SS :: 15

1.2K 59 3
                                    

• Titik Berubah •

BESOKNYA, ketika Bintang baru keluar dari lab komputer, laki-laki itu langsung diserbu oleh kedua temannya yang selama didalam lab tak bisa bertanya apa-apa lantaran Bu Evi sedang sensitif.

Bintang diseret kekantin. Revan dan Putra duduk dihadapan Bintang, siap mengintrogasi sekaligus mencecar temannya itu.

“Apa-apaan nih?” tanya Bintang protes ketika tubuhnya masih ditarik-tarik padahal bokongnya sudah mendarat dikursi.

“Oi, bejo. Lo upload foto siapa, hah? Gue kira lo homo, ternyata lo bisa suka cewek juga ya, Rak.” kata Putra dengan senyum tengilnya.

“Siapa yang cantik, Rak? Rasha? Lo kan kemaren seharian bareng dia. Foto yang lo post juga dipinggir pantai. Wah, Rakandika sudah berani tancap gas, gengs.” Revan ikut-ikutan alay.

“Ye nih mulut emang dasarnya gak ada adab jadi fitnah aja kerjaannya.” Bintang menarik kedua kepala temannya yang ada didepannya hingga saling berjedutan. “Mending lo orang ngomong yang berfaedah dikit. Jangan ngomongin gue. Pahala lu orang gue mintain besok diakhirat. Sumpah, beneran gue.”

“Kebanyakan cincong lu kayak bencong,” kata Putra, “tinggal jawab aja pake ngomong dari jawa sampe Afrika! Basi, Rak.”

“Ye si anjing,” Bintang menatap kedua temannya jengah. “Lo bedua kan tau gue suka fotography, kenapa banyak tanya? Gue juga sering post foto yang gue ambil dari akun Indramata.”

“Tapi yang lo upload kemarin gak ada diakun Indra-indra itu, Sukidi.” sahut Putra lagi.

“Ye, emang gue suka stalk tuh akun doang. Jangan banyak tanya lah, gak penting lu pada. Intinya nih, gue sama Rasha kemarin kesesat dihutan bukan dipantai. Kalo dipantai namanya liburan bukan kesesat. Bego lu.” ujar Bintang panjang lebar dan terselip dusta dikalimatnya.

Revan mendengus kecil, lalu bangkit berdiri untuk mengambil pesanan ketopraknya. “Gak asik lo, Rak. Iya-in aja ngapa biar lucu.”

Putra tergelak, sedangkan Bintang mencibir kesal.

“Lo pesen apa cepet, Put.” tanya Revan pada Putra.

“Bayarin gua ya, Rak?” tanyanya pada Bintang. “Gue bakso, banyakin kuahnya, sama nasi kasih dikit.”

“Ogah amat gua bayarin lo.” ucap Bintang.

“Yaelah, Rak. Gue udah terlanjur pesen.”

“Ya bayar sendiri lah.”

“Duit gue ditas.”

“Semua-semua aja ditas. Lo monyetnya Dora?!” kata Bintang menyindir.

Putra mendecak. “Ck, kapan lo baik ke gue dah, Rak.”

“Jajan gue yang gue bawa camping abis disapa?”

Putra menyengir.

“Ngomong difilter dulu, Put. Jangan asal ceplos. Untuk gue masih baik ke lu.”

“Yaelah Pak Haji baper.” sahut Putra yang kembali membuat Bintang mendengus.

Ketika mereka tengah menunggu Revan yang membeli pesanan, Rasha tiba-tiba memasuki kantin dengan laki-laki dibelakangnya. Bintang memperhatikan, sedangkan Putra tidak menyadari kehadiran Rasha yang memasuki kantin.

“Rasha, lutut kamu udah sembuh? Ini aku bawa obat buat kamu. Atau kita mau kerumah sakit aja?”

Bintang mengernyit melihat laki-laki yang masih berusaha mengajak Rasha berbicara itu, padahal Rasha nampak cuek-cuek saja. Boro-boro menyahuti, nengok pun tidak.

Shooting StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang