ADA yang berbeda dalam segala hal. Jika biasanya ia bangun pagi karena suara seruan kedua temannya yang bodoh dan bau apek kedua temannya yang tidak mandi karena kebetahan belajar. Sekarang tidak ada.Jika setiap siang mereka turun ke kantin membeli makanan dan mengejek satu sama lain. Sekarang tidak ada.
Jika setiap sore mereka bergantian mencuci pakaian di laundry, kini tidak ada.
Hari berganti hari. Dan yang Bintang rasakan adalah makin suramnya hidup dia saat ia sadar jika hari ini ia memang harus benar-benar pindah dari asrama.
Matanya terbuka lebar meskipun tubuhnya masih terbaring pada amben kecil yang kasurnya pun sering menjadi keluhan karena terlalu keras. Tapi, lucunya, sekarang ia enggan untuk pergi dari tempat ini.
Bola matanya melirik ke masing-masing dua kasur yang lain.
Revan dan Putra.
Keduanya telah pergi.
Putra pergi dari asrama semenjak kejadian malam itu. Dimana Putra sama sekali tidak ingin mendengar penjelasannya karena kecewa mendominasi diri Putra malam itu.
Setiap mereka bertemu dijalan, Bintang selalu mencoba membenahkan namun Putra enggan. Ia memilih pindah dan mengakhiri segalanya. Dengan Bintang dan dengan segala hal.
Bintang menghembuskan napas berat. Ia berangsut duduk, mendekati meja belajarnya dan kembali mencelos saat melihat jejeran foto polaroid ketiganya. Ia menatap meja belajar Revan.
“Siapa tau lo kangen kan. Lo bisa liat meja belajar gue dan inget kalo gue pernah duduk disini.”
Ah, Bintang teringat ucapan Revan sebelum hari itu.
Jadi, itu alasannya?
Bintang tersenyum kecut, menghampiri meja belajar tersebut dan seketika rindu menghampiri.
Ia rindu melihat Revan yang tertidur dimeja ini karena kelelahan belajar.
Ia rindu melihat Revan dengan wajah tolol menempel banyak foto yang akhirnya pun, ditinggalkan oleh laki-laki itu.
Bintang menyugar rambutnya dengan kedua tangan sebelum menjambak rambutnya sendiri pelan dan mulai terhisak lagi.
“Tolol.” umpatnya ketika melihat foto-foto mereka lagi.
Sungguh.
Bintang hancur karena rasa bersalah.
***
Ketika matahari mulai berada ditengah-tengah atau pukul 12 siang tepat. Salsa berada dihalaman depan asrama yang sepi dan berlari cepat menuju balkon asrama lantaran panas matahari menyengat kulitnya dengan sangat. Namun, langkahnya yang akan dibawa masuk kedalam gedung berhenti saat melihat Putra berdiri di balkon dengan pandangan menuju dalam tanpa niat untuk masuk sama sekali.
Salsa tercenung.
Dia sudah tahu ceritanya.
Bertengkar nya mereka berdua dirumah malam itu membuat Salsa tidak dapat berbuat banyak selain diam dan mendukung Bintang sepenuhnya.
“Kalo mau masuk tinggal masuk.” ucap Salsa berhenti disebelah Putra.
Putra melirik. Melihat yang mengajaknya bicara adalah Salsa, laki-laki itu bersiap untuk melangkah pergi.
![](https://img.wattpad.com/cover/100328277-288-k326116.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Shooting Star
Teen FictionIni tentang Rasha dan Bintang. Rasha Sasikarani. Dan, Bintang Rakandika. Rasha yang cantik, angkuh, sombong, dan keras kepala. Juga, Bintang yang lucu, tidak sombong dan cukup menyenangkan walaupun terkadang emosinya sulit dikontrol. Rasha adalah ga...