• Idiot Friends •
MALAM mulai datang ditemani dengan angin dan cahaya bulan. Didepan, terdapat gulungan air yang suaranya bergemuruh namun tetap mampu menenangkan hati. Dan seperti itu lah yang dirasakan Revan. Laki-laki itu duduk dengan kaki terlipat didepan dada, kedua tangannya melingkar dikedua lutut dengan mata yang menyipit menatap depan. Api unggun didekatnya menghangatkan tubuhnya selama sepuluh menit berjalan ini. Ia baru saja selesai membuatnya. Ya, malam ini mereka akan membuat barbeque dipinggir pantai dan semua sudah mendapat tugas masing-masing.
Revan dan Putra ditugaskan untuk membuat api unggun, dan saat ini sudah kelar namun sosok Putra menghilang tiba-tiba setelah izin akan buang air kecil namun tidak kembali sampai sekarang.
Bintang sendiri yang kembali paling akhir tadi sore terpaksa harus membantu perempuan menyiapkan segala hal termasuk membawa keperluan ke pinggir pantai. Karena laki-laki itu mandi paling terlambat dari laki-laki yang lain.
"Pan, batuin kali, eeq lo malah duduk-duduk sok cantik. Dikira villa sampe sini sedeket mulut sama idung?!"
Revan menoleh ketika disemprot oleh Bintang dibelakangnya, tengah menata panggangan. "Kalem kali, Rak. Gue lagi relaksasi."
"Relaksasi tai lincung."
Revan tertawa. "Yoo, gue bantu dah. Bawel lo emak-emak bunting."
"Dih," Bintang mendengus, ia melangkah lebih dulu untuk kembali ke asrama dan membiarkan Revan mengekor dibelakangnya.
"Rak," Revan berlari dan langsung merangkul bahu sahabatnya itu, "utang gue ke lo berapa?"
"Hah?" Bintang menoleh, rautnya benar-benar bodoh seperti otaknya, "lo bilang apa sih bego."
"Lo bukan anak TK lagi. Sok nggak ngerti lo. Bego banget berarti."
Bintang menyikut pinggang Revan secara spontan sebagai tindakan bahwa ia jengkel dikatai seperti itu. "Ati-ati lo ngomong. Balik ke keturunan lo mampus."
"Apasih lo bawa-bawa keturunan. Emang kita masih hidup sampe punya turunan?"
"Ya semoga aja lo kagak gue masih."
Revan mencebik. "Gue tanya serius, Rak."
"Kenapa emang sih? Lo mau bayar? Gue males dicicil."
"Lambe," Revan melepas rangkulannya, "ngomong sama lo emang nggak bener."
"Kapan cowok benernya, bang. Salah mulu emang." gerutu Bintang.
Revan mendecak. "Putra mane?"
"Boker."
"Serius?"
Bintang menatap Revan. "Serius lah. Nggak percaya amat lo sama gue."
Revan reflek menyengir. Tubuhnya yang sebelumnya berjauhan dengan Bintang kini kembali dekat. Tangan kanannya kembali berpangku pada bahu Bintang. "Ya abis temen lo bego banget. Belom mulai juga udah boker. Kan goblok."
"Lo kayak nggak tau otak sama pikirannya Putra sih, Rep. Gue ragu nih kalo selama ini lo temenan sama Putra tuh tulus. Terpaksa ya lo. Apa jangan-jangan lo mata-mata?" cecar Bintang.
"Yaelah najis. Sok sih lo."
Bintang gantian menyengir. "Ya lo tau lah fikiran Putra nih gini. Gue mau makan enak jadi perut gue harus kosong biar muat banyak."
Mulut dan mata Revan melebar, kepalanya bergerak pelan untuk menghadap Bintang sebelum akhirnya tangannya mengusap-usap kepala Bintang dan ia tertawa renyah. "Anjir kok gue lupa, ya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Shooting Star
Novela JuvenilIni tentang Rasha dan Bintang. Rasha Sasikarani. Dan, Bintang Rakandika. Rasha yang cantik, angkuh, sombong, dan keras kepala. Juga, Bintang yang lucu, tidak sombong dan cukup menyenangkan walaupun terkadang emosinya sulit dikontrol. Rasha adalah ga...