SS :: 31

1K 66 3
                                    

• Euforia •

TAHUN ketiga masa putih abu-abu sudah berada diakhir perjalanan. Beberapa bulan sekali akan terjadi pertempuran dengan soal-soal dalam kertas. Asrama pada malam hari tidak pernah gelap. Selalu terang dari kejauhan. Semua lampu dalam kamar selalu hidup, membuktikan jika siempunya kamar tengah bekerja keras demi sebuah nilai sempurna.

Bintang menghela napas ditempat duduk, buku terbuka diatas meja namun matanya tak fokus pada buku tersebut. Matanya menatap sendu pada sebuah foto yang ditempel Revan disitu. Foto mereka bertiga saat hendak camping beberapa saat lalu. Senyum ketiganya begitu menyenangkan dilihat, dan hal itu mengganggu Bintang belakangan ini.

Bintang berfikir, kedua temannya memilik impian yang sama berbobotnya. Putra yang ingin masuk fakultas hukum. Dan Revan pada fakultas kesehatan. Semua itu harus memiliki bekal yang mantab, teori dan mental. Tetapi teman mereka yang satu ini, jauh dari itu semua. Impian pun tak punya, bagaimana mereka akan bersama sampai sukses nanti?

Bintang menunduk, memberantaki rambut belakangnya kemudian menghela napas panjang.

"Stress lo, ya."

Bintang menaikan pandangan ketika mendengar suara Putra.

"Gue juga," ujar Putra duduk diranjangnya, "lo punya duit nggak?"

"Ngapa? Laper lo?" tanya Bintang.

"Kaga," jawabnya, "dikit sih, hehee."

Bintang mendengus. "Makan rumus aje lo sono sampe mabok."

"Mana enak bego," kata Putra pelan, "pantai, yuk."

"Dih," Bintang melirik, "atas dasar apa lo ngajak ke pantai?"

"Kita belom pernah bener-bener liburan bertiga, kemaren camping lo pake acara kesesat segala."

Bintang mencibir. "Bilang aja lo stress tapi pengen refreshing gratis."

"Muehehe," Putra nyengir, "mau nggak lo? Gue calling Revan, nih."

Bintang terdiam, berfikir sebentar. "Revan dimana emang?"

"Lagi nyuci tadi sih dia bilang."

"Okay, gue balik kerumah bentar."

"Ngapain? Mau pance lo, ya."

"Lo mau ke pantai jalan?" tanya Bintang sewot.

Putra kembali nyengir. "Oke, jemput gue bosku. Dihalte deh."

Bintang hanya mengangguk, kemudian beranjak berdiri. "Jangan banyak polah lo, ya."

"Kaga, sans ae dah."

Bintang hanya mengacungkan jempol, kemudian keluar dari kamar. Hari ini hari sabtu, namun asrama masih ramai. Jarang yang kembali kerumah lantaran besok senin sudah mulai Try Out. Laki-laki itu melangkah menyusuri lorong asrama, matanya meneliti keadaan asrama yang dipenuhi dengan anak-anak bermata empat alias berkacamata. Sebenarnya sekolah Bintang adalah sekolah yang berisi anak-anak cerdas kecuali Bintang sendiri ia rasa. Tidak memperdulikan raut penghuni asrama yang frustasi abis, Bintang memilih keluar dari gedung asrama. Ia menghentikan taksi dipinggir jalan lalu masuk setelah mobil itu berhenti. Disepanjang jalan, Bintang hanya mengamati jalanan yang lumayan ramai karena hari ini weekend.

Disela-sela jalanan yang ramai tersebut, matanya menyipit tatkala menemukan sesuatu yang sangat familiar dimatanya. Ia melihat Revan, laki-laki yang membuatnya tersenyum sembringah kemudian cepat-cepat membuka jendela taksi tersebut. Bintang hendak berteriak menyerukan nama sahabatnya itu namun terurungkan ketika ia melihat Revan menoleh kebelakang, pada seorang gadis yang melangkah menghampiri Revan.

Shooting StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang