SS :: 37

959 67 2
                                    

• Rindu •

Mereka pun setuju dengan ide Rasha membuat kapsul waktu. Setelah membereskan kaleng-kaleng bir dan mereka sembunyikan dibawah pot bunga tua. Mereka pun turun kebelakang gedung asrama. Dimana disana terdapat banyak pohon yang dibawahnya terdapat kursi-kursi semen yang dibentuk sedemikian rupa hingga seperti taman sederhana walaupun kadang disitu sepi karena anak-anak lebih suka dikamar ataupun di kantin.

Lampu-lampu taman cukup menjadi penerangan ketika Putra mulai menggali tanah untuk mengubur empat kertas didalam botol. Bintang diam saja disebelah Revan, dan Rasha ikut jongkok didekat Putra.

“Jadi kapan kita buka ini botol?” tanya Putra.

“Tapi setau gue ya, setiap kertas tuh satu botol.” ucap Bintang.

“Yaudah gue tanya lo punya botol nggak?” tanya Putra.

Bintang langsung diam.

“Banyak protes lo Otong.”

Yang lain terkekeh, kecuali Bintang.

“Lagian ini tandanya kita harus buka botol ini bareng-bareng.”

“Kapan?” tanya Bintang.

“Suatu saat, kalo kita sukses dan kita bertemu lagi.” jawab Rasha masih menatap tanah yang kini sudah Putra letakan botol dan mulai memendamnya.

Bintang terdiam, menatap Rasha lamat-lamat sebelum sadar apa yang ia lakukan salah.

“Kalian nggak lupa kan dipinggir kertas diselipin tuh surat buat siapa?” tanya Revan.

Semuanya mengangguk. “Sip deh. Jadi, kalo bukan buat lo orang, nggak usah dibaca.”

“Ya sih. Bawel.” Bintang sewot.

“Nih pohon bakal ditebang nggak?”

Revan mengedikan bahu, namun ia segera merogoh saku dan mengeluarkan paku besar. Ia mengambil batu dan menancapkan paku tersebut diakar besar pohon yang keluar sedikit.

“Nggak mungkin kan pohon ini ditebang sampe akar?”

“Tumben pinter.” Bintang mengusap kepala Revan.

“Tai lo. Lap kan? Tangan lo habis diberakin burung.”

“Tai lo.” dengus Bintang segera mengelap tangannya di wajah Revan. “Bau nggak tuh.”

“Najis sih.”

Bintang hanya tertawa.

“Udah yuk ah kantin gue laper.” ajak Putra setelah selesai dengan tugasnya.

“Bisa bayar nggak lo?”

Putra menyengir. “Yaelah gue bayar sendiri ini lah. Tapi minta gorengan.”

“Lah kerak wajan emang.” Revan menoyor kening Revan. “Lo mau ikut, Sha?”

Bintang dan Rasha tiba-tiba saling berpandangan tanpa kedua orang yang lain sadari.

“Nggak usah. Kayak nggak kenal Rasha aja lo. Pasti ditolak, yakan?”

Rasha terdiam. “Hmm, iya gue masih kenyang.”

Revan masih mengernyit, begitupula Putra.

“Udah yuk ikut aje, Sha. Nggak usah dengerin nih titisan kecoa. Lo ngobrol nya sama gue sama Revan aja. Jangan sungkan.” kata Putra.

Rasha menggeleng. “Gue mau belajar aja lagi.”

Setelah itu, Rasha melangkah pergi. Namun, sebelum benar-benar hilang. Ia menoleh lagi kebelakang. “Makasih ya. Udah mau jadi temen gue.” ucapnya lalu melanjutkan langkahnya lagi.

Shooting StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang