River Flows In You

3.1K 161 3
                                    

Looking for something else like you
Dream
Filled your life with something
Else like teardrop in your eyes
Who does care what you are while
The river flows in you?


🎼. Yiruma "River Flows In you

_________________________________

Author pov

Musik indah itu mengalun dari sebuah piano besar di sudut ruangan cafe paling terpencil, yang memang sengaja disimpan disana. Pengunjung sangat menikmatinya. Tapi orang yang memainkan piano itu tidak menyadarinya. Yang ia rasakan hanyalah ketenangan hati ketika musik itu mengalun dari tuts-tuts piano yang jemarinya mainkan.

Ada rasa rindu didalamnya. Entah apa? Hanya saja tiap jemarinya menciptakan nada-nada itu, dirinya serasa berada disuatu tempat yang sangat tenang, tak ada masalah, hanya rasa yang benar-benar tenang. Rasanya dirinya tak ingin berhenti memainkan musik itu.

Bahkan suara musik itu terdengar sampai keluar cafe. Ada beberapa pengunjung yang masuk dan memesan kopi karena hanya tertarik oleh musik yang sedang mengalun. Dia masih saja terus mengulangi lagi dan lagi musik itu bahkan musik itu sudah berakhir dua kali. Tapi ketika matanya tertuju pada jam dinding yang ada di atas tembok sejurus dengan piano itu, alunan musik itu langsung berhenti. Bernafas sejenak lalu berbalik pada waitresnya yang kebetulan duduk didepan meja bar.

"Apa Zalea sudah pulang?" tanyanya dengan bahasa Belanda.

"Belum, Nyonya" jawab waitresnya dengan bahasa yang sama

"Dimana dia? Ini sudah sangat sore, tapi dia belum juga kembali dari sekolah" gumamnya sendiri. Ia lalu berdiri meninggalkan bangku dan pianonya. Sambil memegang perut besarnya dia menuju ke meja telepon dekat kasir. Menekan angka-angka pada tombol telepon tersebut. Tidak lama kemudian telepon itu tersambung.

"Slamat sore, Mr. Richard. Apa hari ini ada eskul?" tanyanya tanpa basa-basi.

". . . ."

"Ah, begitu? Baiklah. Terimakasih banyak, Mr. Richard. Maaf mengganggu waktumu" ungkapnya lalu memutus sambungan itu. Dia memutar bola matanya. Dia benar-benar jengah dengan tingkah bocah berumur delapan tahun ini. Usianya baru delapan tahun. Tapi tingkahnya kelewat dewasa. Beginilah jika anak itu hanya diasuh oleh Ayahnya saja, dan sangat malang karena di tinggal selamanya oleh ibunya.

Tidak tinggal diam, dia menelpon nomor lain lagi yang segera tersambung.

"Cari Zalea, dan bawa dia pulang" ungkapnya tegas lalu segera mematikan sambungannya lagi. Setelah itu dia beranjak dan menuju meja pengungunjung dekat dengan pintu masuk. Kehamilannya benar-benar menghambat aktifitasnya, tapi dia berusaha untuk mensyukurinya dan tidak menggerutu.

Cukup lama baginya duduk disana, dimeja pengunjung itu seorang diri dengan hanya ditemani susu hamil dan cake khas buatan cafenya. Butuh waktu setengah jam untuk bisa melihat bocah nakal itu pulang diantar oleh seorang pria berbadan besar sangar. Tapi ketika bocah itu melihatnya dari luar kaca cafe, wajahnya yang tadi murung berubah menjadi ceria. Lalu segera berlari menerjang pintu cafe. Membukanya dengan kasar. Ajeng hanya meringis melihat itu.

"Moommmyyyyyy...." teriakan kelewat ceria itu membuat hampir seluruh pengunjung berbalik ke arahnya. Bocah itu berlari mendekati meja Ajeng dan dengan beringas menubrukkan dirinya memeluk, tanpa mempedulikan wanita itu tengah hamil dengan perut yang super buncit.

"Kau darimana saja, Lea? Berhenti membuat mommy khawatir" rutuknya kesal, tapi tetap membalas pelukan bocah itu. Dia sadar, bagaimanapun marahnya pada gadis kecilnya ini. Dia tidak akan pernah berlama-lama marah.

90 Hari untuk GeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang