• Mungkin •
HUJAN sedang turun dengan deras ketika lagu Dari Mata milik Jazz terdengar diseluruh sisi asrama. Sore itu, Bintang tengah sibuk duduk diatas meja panjang diruang laundry. Laki-laki itu tidak ikut bersama Putra diruang santai untuk mendengar Difta dihari rabu ini. Ia masih malas bertemu dengan Putra yang baru kembali tadi pagi. Jadi, Bintang memilih menyendiri diruang laundry dengan laptop yang tengah men-copy foto-foto hasil jepretan kameranya. Sambil mengangguk-angguk, laki-laki itu menunggu hingga foto itu selesai di copy diponselnya.
Bintang memandang keluar jendela yang tidak tertutup. Matanya menelisik beberapa orang yang lari-larian mencari tempat berteduh, dan matanya terpaku pada gadis yang masih berdiri dihalte bus menunggu hujan reda. Perlahan, sudut bibirnya sedikit tertarik keatas ketika menyadari gadis itu tidak lagi memakai seragam ketatnya, melainkan seragam yang diberikan Bintang sebelumnya.
Rasha tidak lagi dipandangi dengan nafsu oleh cowok-cowok disekitar gadis itu. Rasha dipandangi dengan kagum ketika rambutnya bergerak oleh angin dan membuat wajahnya tetap cantik walaupun selalu bereskpresi datar. Hal itu lagi-lagi mampu membuat senyum Bintang mengembang makin lebar. Lagu romantis yang tengah terputar makin membuat Bintang tersenyum hangat.
Namun, ketenangan Bintang yang tengah memperhatikan Rasha buyar ketika Revan datang tiba-tiba dan tak sengaja terpeleset hingga menabrak pintu masuk laundry.
Bintang tersentak, lalu menoleh dengan cepat. Matanya yang membola kembali normal ketika melihat Revan.
“Anjing.” umpat Revan sambil loncat-loncat ketika mata kakinya menghantam pintu.
Bintang mendecak pelan, lalu berpaling pada laptopnya yang sudah selesai men-copy semua foto-foto kemarin. Setelah itu, Bintang kembali men-copy foto-foto itu ke ponselnya.
“Ngapain lu, Rak?”
“Copy foto.”
“Hah? Lo pengen kopi?” sahut Revan budeg, laki-laki itu memasukan baju-baju kotornya dari keranjang ke mesin cuci.
“Lagi copy foto, tuli!” semprot Bintang.
Revan mengangguk, lalu menyengir. “Gue kira, kuping gue sakit masihan soalnya.”
“Kenapa emang?” tanya Bintang.
“Kemasukan air pantai kayaknya. Biar sembuh gimana ya, Rak?” tanya Revan mendekat pada Bintang setelah mesin cucinya berputar.
“Ke THT.” sahut Bintang asal masih fokus pada laptopnya.
“Serius, Rak? Mahal nggak ya?”
“Ya mana tau, bego. Lo pikir gua dokter kuping?” kata Bintang geleng-geleng kepala.
“Rak,”
Bintang hanya menggumam sebagai sahutan.
“Lo marah, ya?” tanya Revan.
Bintang menoleh, memperhatikan Revan yang sudah duduk dimeja yang lain.
“Kenapa lo berfikiran gue marah?” Bintang balik bertanya.
Revan menaikan kedua bahu, lalu menelengkan kepala kearah Bintang. “Lo nggak ikut camping, dan ternyata lo tersesat. Yah, gue tau lo kesel mungkin. Cuman, asal lo tau aja. Gak ada lo kemaren tetep ada yang aneh.”
“Lebay.” sahut Bintang enteng.
“Gue beneran, Rak. Yaelah lo mah gak bisa diajak serius.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Shooting Star
Novela JuvenilIni tentang Rasha dan Bintang. Rasha Sasikarani. Dan, Bintang Rakandika. Rasha yang cantik, angkuh, sombong, dan keras kepala. Juga, Bintang yang lucu, tidak sombong dan cukup menyenangkan walaupun terkadang emosinya sulit dikontrol. Rasha adalah ga...