CAROLYN POV
Aku masih mengingatnya.
Aku mencium Nick. Entah, aku mendapatkan kebaranian darimana, tapi aku hanya ingin Nick tahu bahwa aku memang bersungguh-sungguh untuk meminta maaf padanya.
Jantungku berdetak dengan ritme yang tidak karuan pada saat itu. Aku gugup. Aku takut Nick akan memakiku karena dengan beraninya aku mencium bibirnya. Tapi, pemikiranku salah.. Nick menerima ciuman dariku. Apa mungkin ia sudah memaafkanku sekarang?
"Carolyn!" Aku tersentak dalam dunia nyata saat mendengar Nick memekik.
"Ya?"
"Ambil TNT di bangku belakang." Apa? TNT? untuk apa?
Samar-samar aku mendengar suara sirine mobil polisi dan aku langsung menoleh ke belakang. Aku terkejut. Bagaimana tidak? Ada sekitar 5 mobil polisi tengah mengejar mobil yang sedang aku tumpangi dengan Nick. Ada apa ini?
Karena tidak ingin membuat Nick marah, aku menuruti saja semua perintahnya. Aku mengubrak abrik barang-barang yang ada dibangku belakang dan well, mobil ini sangat jorok, karena ada banyak botol bir dan kulit pisang yang berserekan dimana-mana. Apa Nick memelihara moyet?
Oh ayolah, lupakan itu. Cari TNT nya.
Dan yes. Aku mendapatkannya, setelah itu aku menyodorkan TNT ini kepada Nick.
"Aktifkan TNTnya.." Perintahnya lagi.
"Tapi, untuk apa? Kau-"
"Cukup lakukan saja dan buka jendela mobilnya" Selanya cepat.
"Ini-"
"LAKUKAN SEKARANG!" Bentaknya kecang. Aku diam dan ketakutan seperti kucing kecil yang sedang berhadapan dengan monster jahat.
Aku langsung mengaktifkan TNT ini dan menoleh menatap Nick.
"Hitungan mundur ke 4.. Lemparkan TNT itu kebelakang dan pastikan kalau kau melemparkannya dengan benar agar mengenai mobil polisi yang tengah mengejar kita. Kalau melenceng sedikitpun, aku akan melemparimu dengan TNT juga agar tubuhmu hancur.." Jelas Nick dan mengangguk.
Tepat saat tulisan ini berganti nomor 4, aku langsung menyembulkan kepalaku dan melemparkan TNT ini hingga mengenai atap mobil polisi tersebut.
Aku langsung duduk kembali dengan benar lalu menutup jendela mobil kembali.
Aku memejamkan mataku dan tidak lama kemudian aku mendengar suara ledakan.
Aku juga bisa mendengar suara tawa Nick yang begitu nyaring.
Mengapa ia tertawa?
Apa yang aku lakukan? Mengapa aku membantu Nick untuk membunuh polisi itu?
Aku memalingkan wajahku untuk menatap Nick. Ia sudah tidak tertawa lagi.
"Nick.. Bisakah kau menghentikan ini?" Tanyaku dan ia tidak menjawabku.
"Hentikan semua ini, Nick.. Jangan lakukan ini lagi.. Mengancam banyak orang dengan senjatamu dan membunuh banyak orang dengan senjatamu juga.. Kau membuatku takut, kau membuat banyak orang takut.." Ucapku.
Aku takut padanya saat ia mengancamku dengan kata-kata membunuhnya. Aku takut melihatnya saat ia sedang marah. Aku takut saat ia membunuh banyak orang.
"Kau tidak berhak untuk mengaturku, Carolyn." Balas Nick cepat.
"Nick.. Kau akan menghabisi banyak orang.. Berhentilah. Ku mohon."
"Diam, Carolyn.. Aku sedang fokus menyetir." Aku menggelengkan kepalaku. Kali ini aku ingin, Nick yang diam.
"Tidak.. Sebelum kau berhenti melakukan ini semua.. Kau butuh sekolah.. Tidak seharusnya kau membunuh orang-orang yang tidak bersalah.."
"Ku bilang diam, Carolyn."
"Aku akan mengatakan pada Maria jika kau harus sekolah. Maka dari itu kau tidak akan membunuh siapapun dan aku akan-"
"SUDAH KU BILANG DIAM!!" Ia membentakku dengan keras kemudian ia menginjak rem dengan mendadak yang membuat tubuhku terdorong kedepan.
Ia membalikkan tubuhnya menghadapku. Ia menatapku tajam.
"Aku benci mulutmu yang cerewet."
"Nick, kau-"
"DIAM!" Ia membentakku lagi kemudian mendorong tubuhku hingga punggungku menatap jendela mobil.
"Aku akan membunuhmu juga, jika kau berani membuka mulutmu untuk menceramahiku."
Dia mengancamku lagi. Aku tidak akan takut kali ini.
"Aku ingin kau berhenti membunuh banyak orang. Jika kau melakukan ini.. Akan semakin banyak polisi yang mengejarmu."
"Apa pedulimu?! Kau hanya makhluk kecil seperti semut yang tidak berarti apapun untukku!" Ia berteriak dihadapanku.
Rasanya hatiku seperti tergores pisau yang tajam saat ia mengatakan itu.
"Aku memang peduli padamu." Balasku dengan nada pelan.
"Aku tidak memintamu untuk peduli padaku." Nada suaranya begitu dingin dan menyakitkan.
"Nick, aku menyayangimu.. Maka dari itu aku peduli padamu." Ia diam tidak membalas ucapanku. Ia langsung menjauhkan tangannya dari bahuku.
Selang beberapa detik kemudian, ia langsung memalingkan wajahnya kedepan.
"Jangan menyayangiku dan peduli padaku.. Kau akan menyesal." Ucapnya.
"Aku ingin kau bersamaku tanpa melakukan aksi gila seperti ini.."
"Buang rasa sayangmu padaku sejauh mungkin.. Aku tidak ingin kau terlalu berharap.." Aku diam untuk beberapa saat untuk mencerna dua kalimat yang keluar dari bibir Nick.
"Apa itu artinya kau peduli padaku juga? Kau tidak ingin aku sakit hati karena mu?" Tanyaku.
"Tidak.. Aku tidak peduli pada siapapun termasuk padamu.. Aku hanya peduli pada Maria dan Elena." Balasnya cepat.
Elena lagi. Sebegitu cintanya kah ia pada Elena?
"Lalu bagaimana dengan cinta pertamamu? Apa kau peduli padanya juga?" Bisa ku lihat rahangnya mulai mengeras. Ia memegang stir mobilnya dengan kuat hingga aku bisa melihat urat-urat yang ada ditangannya membentuk indah.
"Aku tidak ingin membahas itu."
"Apa kau masih mencintai cinta pertamamu? Apa-"
Belum sempat aku melanjutkan ucapanku. Nick langsung menginjak pedal gasnya dengan kecang sshingga membuat mobil ini melanju dengan kecang pula.
"Nick, apa kau sudah gila?!" Pekikku ketakutan. Ini sudah malam dan ia mengendarai mobil ini dengan kecepatakan tinggi. Apa ia sudah gila? Bagaimana jika ada sesuatu yang tidak diinginkan menimpa kami berdua?
Aku mengalihkan pandanganku kedepan saat merasakan ada cahaya lampu yang menusuk penglihatanku. Apa itu truck? Astaga!
"Nick, awas!" Aku memekik.
Ya Tuhan... Jangan ambil nyawaku untuk hari ini. Aku masih ingin merasakan kebahagiaan di dunia ini bersama dengan orang yang aku sayangi. Aku masih ingin hidup lebih lama..
_______________
TBC
Double update.
Jangan lupa vote + komentar yang banyak.
Happy reading.❤❤❤
Happy sleeping.❤❤❤❤
Good night❤❤❤❤❤❤❤
Hehehe..Yang udah tidur. Have a nice dream..
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are Mine Ms.Nelson
RomanceTatapan yang tajam dan gelap itu sangat menusuk mataku. Baru kali ini aku melihat seorang pria yang menatapku dengan tatapan tajam dan penuh kebencian. Ditambah lagi, posisiku sekarang sedang terpojok, pria itu mengunci kedua tanganku ditembok denga...