Part 21 : Penghianatan

19.1K 855 2
                                    

21++

Happy Reading....

Diandra Pov

Aku malas dengan Hera yang terus mencoba mencari celah untuk menjatuhkanku di mata Abraham, tidak cukup jelaskah bahwa kami saling mencintai? Aku berjalan menuju taman belakang, aku melihat seorang pemuda sedang merapihkan bunga mawar ditaman itu. Kami mengobrol sejenak, membahas bunga mawar yang katanya sudah berada di taman ini hampir belasan tahun. Aku tak menyangka di balik sikap Abraham yang keras ada sisi romantisnya.

Aku mengernyitkan keningku, jam ditanganku menunjukan pukul 2 siang, biasanya Abraham datang untuk makan siang denganku. Kandunganku sudah menginjak 9 bulan. Beberapa hari lagi aku akan melahirkan, aku merasa sesak dengan perutku ini. Hampir seminggu Abraham mengabaikanku, aku heran dengan sikapnya akhir-akhir ini. Dia pulang larut dan langsung tidur dikamar sebelah tanpa memperdulikanku dan keesokan harinya dia sudah pergi kerja.

Malam ini aku memberanikan diriku ke kamarnya. "Abraham..." ucapku lembut. Dia melihatku kemudian sibuk melepas kancing bajunya. Aku membantunya dan dia tetap dingin. "Apa  aku berbuat salah? Aku lebih senang kau menghukumku daripada mendiamkanku seperti ini.." ucapku sedih. Abraham mendengus kesal. "Andai kau tidak sedang mengandung anakku, kau seharusnya sudah keluar dari rumah ini!" ucapnya dengan sorot mata sayu. Aku tertegun... Apa dia serius berkata seperti itu padaku "Apa salahku?" ucapku memaksa. Abraham menepis tanganku dan masuk kedalam kamar mandi menutup pintu kamar mandi dengan kasar. Aku menangis,  hatiku terasa sakit. Tapi aku akan tetap menunggu kejelasan dari Abraham. 

Bulir-bulir air menghiasi tubuhnya yang sudah tidak muda lagi namun masih terlihat kekar, aku meneguk salivaku. Aku begitu bergairah melihat tubuh suamiku, entah ini pengaruh kehamilanku. dia mendekatiku. "Keluar!" ucapnya kasar, aku menatap wajahnya tak percaya.  Aku memeluk tubuhnya denga erat, walau sedikit sakit diperutku yang membesar lebih terasa sakit hatiku karena sikap dingin Abraham. "Apa salahku...." isakku putus asa "Aku mencintaimu!" ucapku sedih. Abraham menatapku "Aku takut melukaimu dan anak kita!" ucapnya lelah. "Aku harus mencari jalan keluar agar kau selamat, agar aku tak kehilaanganmu..." ucapnya cemas. Aku memeluk tubuhnya. "Kau percaya adanya Tuhan kan?" tanyaku "Dimana pun bagaimana caranya jika waktunya mati, kita pasti mati. Disaat kita harus berpisah kita pisah. Sekeras apapun kita berusaha. Kita tak dapat menentang takdir.." ucapku lagi. Abraham menatapku penuh cinta, aku mengecup bibirnya yang tertutup kumis. Dia membalas ciumanku dengan lembut, dia membuka pakaianku dan aku balas dengan melorotkan handuknya. "Sejak kapan dia berdiri tegak seperti itu?" bisikku nakal sambil membelai kejantanannya. Abraham terkekeh "Dia selalu seperti itu jika melihatmu sayang, makanya aku selalu menghindarimu.." godanya. Aku tertawa kecil "Tengoklah anakmu ini ayah...." godaku manja menirukan suara anak kecil sambil menempelkan payudaraku yang membengkak karena kehamilanku ini di dadanya yang kekar. Abraham tampak bergairah, dia membopongku ke tempat tidur dan menindihku dengan hati-hati. "Daddy will fvck you!" ucapnya membuat gairahku semakin membuncah.

Abraham beberapa kali menyemburkan spermanya dirahimku, aku cukup lelah. Namun perutku terasa mulas. "emmh..." erangku, rasa sakit ini semakin lama semakin sering terasa melilit diperutku. "Kau kenapa sayang?" tanya Abraham khawatir. "Perutku mulas..." ucapku keringat dingin mulai bercucuran. Abraham segera memakaikanku pakaian dan membawaku ke rumah sakit.

Abraham Pov

Aku menatap istriku yang mengerang kesakitan sepanjang jalan menuju rumah sakit. Aku merasa bersalah karena sudah bercinta dengannya. Diandra segera dilarikan ke ruang ICU ketika kami sampai.  Aku sangat khawatir, terakhir aku melihatnya dia mengalami pendarahan. Bara, Haris , Nano dan anakku segera menyusulku, mereka memberiku suport. Memberiku kehangatan sebuah keluarga, yang aku rindukan. Namun tidak dengan anakku Hera, dia memintaku menceraikan Diandra atau anak dan istriku akan celaka. Untuk urusan itu anakku tak pernah main-main.

"Nyonya Abraham sudah melahirkan bayi laki-laki yang sehat!" ucap suster sambil menyuruh aku masuk kedalam untuk melihat kondisi mereka. Diandra tampak kelelahan namun tersirat kebahagiaan  di matanya "bayi kita sayang..." ucapnya tanpa mengeluarkan suara. Aku menatap bayi tampan "Abraham Junior!" ucapku bahagia. "Aku suka nama itu!" ucap Diandra sedikit mendesah. Aku mengecup keningnya berkali-kali. "Terima kasih sayang, atas kebahagiaan ini, aku sangat mencintaimu!" ucapku tulus. Diandra tersenyum mengangguk kecil dan mengelus janggutku dengan lembut.

Sebenarnya aku cemburu juga pada Bara yang  masih mencintai Diandra, apa lagi aku pernah memergoki Diandra mengigau dan menyebutkan nama Bara. Apa mereka masih saling mencintai? Semoga dengan hadirnya anak ini, bisa membuat Diandra melupakan Bara.

Ponselku berbunyi dan Hera mengirim foto Bara bersama Diandra dan anakku. Aku sangat cemburu, memang mereka lebih cocok daripada dengan diriku yang sudah tua. Hera menuliskan pesan "Sudah aku bilang ayah, mereka masih saling mencintai".  Aku segera berjalan menuju ruang rawat isteriku. "Di..." gumanku ketika aku melihat Bara sedang mencium Diandra. Wajah Diandra memerah entah malu atau bagaimana. "Kau menghianatiku?" ucapku tak percaya. "Abraham..." ucap Diandra kaget, dia berusaha menggapaiku tapi dia terlihat meringgis. "Kau sudah sadar pak tua? Dia masih mencintaiku!" ucap Bara penuh kemenangan. "Bohong, dia tiba-tiba menciumku!" ucapnya kesal. Aku bingung siapa yang harus aku percayai. "Dia cinta pertamamu kan? Cinta pertama takkan pernah pudar dan ayolah Diandra, tak mungkin kau semudah itu melupakan cintamu ini!" ucap Hera sambil tertawa licik membuat suasana semakin panas. "Abraham, aku mohon percaya padaku!" isak Diandra. Aku menatap wajah Diandra dia tampak ketakutan." Lupakan pria ini kita masih bisa seperti dulu lagi.." ucap Bara kepada istriku "Bara hentikan, aku sudah menikah dan aku mencintai Abraham!" jeritnya sambil berusaha berdiri. "Apa kau masih mencintai Bara sayang?" tanyaku tajam. Istriku terkejut "Aku pernah mendengarmu mengigau tentang Bara..." ucapku hati-hati. "Bagiku dia masa laluku... " isaknya. Aku menghela nafas. "Aku tak suka istri yang berbohong dan kau sudah disentuh pria lain!" ucapku pedas membuat Diandra menegang. "Maafkan aku....." isak Diandra. "Kita pisah.." ucap Abraham telak  membuat Diandra berusaha berdiri namun pertahanannya lemah sehingga spontan Bara memeluk tubuh diandra agar tidak jatuh ke lantai. Aku melihatnya dengan tatapan cemburu sakit sekali rasanya hati ini. Lalu aku pergi meninggalkan diandra "Tidak, aku tak mau kita pisah, Abraham aku mohon..." jerit Diandra histeris memaksakan berjalan hingga jarum infus tercabut dari punggung tangannya. Diandra mengejar Abraham hingga tak terasa darah mengalir dari selangkangannya. "Diandra cukup!" teriak Bara. "Aku ingin Abraham!!" isaknya sambil menahan sakit di perutnya. "Ya Tuhan nyonya..."jerit seorang suster ketika melihat darah mengalir dari tubuh Diandra. "Aku tak mau pisaah..."desis Diandra lalu dia pun pingsan.

Bersambung...

Duuh, aku paling gak bisa bikin orang jadi jahat hahaha....
Jadi gaje gini ya? Tapi aku tetep lanjut ceritanya ya.
Ini murni hasil imajinasiku, jadi klo ada inspirasi aku update klo nge-blank ya agak lama dikit aku update nya.

Jangan lupa vote dan komen.

Thanks for reading muuuahhh...
luv you muaah...

MY PRINCE BARA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang