Part 36 : Amarah

13.6K 647 6
                                    

21++ be wise

Happy reading..

Diandra Pov

Aku menikmati makananku di cafe Hang Out, entahlah aku merasa suntuk di mansion terus dan aku lapar. Mungkin bawaan ke 3 janinku, aku sungguh lapar lapar dan lapar. "Hai, boleh aku bergabung?" ucap seorang pria meminta ijin kepadaku. Aku menoleh kepadanya, wajahnya sangat tampan dengan tubuh atletis dan rambut legamnya. "Silahkan!" ucapku sambil menikmati makananku. "Emhh.... kau tampak lapar?" ucapnya. "Lebih tepatnya kelaparan." candaku malu karena ya aku telah menghabiskan 2 porsi steak, satu loyang pizza, omlet, soup dan 2 jus mangga. Pria itu terkekeh. "Namaku James Robinsten!" ucapnya ramah. "Diandra Prakasa" jawabku santai. "Berapa usia kandunganmu?" tanya James sambil mengunyah makan siangnya. "7 menuju 8 bulan" ucapku sambil menyeruput jus mangga. "Emh.. tampak besar?" ucapnya sambil meneliti perutku. Aku terkekeh. "kembar 3 dan aku sangat bahagia!" ucapku melebarkan senyum sambil menatap perutku. "Suamimu?" tanya dia. "emhh.... dia sedang bekerja, tentu saja." ucapku sambil menyuapkan steak terakhirku. "Aku sedang suntuk, makanya aku diam disini, suntuk dan lapar.." ucapku sambil terkekeh. "Tapi dia mungkin bisa menemanimu makan siang?" ucapnya sambil menyeruput capucinno nya. "Aku tak mau merepotkannya, kau tahu. Dia suami yang luar biasa, aku sudah terlalu merepotkannya, jika hanya aku lapar seperti ini aku harus sampai mengganggu rapat pentingnya. " ucapku jujur "Lagian kantornya dekat sini, jika dia menghubungiku, dia tak perlu repot jauh-jauh menemuiku!" ucapku sambil mengelus perutku yang kenyang. "Aku sepertinya harus pulang tuan Robinsten.." ucapku sopan. "Emh... biar aku yang traktir, sepertinya kita akan sering bertemu Mrs Prakasa." ucapnya misterius. "Aah.. ya aku tak mau merepotkanmu!" ucapku malu "Panggil aku James.'" ucapnya. "Diandra.'" balasku. Dia tersenyum lebar lalu membantuku berdiri, karena perut besarku aku begitu kesulitan berdiri. "Thanks!" ucapku "Diandra!" teriak Bara membuat aku dan James menoleh ke arahnya. Aku melihat wajah Bara memerah dengan rahang mengeras. "Jangan sentuh istriku!" ucapnya ketus. Aku kaget dan James hanya tersenyum tipis. "Bara, dia membantuku, dia temanku!" ucapku mencoba menenangkan Bara dan Bara malah menyeretku pulang. Dengan bersusah payah aku menyesuaikan langkah Bara yang lebar. "Bara hentikan!" ucapku lelah, keringat bercucuran dari dahiku Bara menatapku tajam. "Perutku sakit!" rintihku. Wajah Bara melunak, dia mengelus punggungku. Ini cara jitu untuk meredakan amarah Bara yang terbakar cemburu. Bara menuntunku dengan lembut dan memasukanku ke mobilnya. Kami pulang dengan keadaan diam. Namun setiba di mansion Bara tetap diam tak mau menyentuhku. Aku melepaskan pakaianku dan memeluk Bara dengan erat. "Kau masih marah?" tanyaku sambil mengambil tangannya untuk mengelus perutku. Bara mengusap perutku tapi tetap diam, aku mengusapkan tangannya ke payudaraku yang besar. Entahlah semakin dia marah semakin aku bergairah. Bara masih diam, biasanya dia meremas payudaraku. Aku mengecup lehernya menjilatinya dengan liar dan akhirnya dia mendesah. Aku terkekeh melihat wajah Bara yang menahan gairah. "Kau harus bertanggung jawab!" desah Bara sambil mendorong tubuhku di atas kasur hingga terlentang. Bara menciumi tubuhku dengan rakus, leher dan dadaku penuh dengan tanda kepemilikan.  "Jangan lagi mendekati pria itu atau pria manapun kecuali aku!" bisiknya sambil melesakkan kejantannya dengan lembut. " Hanya kau sayang yang ada dihatiku. tak mungkin aku selingkuh dengan keadaan perut sebesar ini!" godaku sambil melumat putingnya yang coklat mengkilat karena air liurku. "I love you so much...'" ucap Bara, aku tertegun mendengar ucapnya. Mulutku terasa berat membalas ucapannya.


Bara Pov

Aku kesal dengan sikap pecicilan Diandra, kenapa semenjak hamil dia begitu seduktif dan liar. Aku merasa takut kehilangan dia, walau sikapnya seperti mencintaiku. Tapi dia tak pernah membalas ucapanku kalau aku bilang i love you. Aku mendengus kesal, walau tadi siang kami bercinta dengan panas. Tapi rasa cemburuku masih melekat, aku tak suka laki-laki lain menyentuh istriku. "Sayang...." ucap Diandra yang mulai terbangun dari tidurnya. Aku masih diam, enggan menjawabnya. "Kau kenapa?" tanya perempuan itu bingung. Aku bangkit dari tempat tidur dan masuk kedalam kamar mandi. Mungkin aku harus mandi biar otak dan pikiranku adem.

Aku tak menemukan Diandra di kamarku, emh.. mungkin dia sedang bersama Anabelle dan Aber. Aku memakai pakaianku lalu memasak untuk makan malam kami. "Kau sedang apa?" tanya Diandra sambil memegang perutnya. Aku masih terdiam, malas. Entahlah aku masih marah padanya. "Bara, perutku mulas terus..." ucap Diandra sambil mengelus perutnya. Aku mendelik, aku rasa itu cuma alasannya saja agar aku melumer. Diandra tampak kesal melihatku mendiamkannya. "Bara..." ucapnya seperti menahan tangis. Aku menatap wajahnya. "Sudahlah Di, jangan ganggu aku. Kau bisa mengurus anakmu dulu sampai aku selesai memasak!" ucapku ketus. Diandra tampak tersinggung. "Anakmu? Ya mereka adalah anakku bukan anakmu!" ucapnya marah sambil pergi namun aku segera menahannya "Kau masih mencintai Abraham?" tanyaku tiba-tiba begitu saja terlintas dikepalaku dan langsung ku ucapkan. "Tentu saja!" ucapnya dingin."Apa kau mencintaiku?" tanyaku penasaran. Diandra menegang lalu membuang muka. "Jawab aku Di??" tanyaku tajam. "Kau belum mencintaiku juga huh?" paksaku. "Ya kau benar. Kau pikir dengan kau berpura pura baik seperti ini aku akan jatuh cinta padamu?" ucap Diandra ketus melukai hatiku. Jadi selama ini Diandra menganggapku pura-pura? "Bisa kau ulangi ucapanmu?" pintaku penasaran. "Abraham tak pernah kasar padaku maka dari itu aku mencintainya!" tukasnya menohok jantungku. "Jangan membuatku marah Di..."ucapku geram. "Kalau tidak?" tantang Diandra. Aku melempar piring dan menumpahkan masakanku, Diandra tampa shock dan ketakutan. "Aku akan memberimu waktu untuk memikirkan bagaimana hubungan kita kedepannya. Kau mau memilih aku atau masa lalumu, terserah!! Anak-anak aku yang bawa!" tukasku sambil pergi ke kamar untuk menyiapkan pakaian Anabelle dan Aber. "Kau mau bawa kemana anakku?" pekiknya panik. Aku tak menghiraukannya. "Bara... sakiit...." ucapnya melemah. Aku tak memperdulikannya. Dia hanya pura-pura saja agar aku tak membawa anak-anaknya. "Bara..." isaknya, ketika aku menoleh ke arahnya dengan malas, aku terkejut. Kakinya sudah dipenuhi darah. Aku panik, aku segera menggendong Diandra. "Sayang... maafkan aku..." ucapku ketakutan sambil mengecup keningnya berkali-kali. Aku menitipkan anakku kepada maid-ku lalu segera membawa Diandra ke rumah sakit.




Bersambung...

Please vote and comment
Thanks for reading...

MY PRINCE BARA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang