• Bermalam Berdua •
MEREKA memang sampai dipantai.
Tapi, bukan pantai dimana diselenggarakan camping disana. Mereka ada disebuah pantai tidak berpenghuni. Hanya ada deru ombak yang tidak tenang, batang-batang pohon yang mati ditempat, dan pohon kelapa yang memenuhi pinggiran pantai.
Mereka benar-benar tersesat.
Namun, Bintang tampak lebih tenang dari sebelumnya. Setidaknya, mereka berada ditempat lebih layak daripada hutan.
Dengan langkah terseok karena kakinya terseleo, Bintang mendekat pada bibir pantai. Membersihkan kaki setelah sepatunya ia letakan didekat Rasha yang duduk diatas batang kepala sambil berusaha menghubungi seseorang.
Bintang menoleh pada Rasha sebentar. Rasha masih bingung dan lelah terpancar diwajahnya. Tapi, Bintang tidak tahu harus melakukan apa karena ia sama-sama tersesat.
Laki-laki itu menghela napas, tubuhnya terbungkuk untuk membersihkan kakinya yang kotor dan sedikit berdarah. Setelah itu, ia kembali menoleh pada Rasha.
“Sha! Sini deh,” panggil Bintang.
Rasha menoleh.
“Sini!” suruh Bintang menyuruh Rasha mendekat.
Tapi, Rasha belum bergerak, bahkan bersuara untuk membalas ajakan Bintang.
Alhasil, Bintang memilih mendekat. Dan berdiri didepan Rasha.
“Jangan difikirin, gue juga bingung soalnya.” kata Bintang pelan.
Rasha diam, memencet tombol lock berkali-kali di ponselnya hingga layarnya berkedap-kedip. Rasha berharap, sinyal ada diponselnya. Tapi berkali-kali ia berharap, sinyal tetap kosong. Dan hal itu membuat Rasha menahan dongkol.
Bintang menghela napas melihat itu, dan berangsut duduk disebelah Rasha.
“Lo disini sama gue aja frustasi gitu. Tadi bilang sok-sok berani kalo kesesat sendirian.” kata Bintang mencibir, cowok itu melirik Rasha sekilas.
“Lo laper?” tanya Bintang. “Jangan diem aja. Kalo laper bilang, gue males kalo lo mati kelaperan. Gue gak bawa cangkul soalnya buat ngubur lo.”
Rasha sontak bersungut, menatap Bintang dengan mata memincing.
“Serius.” ujar Bintang meladeni ekspresi Rasha.
“Lagian pantainya bagus kok, Sha. Bayangin aja kita camping disini, terus,” ucapan Bintang berhenti, rasanya ia seperti tersedak.
Rasa tidak terima karena ia tersesat kembali timbul, dan hal itu membuatnya muak. Andai saja, ia tidak mengikuti Rasha. Pasti bukan begini akhirnya. Tapi, lagi-lagi ia berusaha berfikir jernih. Semua ini bukan kesalahan Rasha, semua salah ia sendiri karena memutuskan untuk mengikuti Rasha.
“Kenapa lo?” tanya Rasha ketika Bintang diam.
Bintang mengacak rambutnya, dan menendang pasir walaupun setelahnya meringis karena kakinya masih nyeri.
“Gue kecewa banget, anjir. Gue udah bayangin gimana asiknya camping dipinggir pantai. Hidupin kembang api malem-malem, nyanyi bareng temen-temen, dan main truth or dare sama Revan Putra. Tapi,” Bintang menjeda, mendesis dongkol dan kembali menendang pasir dengan kakinya yang tak memar.
“Gue disini.” lanjutnya dengan suara parau.
Terlihat jelas Bintang hendak menangis.
“Cengeng.” cibir Rasha pelan.
![](https://img.wattpad.com/cover/100328277-288-k326116.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Shooting Star
Fiksi RemajaIni tentang Rasha dan Bintang. Rasha Sasikarani. Dan, Bintang Rakandika. Rasha yang cantik, angkuh, sombong, dan keras kepala. Juga, Bintang yang lucu, tidak sombong dan cukup menyenangkan walaupun terkadang emosinya sulit dikontrol. Rasha adalah ga...