SS :: 38

857 59 1
                                    


BINTANG rasanya ingin terbahak keras-keras namun harus ia tahan tatkala Rasha menatap nya tajam dan mengancam agar tidak mengeluarkan sedikitpun suara. Namun, Bintang tidak bisa. Karena tepat ketika ia menyodorkan sekaleng soda dan Rasha menerimanya. Bintang tertawa keras.

Rasha mendengus. “Diem lo.”

Bintang masih tertawa. Sungguh ia geli. Kenapa Rasha tiba-tiba datang sambil menangis adalah karena kelakuan Revan yang membohongi Rasha jika Bintang akan sekolah keluar negeri dan besok akan pergi.

Konyol.

Bagaimana bisa otak selimit Bintang kuliah di luar negeri?

“Sha, lo tuh pinter kenapa bisa dibegoin sih?” tanya Bintang mengusap sudut matanya yang berair karena terlalu sering tertawa.

Rasha menghela napas panjang dan segera melempar kaleng soda ditangannya kearah Bintang hingga mengenai kepala laki-laki itu.

Fuck, man,” ringisnya ketika telinganya berdenging setelah terlempar kaleng soda.

“Sha, lo mau bunuh gue?” tanya Bintang masih meringis.

Rasha melotot. “Iya, kenapa? Mati aja deh lo biar gue nangis nggak sia-sia.”

Bintang malah terkekeh. “Ah, ntar lo malah nangis kek bayi. Kasian lah gue.”

“Diem lo, onta. Jijik gue dengernya.”

Bintang terkekeh, ia mendekatkan diri pada Rasha dan merangkul gadis itu. “Gue nggak pergi, Rasha. Jadi lo jangan khawatir. Gue nggak bakal pergi jauh-jauh, mungkin lo yang bakal pergi. Lo kan pinter, sedangkan otak gue limit. Mana ada universitas yang nerima gue.”

Rasha melirik. “Emang lo nggak mau kuliah?”

Bintang mengedikan bahu. “Ntah lah, jangan dibahas. Gue males.”

“Lo nggak malesnya tuh di hal apa?”

Bintang tersenyum evil. “Hal... tentang... Lo cium gue tadi mungkin?”

Rasha mendelik, menghempas tangan Bintang di bahunya dan menginjak kaki Bintang keras-keras. “Gue khilaf.”

Bintang yang awalnya meringis dan hendak mengomel pun gagal karena yang terjadi malah ia terkekeh geli. “Halah, kalo lagi aja nggak nolak kan.”

Mata Rasha makin membola. “Sekali lagi lo bahas itu, gue nggak bakal mau deket-deket lo lagi.”

“Jangan gitu,” kata Bintang, “nanti lo nangis karena kangen gue lagi.”

“BINTANG!”

“Oke, gue berhenti.” Bintang bungkam saat Rasha berseru dengan ekspresi marah.

Bahkan laki-laki itu kini menciut. Kedua kakinya berdempetan tanpa jarak dan kepalanya menunduk, memperhatikan kuku-kuku jarinya yang mulai memanjang.

“Nggak usah kayak banci.” ujar Rasha lagi.

Bintang melirik. “Kenapa emang? Mau banci atau bukan juga lo udah terlanjur suka.”

“Terserah.” jawab Rasha ketus.

Bintang menipiskan bibirnya, tubuhnya pelan-pelan ia dekatkan lagi pada Rasha. “Sha,”

“Hmm.”

“Ngomong-ngomong, lo nulis apa di kertas kapsul waktu?”

“Supaya masa depan gue nggak suram kalo gue suka sama lo.” jawab Rasha cuek.

Bintang kembali menipiskan bibir, tertohok dengan jawaban Rasha.

“Jadi lo serius nggak bakal ke luar negeri?” tanya Rasha beralih kepada Bintang setelah sedari tadi terus menatap depan.

Shooting StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang