SS :: 35

927 60 0
                                    


SETELAH mengantar Salsa sampai dirumah. Bintang segera kembali ke asrama. Laki-laki itu memasuki kamar tepat pukul tujuh, dan didalam sudah ada Putra yang sibuk dengan buku detik-detik UN dan berjilid-jilid materi disekitar laki-laki itu. Mata Bintang menelisik kamar, Revan masih belum terlihat.

“Revan dikamar mandi?” tanya Bintang meraih handuk dari gantungan.

“Kaga, belom balik dia. Coba lo telpon deh. Sok sibuk bener tuh bocah lama-lama.”

Bintang beroh sebentar. “Gue mandi dulu kali, ye.”

Putra hanya mengangguk. Bintang sendiri langsung memasuki kamar mandi. Dibawah guyuran shower, Bintang banyak berfikir. Mulai dari kejadian Dinar, Salsa yang makin dewasa dan Bintang mensyukuri itu, kemudian memikirkan bagaimana cara Putra move on nanti, dan juga memikirkan ada apa antara Revan dan Rasha. Bahkan, setelah kunjungannya usai tadi, Bintang segera menghubungi Rasha namun tidak diangkat oleh gadis itu. Dan ketika Bintang menghubunginya lagi, nomor Rasha sudah tidak aktif.

Benar-benar aneh.

Apa Rasha masih datang bulan hingga marah segitunya karena Bintang menyebut makanan Rasha asin?

Bintang menggeleng. Menuangkan shampoo dikepala dan keramas dengan cepat. Setelah selesai, Bintang segera mengenakan celana didalam kamar mandi dan keluar bertelanjang dada sembari mengeringkan rambutnya.

“Coba lo aja yang telpon, Put.”

“Gue nggak ada kuota.”

“Wifi asrama lah, bego bener sih lo.”

Putra memutar kepala untuk menatap Bintang. “Gue masih tahap move on, oke. Dan dasar move on adalah menjauhi segala sesuatu yang berakibat stalker. Lo tau akibat kekepoan seseorang dan berakhir stalker adalah sakit hati. Gue nggak kuat saat gue tahu she's looks so fine without me even she's better than with me. Sumpah, itu hal paling menyakitkan.”

“Setan alas, Put. Drama lo najong.”

Its a fact, Raka. Plis lo mengertilah. Gue tau lo nggak pernah ngerasain betapa mabuknya jatuh cinta. Tapi gue harap jangan deh, kalo udah putus kayak gue nih ya sakitnya juga keterlaluan.”

Bintang memutar bola matanya jengah, ia mendekati kasurnya dengan handphone ditangan karena sebelum mandi tadi ia meletakan handphonenya didekat westafel.

Ia men-scroll  nama Revan dikontaknya dan segera menyentuh tombol calling dilayar.

“Nggak diangkat, anjir.” gumam Bintang heran.

Ia kembali menghubungi Revan. Namun bukannya diangkat, Revan malah mengirimkannya sebuah pesan.

Repan : gue lgi les, dont call me if  its not important

“Halah sok, ketek banci,” gerutu Bintang sembari membalas pesan tersebut.

Bintang : gue mencoba perhatian buat lo mblo. gue khawatir. tai lo emang

Repan : haha thx bye

“Ih cah asu, emang.”

“Ngapa?” tanya Putra.

“Lagi les dia.”

Putra manggut-manggut. “Untung kelakuan dia berfaedah. Nggak kayak lo.”

“Dih, mikir. Yang ngegalau sampe mau bunuh diri tuh sapa dah.”

Putra menghela napas. “Lo sendiri ngapain? Seharian kelayapan.”

Shooting StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang