Heavy (1.1)

2.9K 176 9
                                    

I'm holding on
Why is everything so heavy
Holding on
So much more than i can carry
I keep dragging around what's bringing me down
If just let gi, i'd be set free
Why is everything so heavy?
(Ajeng)

🎼Linkin park feat kiara "heavy"

______________________________________

Author pov


Ajeng berlari menyusuri halaman rumahnya, dia ingin segera sampai kedalam rumah untuk memastikan apakah benar Gerald sudah kembali dari Sydney. Pagi tadi dia memberanikan diri menghubungi Steve untuk menanyakan kapan kepulangan suaminya itu. Dan Steve menjawab bahwa semalam dia sudah berangkat dari sana, dan kemungkinan pagi ini dia sudah sampai di Indonesia.

Tiga hari setelah pertengkaran mereka, tiga hari itu juga Ajeng tak berhenti menghubungi Gerald. Tapi hasilnya nihil. Jika bukan di alihkan, Gerald mereject panggilannya. Dia sudah hilang akal, dan rasanya ingin gila. Dia hanya ingin menjelaskan apa yang terjadi dan menyelesaikan semuanya. Tapi, Gerald menghambat langkahnya.

Ajeng merasa hubungan mereka akan berakhir jika masalahnya ini tidak secepatnya diselesaikan. Semoga saja ini hanya firasat lalu saja. Dia sudah terlanjur terlalu cinta pada Gerald. Dia tidak tau harus bagaimana jika memang Gerald meninggalkannya. Jalan satu-satunya yang tersisa dari kepalanya adalah harus dia yang meninggalkan Gerald agar dia bisa belajar kehilangan dengan mudah, daripada Gerald yang pergi meninggalkannya.

Sangat sulit baginya. Terlalu sangat sulit malah. Apalagi saat ini dirinya sedang mengandung. Dia tidak mau, karena hanya masalah hal sepele seperti ini, anaknya menjadi korban. Semoga semua ini segera berlalu. Harapnya.

Ajeng kecewa ketika mendapati rumah itu kosong. Terlebih juga kamar mereka. Yang ada hanya tas dan koper Gerald yang tersimpan rapi didekat meja riasnya. Rasanya air matanya ingin  segera terjun saat itu juga dari pelupuk matanya. Dia selalu mengutuk hal ini darinya. Diantara Ibu dan Sania dialah yang paling tegar. Tapi kini, dia yang paling rapuh sekarang.

"Kemana dia?" gumamnya berlutut ditengah ruangan kamarnya. Dia sudah kelelahan. Harus naik ojek online hampir sejam dari rumah Ibunya, lalu harus berlari lagi masuk ke dalam rumah, hanya untuk mecari keberadaan Gerald. Dia segera merogoh kantong sweaternya, mengambil handponennya lalu segera menghubungi Melanie. Sekertaris suaminya.

-----------------------------

Ketukan sekali terdengar dari luar pintu ruangan Steve, lalu pintu itu terbuka dan orang yang mengetuk segera masuk tanpa dipersilahkan masuk lebih dulu. Steve yang tengah sibuk mempelajari dokumen-dokumen hasil kerja karyawan-karyawannya, terpaksa mengangkat kepalanya melihat siapa tamu lancangnya itu. Dia sudah tahu, salah satu sahabatnyalah yang datang.

"Kau sudah tiba?" tanyanya pada orang yang melangkah sangat cepat kepadanya dengan raut wajah yang tidak terlalu bersahabat padanya.

"Kenapa kau melakukan itu sendiri?" tanyanya tenang tapi dengan nada geram.

"Apa kau sudah menemui Ajeng dan minta maaf?" pertanyaan itu tak menyurutkan marah orang itu.

"Berhenti mengalihkan pembicaraan, Steve!!!" Gerald mulai tidak sabar.

"Ow... Ease, Man! Callm down" ucap Steve berdiri dari kursinya. Meninggalkan pekerjaannya dimeja kebesarannya, lalu perlahan mendekat pada Gerald. Gerald tak bergeming. Hanya matanya yang kalap memandang gerak Steve.
"Kau mau tau alasanku?" lanjutnya lalu bersandar pada sudut mejanya di dekat Gerald, sambil melipat kedua tangannya didepan dadanya.
"Karena aku yakin, kau tak mampu menyelesaikan masalah ini sendirian. Kau terlalu lama bergrak, Ge. Sedangkan barang-barang kita sudah terlalu banyak mereka jual" jelas Steve. Gerald menggeleng tak percaya mendengarkan penjelasan itu.

90 Hari untuk GeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang