Planing

5.8K 252 10
                                        

Mohon bersabar, yah guys. Makin mendekati hari raya kerjaanku makin banyaaaaaaaakkk.

Terimakasih mau menunggu.

Happy reading, guys.
Maafkan typo yang tidak saya sadari😁😁😁

_____________________________

Author pov.

Sebagai pendengar yang baik. Ajeng mendengarkan saran para pembaca. Karena mereka tidak memiliki keamanan secara fisik seperti security, hansip juga kantip. Secara khusus dia memesan pintu tralis otomatis yang dirancang secara canggih. Memiliki sensor manusia. Jika seseorang keluar atau masuk kerumah dia akan menutup sendiri. Tapi hanya bisa di buka oleh sidik jari pemilik rumah saja. Jadi dengan tanpa adanya sidik jari menyentuh finger yang terpasang pada tembok bagian dalam rumah, pintu itu tak akan pernah terbuka. Walaupun daun pintu rumah sedang terbuka lebar di bagian dalam tralis itu.

Ajeng sedikit was-was dengan kehadiran Dayana yang tiba-tiba masuk kedalam rumah tanpa permisi. Dia yakin akan ada saatnya Dayana datang lagi dan dengan mudahnya masuk kerumahnya dengan seenak jidatnya.

Jika di tanya Ajeng tidak cemburu ketika Gerald menanggapi Dayana, itu salah besar. Malam saat mereka akan beranjak tidur Ajeng menginterogasi Gerald.

"katanya kau ingin mengakhiri hubunganmu, lalu kenapa kau mengajak Dayana masuk kekamar?" tanya Ajeng manja.

"a'aah, aku hanya mengetesnya."

"mengetesnya? Maksudnya?"

"iyyah. Aku ingin lihat bagaimana reaksinya padaku ketika dia tahu aku terkena virus yang suka menular ini. Dan see ternyata dia malah pergi meninggalkanku." jelas Gerald. Ajeng mengangguk faham.

"kau tahu, bahkan dia sendiri sudah mengalaminya. Tapi malah dia takut. Harusnya, kan dia tidak perlu takut. Karena orang-orang yang sudah terjangkit sistem imunnya sudah kebal."

"terkadang dia memang lupa memakai otaknya." ungkap Gerald terkekeh.

"kau tak boleh bilang begitu. Apa kau sudah lupa, kalian sudah melalui banyak malam bersama?" penuturan Ajeng membuat Gerald berhenti terkekeh dan mencerna kalimat ambigu Ajeng.

Gerald menatap Ajeng dengan bingung. Ajeng nyengir membuat Gerald gemas melihatnya. Gerald tersenyum lalu memeluk erat tubuh Ajeng kemudian mencium puncak kepalanya.

"apa salah jika aku menyesali hubunganku selama ini bersamanya?"

Ajeng mengangguk. "yah, kau salah. Apa yang kalian sudah lewati tidak bisa kalian sesali. Bukankah kalian sama-sama melakukan dan menikmatinya. Bagiku, sebagai perempuan itu sangat tidak sopan. Kalian bahkan tidur bersama selama beberapa tahun tanpa ada ikatan pernikahan. Lalu kau mau menyesalinya? Yang harusnya menyesal itu pihak perempuan. Karena yang paling banyak ruginya, yah si perempuan" jelas Ajeng.
"lagi pula apa yang harus kau sesali?" tanya Ajeng lagi. Gerald berfikir sejenak.

"entahlah. Mungkin aku hanya kecewa padanya. Karena untuk yang kesekian kalinya dia menipuku lagi dan lagi."

"menipumu?"

"hm... Dia sudah beberapa kali melakukan itu. Aku sendiri bahkan heran dimana letak kurangnya materi yang sudah aku berikan padanya, hingga dia tega melakukan penipuan padaku." ungkap Gerald sedikit sedih.

"seperti apa dia menipumu?"

"yang pertama dia bekerja sama dengan temannya yang aku pekerjakan di perusahaan sebagai staf keuangan, menggelapkan dana perusahaan. Aku memecat temannya tapi masih menolerir dirinya. Dia masih tetap bersamaku" Ajeng mendengarkan. "yang ke dua dia juga bekerja sama dengan selingkuhannya menyelundupkan barang jualan perusahaan. Laki-laki itu aku penjara tapi, dia masih tetap bersamaku."

90 Hari untuk GeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang