantahnya.
Raphael terkikik geli, ia menaruh dagunya di lekuk lembut bahu Livia yang terekspos, membuat wanita itu menarik nafas tajam. "Alasan kenapa kedua kakakmu kalah, karna mereka terlalu lembek padamu. Terlalu memanjakanmu."
"Yah, kau juga seharusnya mengalah," protes Livia mengabaikan rasa jambang Raphael yang mulai tumbuh. "Kau kan lelaki dan di atas itu semua, kau suamiku."
Livia merasakan lelaki itu terkekeh lagi dan ia merinding saat Raphael mengecup bahunya. Ia merapatkan bibirnya, agar tidak mengerang. Raphael tahu dan sengaja berlama-lama disana.
"Apa kau tak lihat saat ini aku tengah memanjakanmu?" suara lelaki itu serak karna gairah.
Tangan Raphael yang semula berada di pinggang, mulai merambat naik ke atas. Livia memejamkan matanya.
"Raph..." desahnya saat lelaki itu membalikkan tubuhnya. Mata mereka bertemu. Tatapan gugup dengan tatapan berhasrat.
Tangan Raphael menelusuri pipi Livia, merasakan kelembutan kulit wanita itu. Jarinya mengusap lembut. Tatapan Raphael beralih ke bibirnya dan lelaki itu menelan ludahnya.
"Livia..." bisiknya. Raphael menundukkan wajahnya, cukup pelan agar memberi Livia kesempatan untuk mundur. Tapi Livia tak bergeming. Wanita itu menunggu dan memejamkan matanya, saat bibir mereka bertemu.
Ini memang bukan ciuman pertama mereka, tapi firasat Livia mengatakan, ciuman kali ini berbeda. Awal dari segalanya. Raphael menarik kepalanya, membiarkan Livia bernafas sebelum wanita itu memajukan lehernya dan kembali mencium Raphael.
Ciuman itu berubah menjadi lebih menuntut. Lidah Raphael menggoda bibir Livia untuk membuka, untuk mengijinkannya masuk dan Livia melakukannya. Ia membuka mulutnya, saat lidah Raphael menyentuh lidahnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Time : Love Me, Your Grace (LARODI SERIES #1)
Historical FictionLivia Larodi, si bungsu dan wanita satu-satunya dalam keluarga, pergi ke Inggris untuk membuktikan pada kedua saudaranya bahwa ia mampu mandiri tanpa mereka. Sayangnya, di perjalanan ia kehilangan semua barangnya. Keesokan harinya, ia menemukan diri...