Chapter 19 : Kiss

17.7K 1K 28
                                    

Semuanya membosankan. Tidak ada yang menarik dalam pesta ini. Aku kembali menatap Harold yang masih sibuk menari dengan beberapa wanitanya.

"Nicolas.." Aku menoleh.

"Aku Milly.." Ia duduk disebelahku lalu tersenyum padaku.

"Aku tidak mengenalmu." Ia tertawa ringan kemudian menyodorkan segelas martini padaku.

"Kau mau?" Aku langsung menggelengkan kepalaku. Sudah ku bilang. Tempat ini membosankan.

Aku langsung beranjak dari dudukku dan meninggalkan wanita gila itu sendiri. Entah kemana aku harus pergi. Hanya saja aku sangat bosan disini. Bagaimana tidak? Pesta ini jaraknya cukup dekat dengan bangunan tua yang aku tempati. Bahkan aku mampu berjalan untuk datang kemari tanpa membonceng Harold.

Fuck!

Aku berdecak kesal saat ada seseorang yang dengan beraninya menumpahkan sebuah kue dan mengenai jasku. Aku bersumpah akan mematahkan lengannya saat ini juga.

"Dimana matamu?" Aku berdecak kesal.

"Ma-maaf. Aku tidak sengaja.." Ia mengelap jasku dengan tisunya. Aku langsung mencekal pergelangan tangannya dan ia langsung mendongak menatapku.

"Nick?" Aku benci suara itu. Aku langsung menghempaskan tangannya keudara, lalu aku langsung membalikkan tubuhku untuk meninggalkannya. Mengapa dunia sempit sekali?

Ia menahan tanganku. "Nick, maafkan aku." Aku langsung menghelakan nafas kasarku kemudian membalikkan tubuhku kembali untuk menatapnya.

"Kau masih marah padaku?" Tanyanya.

Aku diam tidak menjawabnya.

Ia maju selangkah dan menatapku sedalam mungkin.

"Nick.."

"Apa kau mencoba untuk menggodaku? Menjauhlah dariku." Aku mendorongnya. Entah mengapa, mataku selalu tertuju pada bibirnya. Aku menyukai bibirnya yang pink. Aku ingin...

Ah.. Mengapa aku memikirkan itu?!

"Aku minta maaf.. Tidak seharusnya aku membahas Elena padamu.. Itu bukan urusanku.. Maafkan aku.."

Saat aku ingin menjawab. Tiba-tiba lampu-lampu yang menghiasi pesta ini redup. Tidak ada cahaya sama sekali. Hanya cahaya bulan yang remang-remang.

Entah mengapa, aku langsung menarik tangan Carolyn dan memeluknya. Ia membalas pelukanku.

Beberapa detik kemudian, aku merasakan rasa vanilla dibibirku, aku mengenal rasa ini. Carolyn menciumku. Ada apa dengan gadis ini?

Aku membalas ciumannya, aku suka rasa vanilla pada bibirnya yang basah. Aku memperdalam ciuman yang Carolyn berikan padaku. Entah mengapa, rasa bibir Carolyn sangat berbeda dengan bibir Elena.. Rasa Carolyn lebih manis dan aku menyukainya.

Lalu, Carolyn menjauhkan bibirnya pada bibirku. Ia mengelus pipiku lembut. "Maafkan aku.." Suaranya nyaris seperti berbisik.

Aku tidak menjawabnya dan aku langsung menarik tangannya untuk menjauh dari tempat konyol ini. Karena berhubung kunci mobil Harold ku bawa, jadi aku bisa membawa Carolyn pergi dari sini.

"Kita mau kemana?" Tanya Carolyn saat kita sudah masuk kedalam mobil.

"Rumah sakit." Jawabku cepat. Aku ingin kembali kerumah sakit dan akan memaksa dokter sialan itu untuk melepas perban yang ada dikepalaku. Sungguh, aku sangat risih dengan ini. Aku terlihat seperti orang penyakitan jika ada perban dikepalaku.

"Untuk apa kita ke rumah sakit?" Tanyanya.

Rasanya aku ingin menyumpal mulut Carolyn dengan celana dalam basah milik Harold, karena ia sangat cerewet.

"Bisakah kau diam sebentar saja? Aku benci mendengar suaramu." Ucapku dan ia langsung diam tanpa membalas ucapanku.

Itu jauh lebih baik.

___________________

Setibanya kami di rumah sakit, aku langsung menyuruh Carolyn untuk keluar dari mobil dan setelah itu aku berjalan mendahuluinya.

Aku terus berjalan dan Carolyn juga berusaha untuk menyeimbangi jalanku.

"Jangan berjalan terlalu cepat.." Ia mengeluh padaku, tapi aku tidak memperdulikannya.

Ia mendengus kemudian aku menghentikan langkahku tepat didepan pintu ruangan dokter Balder.

Bodohnya, Carolyn malah menabrak punggungku.

"Maafkan aku." Lagi-lagi ia meminta maaf. Sungguh, aku sangat muak mendengar puluhan kata maafnya.

Aku memutar knop pintu itu dan aku mendorong pintunya agar terbuka lebar.

Aku melihat dokter Balder yang sedang sibuk membaca buku di kursi pribadinya.

"Dokter Balder.." Ia menoleh menatapku, kemudian tersenyum.

"Nick? Apa ada yang bisa ku bantu?" Tanyanya.

"Aku ingin kau melepaskan perban ini dari kepalaku.." Jawabku cepat kemudian duduk di kursi pasien, begitu juga dengan Carolyn.

"Maaf Nick, tapi perbanmu belum bisa untuk dilepas.. Kau harus menunggu sampai 2 minggu lagi."

"Aku ingin sekarang. Lakukan atau aku akan membunuhmu.." Aku mengancamnya dan aku langsung mengeluarkan pistolku dari dalam saku celanaku.

Ia terkejut kemudian mengangguk pasrah.

Ia beranjak dari duduknya lalu menyuruhku untuk duduk diatas bangkar.

Aku terus mengarahkan pistolku padanya.

"Nick.. Kau membuatnya takut.." Haruskah Carolyn ikut campur?

"Diamlah, Carolyn." Ia langsung diam tanpa membalas ucapanku.

Dokter Balder langsung melakukan tugasnya untuk melepaskan perban dari kepalaku.

"Aku akan menutupi lukamu dengan plester.." Aku mengangguk menerima ucapannya dan ia langsung mengambil plester lalu menempelkannya pada lukaku.

Selesai.

Aku langsung memasukkan pistolku pada saku celanaku lalu turun dari bangkar.

Aku mengajak Carolyn untuk keluar dari ruangan ini dan setelah kami keluar, Carolyn langsung menahan tanganku.

"Apa kau selalu melakukan ini? Mengancam banyak orang?" Aku langsung mengepalkan tanganku. Baru beberapa menit yang lalu, aku memintanya untuk diam dan sekarang ia sudah lupa.

"Nick.. Jawab aku."

"Diam." Ia langsung mendengus kesal.

________________________

TBC

Maaf kali ini dikit dan lama..

Hehehe..
Happy reading ya teman teman..

Carolyn Nelson

You Are Mine Ms.NelsonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang