🎼I Could Live. Ost. Uncontrollably fond
Ini sudah mau masuk konflik ceritanya.
Mohon sabar yaaah😂
Happy reading guys.
Jangan Lupa Vote-nya pliisss😊
___________________________________________
Author Pov
Sudah hampir empat hari Gerald pergi. Dan empat hari itu juga Gerald tak pernah menghubunginya. Setiap Ajeng menghubunginya, teleponnya selalu saja sibuk. Jika sudah seperti itu Ajeng hanya menghembuskan nafasnya kasar. Dia pasrah. Lalu membuka pesan Gerald yang dia kirimkan untuknya dua hari yang lalu, karena dirinya tak henti-hentinya menghubungi suaminya. Apa yang salah dengan tingkahnya? Yang dia telepon- kan suaminya sendiri. Bukan suami orang. Pikirnya.
"Berhenti menghubungiku. Kau hanya membuatku tersiksa. Tunggulah beberapa hari lagi. Aku akan segera menyelesaikan masalah ini dan secepatnya pulang untukmu" begitu isi pesan yang dikirim Gerald dua hari yang lalu. Ajeng hanya bisa tersenyum kecut menatap pesan yang ada di ponselnya itu.
Ini baru empat hari dia ditinggal pergi oleh Gerald. Itupun ditinggalkan karena kerjaan. Bagaimana kalau Gerald meninggalkannya untuk waktu yang sangat lama? Ajeng segera menggelengkan kepalanya untuk menghilangka fikiran bodoh itu. Dia tidak mau itu terjadi.
Saat dirinya tengah duduk di balkon kamarnya sendiri, menekuri taman dan jalanan depan rumahnya yang basah karena hujan yang tidak henti mengguyur dua hari ini. Entah kenapa hujan kali ini sepertinya membawa duka. Entahlah. Semogah ini hanya perasaan lalu saja. Atau mungkin sekarang dirinya sedang galau karena Gerald sedang jauh disana, tak berada disisinya.
Semenjak dirinya hamil, dia selalu saja ingin berada disisi Gerald. Rasanya tak pernah ingin jauh. Apalagi sejauh bermil-mil jaraknya dan dipisahkan oleh dua negara seperti ini. Kemarin dirinya ingin sekali mengutuk kak Steve, karena dialah yang menyuruh suaminya itu pergi. Tapi, dia segera sadar. Jika saja dirinya sendiri tak mengijinkan Gerald pergi, mungkin Gerald ada disisinya kini.
Ajeng mencebik pemikirannya sendiri. Masih dengan kegiatannya tadi, menekuri jalan sambil memeluk kedua lututnya. Sesekali dia mengeratkan jaket Gerald yang ia pakai ditubuhnya, untuk mengusir rasa dingin. Wangi prianya itu melekat sangat dalam di jaket itu. Sesekali juga dia menciumi dalam wangi pada jaket itu. Dia benar-benar rindu pada suaminya.
Bosan menekuri jalan, dia memainkan ponselnya, lalu membuka media sosial instagramnya. Awalnya biasa saja ketika melihat postingan-postingan di berandanya. Tapi ada sesuatu yang menurutnya tidak benar ketika dirinya membuka profil Ig suaminya itu.
Niatnya dia hanya ingin melihat apakah foto yang ia tag saat dirinya meng-upload foto masuk pada beranda pemberitahuan Gerald. Dan betapa terkejutnya dia melihat foto suaminya itu bersama orang yang lain, yang di tag-kan oleh.....
"Dayana?" gumamnya heran ketika membuka foto itu.
queenday_dayana
SidneyStep by step. We will be back as before. Always love u @gerald_aarien😘
Kening Ajeng mengkerut dalam tanda tak mengerti. Foto itu terlihat biasa saja. Hanya saja Ajeng tak habis pikir. Dayana ada disana? Mereka sedang bersama? Lalu, apa maksud dari caption fotonya itu. Tiba-tiba saja petir yang bergemuruh tepat di atas langit sana. Membuat dirinya terkejuat luar biasa. Hatinya semakin tidak karuan.
"Semoga saja ini bukan pertanda hal buruk" gumamnya, lalu berdiri dari tempatnya dan beranjak masuk ke kamarnya. Karena sepertinya sebentar lagi hujan akan turun.
Tepat ia menggeser pintu kamarnya menuju balkon tertutup, handponenya berdering. Ajeng mengernyit lagi melihat nama sang penelpon. Itu adalah telepon yang ia tunggu-tungu selama ini.
"Dimama kamu?" Ajeng bahkan belum sempat mengucapkan kata "halo" ketika nada dingin itu terdengar.
"Aku dirumah. Kenapa?" tanyanya lebih heran lagi dengan suara dingin yang tak biasa itu.
"Apa yang kau lakukan di belakangku?" pertanyaan itu makin membuat Ajeng bingung. Dimana kata "kamu" yang dengan mudah berganti jadi kata "kau" itu?!
"Apa yang aku lakukan?" tanyanya balik makin tidak paham.
"Jangan pura-pura denganku. Aku sudah bilang, apapun yang kau lakukan dibelakangku aku bisa tau semuanya"
"Aku tidak melakukan apa-apa. Apa yang kamu maksud? Aku tidak mengerti" jawab Ajeng panik.
"Jangan pura-pura aku bilang!" teriakan diseberang sana membuat Ajeng terkejut untuk kedua kalinya.
"Aa...ku ti..dak mengerti, Ge" ucap Ajeng terbata.
"Apa yang kau lakukan tiga hari yang lalu bersama Jonathan?"
"Kak Jonath?" Ajeng mulai berfikir dan memutar memorinya pada tiga hari yang lalu. Itu ketika mereka berada di kampus. "Kami tidak melakukan hal yang salah" ucapnya selanjutnya.
"Kau!!!" ucap Gerald tertahan. Sepertinya dia sedang sangat marah.
"Dengar, Ge. Apapun yang kau lihat, atau kau dengar dari orang lain. Aku mohon jangan percaya begitu saja. Aku tau kau marah saat ini. Tapi, aku mohon dengarkan aku"
"Kebohongan apa lagi yang akan aku dengarkan dari mulutmu?" tutur Gerald kembali tenang tapi dengan dingin yang sangat mencekam, membuat Ajeng jadi takut.
"Kapan aku pernah membohongimu?"
"Membohingiku? Kau sudah sering berbohong padaku, Ajeng". Mendengarkan kalimat Gerald barusan membuat airmatanya tiba-tiba saja jatuh. Seakan seperti skenario tepat titik air matanya jat0uh, bersamaan juga rintik hujan diluar sana berjatuhan hingga hujan itu makin deras.
"Begitukah pemikiranmu padaku?" tanyanya menahan isakan.
"Sudahlah. Kau makin menambah kepusinganku saja" ungkapan Gerald berhasil membuat Ajeng tidak bisa menahan tangisnya lebih deras lagi.
"Kapan kau pulang?" tanyanya berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Melihatmu seperti ini dibelakangku membuatku tak ingin pulang" ungkap Gerald dingin, makin menambah kesedihan di hati Ajeng. "Sudahlah. Aku akan memutuskan sambungan telepon ini sekarang. Tidak perlu menungguku pulang!" ujarnya lalu sambungan itu benar-benar berakhir sekarang.
Ajeng jatuh terduduk dilantai, bersandar pada pintu kaca dorong, sambungan ke balkonnya yang baru saja ia tutup tadi. Tangisnya makin menjadi tapi yang ia dengar hanya suara hujan yang makin deras di luar sana.
Apa yang terjadi? Dia benar-benar tidak mengerti. Hatinya sangat kacau, bahkan mungkin hancur mendengar kalimat-kalimat dingin yang Gerald ucapkan tadi. Apa yang sebenarnya dia lihat? Apa yang membuatnya semarah ini? Dia merasa tak melakukan hal yang salah sedikitpun.
Ajeng terus saja membiarkan dirinya menangis. Dia membiarkan dirinya menagis, agar dia bisa mengurangi rasa sakit dihatinya. Semogah saja setelah dia puas menangis rasa sakit hatinya sedikit berkurang. Ini adalah rasa sakit yang pertama ia terima selama dirinya hidup.
"Masalah apa lagi sekarang, Tuhan?" bisiknya disela-sela tangisnya.
______________________________
Publish lagi. Untuk mengurangi rasa bersalah karena slow update😂
Terimakasih sudah mau menunggu dan membaca.
Pendek??? Iya, durasinya tidak banyak. Kan cuma bahas perorang saja. Seperti Abang Jonath kemarin. Skarang giliran Abang Ge yang pemarah akut😂😂😂
Part selanjutnya d usahain d panjangin, deh.
Mohon Vote-nya yaaaaaah.
Thankyuuu.
Sayang kalian😘😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
90 Hari untuk Gerald
RomanceWarning (18+). *Ajeng : "Menikah, Ibu bilang? Setelah melihat ke dua kakakku bahagia dengan pernikahannya aku sudah mempersiapkan diriku jauh-jauh hari untuk menikah. Tapi, dengan siapa? Masih jamanka perjodohan? Oh, tidak. Jangan dengan cucu Eyang...