The Power of Makeup

5.9K 251 7
                                    

Maaf baru bisa update. Banyak kerjaan yg diselingi masalah juga.*eh, kok curhat yah😁😁😁

Happy Reading.

Maafkan Typo yang bertebaran dimana-mana😁

_____________________

Author pov

Flashback

Ajeng tidak pernah mengira akan segugup ini. Ini sudah ke lima kalinya dia bolak-balik ke kamar mandi sebelum memasuki ruangan rias khusus untuk pengantin pada gedung resepsi pernikahannya. Sebelum hari  pernikahannya dia selalu meyakinkan dirinya bahwa ini bukan apa-apa. Tapi nyatanya?

Ajeng masih tepekur menatap lantai salah satu kubikel toilet yang dia tempati. Kegiatannya sudah selesai semenit yang lalu, tapi dirinya masih betah duduk di closet setelah membetulkan celananya. Hanya duduk tanpa berfikir. Entah dirinya masih mengantuk atau nyawanya betul-betul belum kembali pada tubuhnya. Harusnya lima belas menit yang lalu dia sudah harus duduk di depan cermin meja rias untuk didandani. Dua jam lagi resepsi pernikahannya akan dimulai. Tapi dia masih betah duduk di dalam kubikel toilet itu.

Dirinya tersentak sadar dari kegiatannya menatapi lantai toilet ketika seseorang memasuki toilet dengan isak tangis, grasak-grusuk dan marah-marah tidak karuan.

"brengsek!" umpat suara perempuan di luar sana. "harusnya aku tidak terlalu percaya padamu. Berani-beraninya kau melakukan itu padaku" geramnya lagi dengan masih isak tangis.

"lihat saja. Akan ku balas kalian lebih sakit dari ini! Kalian benar-benar brengsek!" kini dia berteriak. Suaranya menggema di penjuru ruangan toilet. Beruntung ini masih pagi jadi tidak banyak orang yang akan masuk ke dalam toilet.

"dasar laki-laki brengsek! Katanya tidak akan selingkuh di belakangku! Nyatanya?" umpatnya dengan menghentak-hentakkan kakinya. Suara sol sepatunya kini menggema.

"lihat saja. Akan ku balas kau!" teriaknya lagi, tapi dengan suara bedebum. Seperti sesuatu sedang jatuh dengan sangat keras.

"aduuuuuhh...." rintihnya kini. "mengapa pagi ini begitu sial? Astagaaa... Sepatuku.... Patah...." rutuknya sedikit histeris.

Ajeng bangkit dari duduknya lalu melangkah keluar dari kubikel toiletnya. Matanya langsung menangkap sosok gadis cantik sedang terduduk di depan wastafel sambil memegang tumit juga sepatu dengan sol yang sudah terpisah dari sepatunya. Gadis itu menatap Ajeng. Ia segera tertunduk karena malu. Tapi terisak tanpa suara. Gadis itu nampak lebih tua dari Ajeng, tapi masih muda dan cantik

Ajeng mendekatinya. Lalu jongkok di depan gadis itu kemudian memijit lembut tumitnya. Dia tersentak lalu mendongak menatap Ajeng.

"sepertinya sakitnya double" ucap Ajeng sambil nyengir. "it's okay. Aku tidak punya niat buruk. Hanya berusaha sedikit membantu kalau kau mau." ungkap Ajeng kini fokus memijit tumit gadis itu.

Gadis itu masih menangis. Kini airmatanya tambah deras. Ternyata masih ada orang yang peduli padanya. Bisiknya dalam hati.

"kau bisa berdiri?" tanya Ajeng kini menatap gadis itu. "berhentilah menangis. Itu hanya akan tambah memperburuk keadaanmu" ungkap Ajeng sambil menyerahkan tisyu yang dia tarik dari rol tisyu dekat atas kepalanya. "jangan malu. Berdirilah. Ayo kita sama-sama membalas orang yang membuatmu menangis." ucap Ajeng lembut dengan senyum malaikatnya. Gadis itu terpana, tapi menurut ketika Ajeng berusaha membantunya bangkit dari duduknya.
"apa kakimu masih sakit?" tanya Ajeng sambil memperhatikan tumit yang ia pijit tadi. Gadis itu hanya menggeleng.
"baikalah. Ayo kita pergi membalas mereka tanpa tenaga." ungkap Ajeng dengan senyum penuh makna sambil menuntun gadis itu keluar dari toilet.

90 Hari untuk GeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang