SS :: 13

1.3K 58 0
                                    

• Kembali •

RASHA membawa langkah panjang-panjang menjauhi kantin rumah sakit setelah selesai makan dengan Bintang yang didominasi keheningan.

Gadis itu mencengkram tali tas birunya, merasa tidak nyaman karna diikuti oleh Bintang hingga tubuh semampai gadis itu sampai dilobby rumah sakit.

“Gak usah kayak penguntit.”

Bintang yang berada beberapa meter dibelakang Rasha lantas tertegun. Tidak menyangka bahwa Rasha akan menyadari keberadaan laki-laki itu. Kaki Bintang pun mundur satu langkah ketika Rasha memutar tubuhnya menatap Bintang dengan seringai samar dan tangan bersedekap.

“Gak usah ge-er!”

Rasha makin menyeringai lebar. Seperti biasa, memandang Bintang dengan raut meremehkan.

“Gue cuman nunggu bokap nyokap, kali! Najis amat dah gua ngikutin lo. Dikira lo artis? Lo sama upilnya Raisa aja jauh, Sha. Gak usah mimpi diikutin gue!” semprot cowok itu jengkel ketika Rasha kembali menampilkan ekspresi meremehkannya itu.

“Terserah,” katanya menurunkan kedua tangannya kesisi tubuh Rasha. “Dan, inget, jangan sebut nama gue.”

Bintang mendecih keras, membawa langkahnya maju mendekati Rasha. Laki-laki itu masih kagum dengan sosok Rasha. Gadis itu mampu mengubah sifat dan karakternya dalam hitungan jam dan ditempat yang berbeda. Sebelumnya, ketika mereka tersesat bersama, Rasha berubah menjadi rubah yang manis, tidak pernah menampilkan ekspresi meremehkannya dan sifat angkuh gadis itu. Tetapi, saat mereka kembali ke Jakarta, kenapa malah Rasha kembali menjadi sosok yang mampu dengan mudah memancing emosi Bintang?

Bintang menatap Rasha dongkol, lalu menarik anak rambut yang tidak terikat satu dengan rambut Rasha yang lain kebelakang telinga gadis angkuh itu. Rasha yang mendapat sentuhan fisik seperti itu sontak melotot dan memundurkan tubuhnya menjauh dari Bintang.

“Apa-apaan sih lo!” mata Rasha membola, gadis itu menatap Bintang sangat tajam.

Bintang menaikan kedua bahunya bersamaan, lalu mengulurkan tangan kanannya kearah Rasha. Rasha mengernyit, menatap tangan dan pemiliknya bergantian.

Rasha menatap Bintang aneh, lalu tersentak ketika tangannya ditarik paksa oleh laki-laki dihadapannya.

“Sebagai penutup dan berakhirnya tanggung jawab gue.”

Rasha makin heran.

“Karena kita udah balik ke Jakarta dengan selamat. Berarti tanggung jawab gue udah selesai. Makasih udah percaya sama gue, dan terimakasih banget lo gak repotin gue karena lo gak sakit-sakitan.” ujar Bintang dengan senyum lebar namun terkesan tidak berminat.

Laki-laki itu sampai membungkukan badannya didepan Rasha.

Rasha langsung menarik tangannya dengan kasar.

“Sinting.” gumam gadis itu sebelum membawa langkahnya pergi.

“Rasha!”

Dengan kedua alis saling bertautan, gadis itu menatap Bintang yang masih berdiri ditempat dengan cengiran lebar.

“Hati-hati!” seru Bintang lagi yang membuat mata Rasha makin membola.

Gadis itu menggeleng sekali, lantas mempercepat langkahnya keluar dari rumah sakit dan menghentikan taksi.

Didalam taksi, Rasha mengusap-usap keningnya beberapa kali. “Dasar bocah aneh, sinting, gila, gak punya otak, gak jelas.”

Rasha tidak habis fikir kenapa Bintang bisa sebodoh itu. Padahal, sisi lain dari Bintang lumayan baik. Namun, jika laki-laki bertubuh jangkung itu dalam kondisi sadar, sikapnya malah cenderung bodoh dan tidak normal.

Shooting StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang