SS :: 22

1K 54 2
                                    

• Nilai •

BINTANG memasuki kamar ketika jarum jam berada tepat diangka 12. Lampu kamar masih hidup dan kedua temannya juga masih dalam kondisi sadar. Dua-duanya berada dimeja belajar masing-masing, mengerjakan sesuatu yang membuat ekspresi keduanya terlihat pusing.

Bintang menelan ludah.

Putra dan Revan yang otaknya sedikit berisi saja mendapat nilai UH Biologi 70 saja syukur. Bagaimana Bintang bisa mendapatkannya dengan sekali belajar?

Cowok itu menghela napas pendek, mengusap pangkal hidung.

Bintang masih berdiri didepan pintu yang tertutup, salah satu tangannya bertengger pada kenop pintu. Dan memperhatikan kedua temannya bergantian.

“Darimana lo?” tanya Putra tanpa menoleh.

“Ruang laundry.”

“Nyuci malem-malem lo?”

Bintang menggeleng. “Enggak, gue habis ganti perban luka.”

“Diruang laundry?” tanya Putra dan Revan bersamaan, keduanya menoleh dan menatap Bintang aneh.

Bintang mengangguk. “Iya.”

“Lo bego apa gimana?” tanya Putra.

“Tolol kayaknya dah.” sahut Revan menggaruk pelipis dengan pensil yang ia pegang.

Bintang menyengir kikuk, ia berjalan mendekati kasur dan kembali diam. Laki-laki itu memperhatikan meja belajarnya yang bersih, tidak ada tempelan sticknote disetiap sisinya seperti meja belajar milik kedua temannya. Buku-buku miliknya sudah lawas dan itu masih rapih. Tandanya, belum pernah ia sentuh. Bahkan, sebagian banyak adalah komik, bukan buku mata pelajaran. Beda dengan kedua temannya, buku tebal berisi materi dan kumpulan rumus.

“Belajar gimana sih?” tanya Bintang masih memperhatikan meja belajarnya.

Putra yang pertama menoleh, Revan sendiri sudah menjatuhkan kepala diatas meja.

“Ya baca, terus hafalin kalo bisa, dipahamin biar ngerti.”

Bintang menggaruk kepala belakangnya lalu bangkit berdiri, ia mendekati meja belajarnya lalu duduk.

“Baca.” gumamnya menyiapkan diri.

Putra melirik Bintang yang menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Laki-laki itu mengernyit tipis lalu menggeleng beberapa kali. Ia tidak heran, Bintang memang seperti itu. Selalu tidak jelas. Jadi, Putra kembali berpaling pada kerjaannya tanpa bertanya banyak pada Bintang. Walaupun ia menyempatkan diri memandang fotonya dengan Hana yang Putra sengaja tempel dimeja belajarnya. Putra mengusap gambar Hana dan tersenyum lebar. Seolah mendapat semangat hanya lewat sebuah foto.

Bintang yang melihat itu sempat termenung, sebersit pemikiran muncul dikepala.

Apa ia harus menempel fotonya dengan Rasha?

Bintang memiringkan kepalanya sedikit, berfikir. Lalu, ia melihat kondisi meja belajar Revan. Disana tidak ada foto gadis ataupun foto Revan dengan Ranti. Hanya ada foto mereka bertiga, yang diambil sebelum berangkat camping beberapa saat lalu.

“Ah, nggak usah, gak penting.” gumam Bintang memutuskan ketika kepalanya terus bersahut-sahutan untuk berpendapat.

Dan, keputusannya adalah, Bintang enggan menempel foto dimeja belajarnya. Bukan enggan, tetapi belum ingin.

Bintang mengambil pena ditempat pena yang diisi dengan banyak pena dengan motif berbeda-beda dan... unyu.

Ia lalu mengambil tasnya untuk mengambil buku kosong dan mencari buku paket Biologi.

Shooting StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang