Aku baru tahu kalau jatuh cinta itu semanis ini
(Gerald)
_______________________
Kaki-kaki itu masih saja bertautan sejak tadi. Matahari sudah hampir keluar dari peraduannya tapi mereka masih betah di sana. Berbaring diatas ranjang dengan tubuh yang masih ditutup selimut tebal milik Gerald.
Gerald memejamkan matanya dengan kepala diatas beberapa tumpukan bantal menyanggah kepalanya lebih tinggi dari gadis yang sekarang sudah menjadi wanita yang ia cintai di hatinya.
Sedangkan Ajeng sejak tadi masih tersenyum memandangi wajah yang sudah ia akui sebagai "Suami" itu sejak semalam, dengan jari telunjuk yang sibuk menari-nari di wajah Gerald. Sesekali menggambar bentuk hati pada luka-luka juga memar yang terlukis di wajah suaminya itu, dengan kepala beralaskan lengan kokoh Gerald.
Tidak ada satupun yang ingin beranjak dari posisi itu meski punggung mereka sudah panas berjam-jam di atas ranjang yang kini sudah tidak privasi lagi bagi yang empunya. Sekarang ranjang yang dulunya sangat terprivate, kini pemiliknya sudah rela dan ikhlas berbagi. Berbagi dengan wanita yang sudah ia akui sebagai Isterinya.
"apa ini tidak sakit?" tanya Ajeng masih saja menjamah luka-luka di wajah Gerald.
"hmm..." gumam Gerald tanpa membuka matanya. "rasa sakitnya sudah hilang karena kau mengobatinya." lanjutnya masih dengan mata tertutup.
"benarkah? Wah, hebat. Hanya di olesi salep tapi lukanya sudah tidak sakit lagi?"
"bukan. Bukan pada salepnya. Tapi karena wanita ini." jawab Gerald yang tiba-tiba saja memeluk erat tubuh telanjang Ajeng.
"wanita? Sepertinya aku terdengar sangat tua dengan sebutan itu."
"lalu mau ku sebut dengan apa? Gadis? Yang benar saja. Kita sudah melakukannya sebanyak tiga kali hingga pagi ini, dan kau masih ingin di sebut dengan sebutan itu?" ungkap Gerald terkekeh dengan dagu di atas kepala Ajeng.
"hya!! Berhentilah mengingat itu." geram Ajeng, yang membuat pelukan Gerald semakin erat dengan senyum diwajahnya. Ajeng semakin menenggelamkan wajahnya di dada bidang itu. Wajah Ajeng bersemu merah tiap kali mengingat apa yang mereka lakukan semalam.
Tiga ronde? Wah!!! Hebat. Gerald tidak pernah menyangka bahwa wangi vanila pada tubuh Ajeng membuatnya sangat tergoda untuk mencicipi gadis itu lagi dan lagi. Bahkan biasanya dia sudah kelelahan dengan Dayana hanya dalam satu ronde dan Dayana selalu menolaknya untuk melakukannya lagi. Antara sangat puas dan bahagia. Hanya itu yang ia rasakan ketika aroma tubuh Ajeng tercium oleh hidungnya. Sekarang dia sudah mendapatkan jawaban mengapa Akkaf memanggilnya "Choco" setiap dia pulang kerumah. Karena Ajeng pencinta Cokelat Vanila. Wangi tubuhnya bahkan sama seperti itu.
"kau tidak lapar?"
"tidak. Apa kau lapar? Jam berapa sekarang?" tanya Gerald sambil mengambil jam digital di atas nakas dekat tempat tidur.
"jam berapa sekarang? Aku harus bangun untuk memasakkan sarapan untuk kita."
"tenanglah. Ini masih sangat pagi."
"benarkah? Memangnya jam berapa sekarang?" tanya Ajeng mendongak untuk menatap wajah Gerald.
"tidurlah. Aku belum lapar." ucap Gerald lalu mengecup lama kening Istrinya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
90 Hari untuk Gerald
RomanceWarning (18+). *Ajeng : "Menikah, Ibu bilang? Setelah melihat ke dua kakakku bahagia dengan pernikahannya aku sudah mempersiapkan diriku jauh-jauh hari untuk menikah. Tapi, dengan siapa? Masih jamanka perjodohan? Oh, tidak. Jangan dengan cucu Eyang...