CAROLYN POV
Aku mengerjapkan mataku berkali-kali mencoba menyesuaikan cahaya lampu yang menyilaukan mataku.
Aku mengalihkan pandanganku kearah samping kiri dan kanan. Bisa ku lihat Mom dan Dad yang tengah tidur disisi ranjangku tepat sebelah kiri.
Sedangkan Opa Christian sedang tidur di single sofa dan Oma Katherine sedang tidur diatas kursi sambil memeluk vas bunga.
Lalu pandanganku beralih kearah Gerald yang tengah tidur di sofa panjang dengan satu kakinya ia naikkan keatas, kedua tangannya yang ia biarkan terlentang dan mulutnya yang terbuka lebar dengan air liur yang membasahi pipinya juga dagunya. Pria jorok.
Aku menghelakan nafas panjangku. Rasanya ada yang kurang. Tapi apa? Mengapa aku bisa ada ditempat ini? Siapa yang membawaku kemari?
Aku mencoba mengingat-ingat.
Oh..
Astaga.
Nicolas..
Dia tidak ada disini. Pria itu yang aku cari. Dimana Nicolas?
Aku mengedarkan pandanganku kembali keseluruh sudut ruangan. Tidak ada Nicolas. Apa pria itu sudah pulang?
Aku menghelakan nafas kasarku. Sepertinya ia sudah pulang. Aku menginginkannya disini dan aku ingin berterima kasih padanya karena sudah menolongku.
Aku memejamkan mataku mencoba mengatur deru nafasku. Entah mengapa, akhir-akhir ini aku lebih kesulitan untuk bernafas. Rasanya ada kapas yang sudah menyumpal paru-paruku dan hidungku.
Aku membuka mataku kembali dan tatapan mataku kini bertemu dengan sepasang mta dengan bola mata biru yang indah. Ia menatapku tanpa berkedip. Apa ini sebuah halusinasi?
"Nick?"
Ia tidak bereaksi. Bibirnya masih tertutup rapat. Matanya terus mengarah padaku tanpa berkedip.
"Kau—"
Nick langsung menyela ucapanku "Diam, Carolyn." Ucap Nick pelan namun bisa ku dengar dengan jelas.
Ia tidak bergeriming.
Tidak lama kemudian aku bisa melihat ia mengeluarkan pisau kecil dari dalam saku celananya. Ia mengarahkan pisau itu padaku.
"Aku ingin membunuhmu, Carolyn." Ucapnya.
Ada apa dengannya? Ia baru saja menolongku dan sekarang ia ingin membunuhku? Apa salahku sebenarnya?
"Nick.." Aku memanggilnya pelan dan ia menggelengkan kepalanya.
"Apa hubungannya denganku? Apa salahku?" Tanyaku sambil menangis.
Nick tidak menjawab ucapanku. Ia masih tetap diam sambil menatapku.
"Biarkan aku melukaimu sedikit saja, Carolyn... Agar aku tenang.."
Aku membulatkan mataku. Apa dia sudah gila? Aku tidak mungkin membiarkannya melukaiku. Aku tidak sebodoh itu.
"Carolyn.. Sedikit saja, ku mohon.. Rasanya aku tidak bisa tenang karena terus memikirkanmu, memikirkan kapan aku akan membunuhmu.. Jika kau tidak ingin aku membunuhmu.. Jadi, biarkan aku melukaimu sedikit saja.." Nick memohon padaku dengan tatapan gelapnya.
Ia menarik tanganku kemudian tanpa persetujuanku ia menyayat tanganku.
Aku meringis kesakitan dan ia melepaskan genggamannya dari tanganku. "Terima kasih, Carolyn.." Ucapnya kemudian mencium keningku dan melenggang pergi begitu saja.
Aku beralih menatap tanganku yang mengeluarkan darah.
"Mom.." Ucapku cukup keras dan tidak lama kemudian Mom dan Dad bangun.
"Kau sudah sadar? Ada apa, sayang? Apa ada yang sakit?" Tanya Mom sambil menatapku.
Aku langsung memperlihatkan tanganku yang berdarah. Aku bisa melihat reaksi Mom dan Dad yang langsung terkejut.
"Kenapa bisa berdarah?" Tanya Mom khawatir.
Dad langsung menekan tombol yang berada diatas bangkar.
Tidak lama kemudian dokter dan empat suster sudah datang.
Dua suster itu membantu untuk membersihkan lukaku dan memakaikan perban ditanganku yang terluka.
Aku tidak peduli. Pikiranku masih melaju kearah Nick.
Mengapa dia ingin sekali membunuhku? Dia memiliki masalah dengan Opa Christian dan Dad, mengapa menjadi aku yang jadi sasaran utamanya? Aku pikir ia sudah tidak ingin membunuhku, mengingat kejadian itu saat ia menolongku.
Rasanya hatiku begitu sakit saat mengingat wajahnya, tatapannya, matanya, dan ucapannya tadi. Apa sebegitu bencinya dia padaku? Sampai-sampai dia ingin membunuhku?
_____________
NICOLAS POV
Aku meringis saat bayangan wajah Carolyn memenuhi pikiranku. Aku membencinya. Aku tidak boleh memikirkannya.
Aku langsung memutarkan tubuhku dan berjalan kembali menuju rumah sakit. Mungkin dengan cara aku membunuhnya aku tidak akan memikirkannya lagi.
Aku terus berjalan hingga aku sudah sampai dirumah sakit.
"Pasien yang bernama Carolyn Nelson. Ia berada dikamar inap mana?" Tanyaku tidak sabaran.
Saat mereka sudah menjawab pertanyaanku aku langsung pergi meninggalkan mereka. Kemudian berjalan menelusuri lorong rumah sakit dan aku langsung menghentikan langkahku saat aku sudah berdiri depan pintu kamar inap Carolyn.
Aku langsung membuka pintu dan bisa ku lihat Carolyn sedang memejamkan matanya. Aku menatapnya dan terus menatapnya.
Aku cukup terkejut saat ia membuka matanya.
"Nick?" Dia memanggilku dengan cukup pelan.
Aku harus membunuhnya.
"Diam, Carolyn." Ia diam dan kemudian aku mengeluarkan pisau kecilku dan ia terlihat seperti terkejut.
Aku memohon padanya agar ia mau ku bunuh atau paling tidak aku harus melukainya. Aku butuh ketenangan. Aku tidak bisa menanggung hutang janji pada diriku sendiri.
Aku menyayat tangannya dengan pisau kecilku. Ia meringis kesakitan, tapi didalam hatiku tidak ada rasa bahagia. Aku mencium keningnya, entah apa motivasiku mencium keningnya. Aku hanya ingin memberikan ketenangan padanya kalau semua baik-baik saja dan ia tidak akan mati. Langsung saja pergi meninggalkannya setelah aku mengucapkan terimakasih.
Tidak ada kebahagian yang ada pada diriku. Malah hatiku rasanya campur aduk. Harusnya aku bahagia. Harusnya aku senang karena dia sudah terluka.
Tapi mengapa jadi seperti ini?
Aku menatap dari balik kaca jendela dan bisa ku lihat ia sedang menangis. Tidak lama kemudian aku bisa melihat Dalvin Nelson dan Istrinya itu bangun. Carolyn menunjukkan luka yang ada ditangannya itu pada mereka.
Tidak lama kemudian dokter beserta 4 suster masuk kedalam kamar inap Carolyn dan mengobati luka bekas sayatanku.
Ada goresan rasa sakit didalam hatiku saat melihatnya menangis. Entah mengapa saat melihatnya menangis hatiku benar-benar perih. Ini membingungkan.
Bodoh.
________________________
TBC
MAAF KETIDURAN..
HAPPY READING.
JANGAN LUPA VOTE + KOMENTAR.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are Mine Ms.Nelson
RomanceTatapan yang tajam dan gelap itu sangat menusuk mataku. Baru kali ini aku melihat seorang pria yang menatapku dengan tatapan tajam dan penuh kebencian. Ditambah lagi, posisiku sekarang sedang terpojok, pria itu mengunci kedua tanganku ditembok denga...