A failed surprise

5.2K 222 8
                                    

Mohon maklumi Typo yang selalu saja ada.

Happy reading guys.

_______________________

Autor pov

Ajeng berjalan menyusuri koridor kampusnya menuju kelas yang akan di mulai tigapuluh menit lagi dengan sangat malas. Dia bahkan tidak seperti berjalan, tapi seperti memaksa menyeret kakinya untuk menuju kelasnya. Untung saja kelas itu mulainya tigapuluh menit lagi. Coba saja akan segera mulai, mungkin dia akan telat ikut kelas mata kuliah selanjutnya.

"kau kenapa?" pertanyaan dari George mengagetkannya dan sedikit terlonjak. Dia segera berpaling melihat George yang berjalan di sisinya kini. Dengan kening mengkerut George mencengkeram lembut lengan Ajeng kemudian menuntunnya duduk di kursi besi pinggir koridor dekat taman.
"kau sakit? Kau kelihatan tidak seperti biasanya?" tanya George lagi ketika berhasil mendudukkan Ajeng. Ajeng hanya bernafas panjang.

"aku gak tau, Geo. Aku tidak mengerti maunya tubuhku ini seperti apa. Aku bingung?" penuturan Ajeng membuat kening George makin mengkerut bingung. Ajeng memperhatikan wajah George.
"gini, loh. Aku gak tau kamu bisa ngerti atau tidak. Perasaanku tuh badmood banget. Pikiran, suasana hati, sama tubuhku tuh lagi nggak singkron. Lagi gak bisa sejalan. Lagi gak bisa bekerja sama" jelas Ajeng gusar.

"sebenarnya ada apa? Apa kau ada masalah dengan suamimu?" -sebenarnya George adalah teman yang baik. Hanya saja karena dia seorang laki-laki dengan simpati seperti seorang perempuan itu membuat orang agak sedikit aneh dengannya.

"tidak. Aku yang punya masalah dengan diriku dan melampiaskannya pada orang sekitarku termasuk suamiku. Hmfht....." ujar Ajeng sedih

"mungkin ini siklus hormonmu saja, darling" ujar George. Jangan salah paham dengan kata "sayang"nya itu. Dia bahkan mengucapkannya pada semua orang yang ada di kampus ini.
"kapan kau terakhir datang bulan? Atau mungkin ini tanda-tanda kau datang bulan?" tanya George. Ajeng berfikir sejenak lalu mulai mangut-mangut menyetujui penuturan George.

"sepertinya kau benar, Geo. Aku rasa ini bukan kali pertamaku seperti ini"

"yah, kau ingat semester tiga lalu? Yang Ayahmu datang menjemputmu dan kau menangis seperti anak-anak karena kau mengajak Ayahmu makan ice cream tapi beliau tidak bisa?" ungkap George mengingatkan hal memalukan itu lagi. Sejak itu dia di juluki "balita" oleh teman-temannya. Kebetulan postur tubuh dan wajahnya juga mendukung.

"haaah, jangan ingatkan aku lagi" rutuk Ajeng yang di ikuti tawa oleh George.

"kau sudah makan?" tanya George.

"hm..." Ajeng berfikir. Dia bahkan lupa sarapan tadi makan apa. Seingatnya hanya satu buah apel saja. Karena semalam Gerald tidak pulang "lagi", jadi dia memutuskan untuk masak."kayaknya belum deh, Geo. Kau sendiri? Kau sudah makan?"

"aku belum makan sedari pagi. Aku telat bangun jadi lupa sarapan" jawab George.

"mau makan dulu? Kelas mulai masih lama" ajak Ajeng sambil melirik jam tangannya.

"boleh. Ayok. Kantin dekat sini aja. Jam makan siang sudah lewat, kantin pasti sudah sepi" ujar George lalu berdiri dan menarik tangan Ajeng untuk segera pergi dari tempat itu. Ajeng hanya menurut dan ikut berjalan di sisi George.

"apa kau sudah baikan?" tanya George ketika mereka duduk di meja kantin dekat jalan keluar setelah mereka memesan makanan.

"hm... Sepertinya lumayan. Thank's yah. Sudah mau mendengarkanku"

"hey, bukankah kita teman?"

"yah, kau benar. Walaupun kadang orang-orang bingung mau naggepin kamu seperti apa" ungkap Ajeng membuat kening George kembali mengkerut tandanya bingung.
"gini, loh Geo. Kadang kamu manly,  laki banget. Kadang kamu ganjennya naudzubillah kalau lagi sama Monica. Nah ini, nih yang kadang aku sama teman-teman itu bingung sama tingkah kamu. Sama seperti di koridor tadi. Simpati kamu itu seperti aku lagi curhat sama teman perempuan tau gak sih" tutur Ajeng menjelaskan berusaha agar George tidak tersinggung.

90 Hari untuk GeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang