Rasanya duniaku berubah menjadi gelap. Tidak ada cahaya apapun yang menerangiku. Kepalaku terasa sakit saat aku mulai membuka mataku secara perlahan. Mataku kini menyorot ke arah Harold yang sedang menatapku juga.
"Aku haus." Ia mengangguk kemudian memberikanku segelas air putih.
"Aku sangat bersyukur karena kau tidak koma sama sekali dan terimakasih atas semuanya, Roper.. Kau sudah menghancurkan motorku." Aku terkekeh saat mendengarkan ucapannya. Aku sudah meminta maaf padanya tapi ia masih mempermasalahkan motornya. Memang benar, tidak murah jika harus memperbaiki motornya yang hancur. Ku rasa ia harus membeli motor yang baru.
"Aku sudah meminta maaf padamu.." Ucapku sambil meletakkan gelas diatas nakas. Ia langsung memutarkan bola matanya malas sambil menatapku.
"Kata maafmu tidak akan bisa mengembalikan motorku menjadi baru." Balasnya malas.
"Ku rasa begitu.." Ia langsung mengangkat bahunya kemudian beranjak dari duduknya.
"Apa Maria tidak akan kemari?" Tanyaku pada Harold dan ia langsung mengangkat bahunya lagi pertanda tidak tahu.
"Aku sudah memberitahunya satu jam yang lalu tapi ia bilang masih sibuk."
Aku mengangguk mengerti.
"Tapi akhir-akhir ini aku tidak melihat Maria dibangunan tua.." Lanjut Harold.
Aku diam beberapa saat. Dua hari yang lalu, aku sempat melihat Maria keluar dari bangunan tua dengan mengenakan baju formal. Apa ia akan pergi lama?
"Kau tidak tahu dia pergi kemana?" Tanyaku pada Harold.
"Kau tahu sendiri.. Kalau Ibu tirimu itu sangat tertutup.. Ia memiliki urusan sendiri dan ia akan mengurusnya sendiri juga, tanpa meminta bantuan siapapun. Maria tidak ingin menyulitkan semua orang.."
Benar apa kata Harold.
Maria wanita yang hebat. Ia masih tetap bisa bertahan dan menghidupi kami semua dengan uangnya. Jika kami memberikan setengah uang hasil dari kami bekerja, ia selalu menolak. Ia ingin kami menggunakan uang itu untuk keperluan kami sendiri. Ia bilang kalau masalah mencari uang untuk semua keperluan orang yang tinggal di bangunan tua. Ia akan menanggungnya. Karena ia kepala rumah tangga dan ia Ibu tiri yang baik. Walaupun penampilannya dibawah kewajaran.
"Aku ingin dia kemari.." Harold mengangguk mengerti.
"Mungkin sebentar lagi."
Tidak lama kemudian tatapan mata kami beralih kearah pintu kamar inap ini yang terbuka dan memperlihatkan gadis yang tengah menenteng satu kantung plastik putih.
Ia tersenyum padaku sambil meletakkan kantung plastik itu diatas nakas tapi aku langsung mengalihkan pandanganku acuh.
"Untuk apa kau kemari?" Tanyaku dengan nada dingin.
"Aku hanya ingin menjengukmu.." Balasnya.
"Nick, dia gadis yang pernah kau bawa di gedung tua.. Apa kau masih ingat? Aku bertemu dia di kantin rumah sakit dan mengatakan padanya kalau kau kecelakaan. Aku tidak—"
Fuck!
Mengapa Harold mengatakan itu pada Carolyn? Sialan. Aku langsung menoleh menatap Harold tajam.
"Bisakah kau keluar dari sini?" Harold mengangguk kemudian melenggang pergi meninggalkan kami.
Aku mencoba untuk bangun, tapi sialnya tulang punggungku terasa sangat sakit dan sepertonya akan patah kembali. Sialan. tapi aku harus menahannya.
"Lebih baik kau tidur saja.."
Aku langsung mendorong tubuhnya agar dia menjauh dariku dan tidak menyentuhku.
"Aku tidak butuh kau disini.. Aku ingin kau pergi." Ucapku setelah aku benar-benar duduk dan bersandar dibangkar.
"Nick. Aku tahu kau membenciku.. Tapi biarkan aku membantumu untuk menebus semua kesalahanku kalau aku memang punya kesalahan."
Aku diam tanpa menatapnya. Apa ia serius? Maksudku ia sepertinya sangat ingin meminta maaf padaku. Tapi tidak semudah itu, jika memang ia ingin menebus semua kesalahannya padaku. Itu tidak akan mudah. Sebenarnya dia tidak salah sama sekali. Tapi Christian dan Dalvin lah yang salah. Dia hanya sasaranku. Aku akan membuat Christian bunuh diri seperti apa yang telah Kakekku lakukan.
Dan Dalvin? Aku akan membuat putri kesayangannya itu menderita.
"Pergilah, Carolyn."
Ia menggelengkan kepalanya.
"Nick, ku mohon.. Jika kau masih ingin melukaiku. Lukai saja aku.." Ucapnya kemudian aku menoleh menatapnya. Ternyata ia menangis.
"Tidak semudah itu untuk kau menebus semua kesalahanmu, Kakekmu, dan Ayahmu."
Ia maju selangkah.
"Aku akan menebus semua kesalahan mereka.." Dari sorot matanya. Ia terlihat benar-benar sedang serius.
Tatapanku langsung beralih kearah ponsel Harold yang tengah berbunyi diatas meja dekat sofa.
"Ambilkan ponselku." Carolyn mengangguk. Kemudian ia memutar tubuhnya dan berjalan untuk mengambil ponsel Harold.
"Cepat!" Bentakku kala Carolyn malah berjalan lamban.
Aku langsung mengepalkan kedua tanganku kuat sambil menatapnya tajam saat ia melemparkan ponsel Harold yang berakhir dengan ponsel itu remuk.
"Kau membuatku terke—"
"Sialan! Keluar dari sini!" Pekikku kesal.
"Tapi—" Aku langsung mengangkat tanganku keudara kemudian menyuruhnya mendekat dan aku langsung menarik tangannya karena jaraknya sudah tidak jauh dariku.
"Siapa yang menelfon tadi?" Tanyaku tajam.
"M–Maria.."
Shit!
Aku langsung menarik tangannya lagi yang membuat wajahnya sangat dengan wajahku.
"Kau membuat kesalahan baru, Carolyn.." Bisikku yang membuat tubuhnya langsung bergetar.
"Maafkan aku.."
"Bagaimana caranya Maria menelfonku lagi kalau ponsel itu sudah hancur?" Tanyaku sambil menempelkan dahiku didahinya.
Ia memejamkan matanya
"Aku—"
Aku langsung memotong ucapannya cepat "Bagaimana caranya aku bisa tahu kalau Maria akan kemari atau tidak?"
"Nick—"
"Keluar dari kamarku!" Bentakku dan aku langsung mendorong tubuhnya. Ia menatapku sambil menangis.
"Aku benar-benar minta maaf.. Aku tidak—"
"Keluar dari sini sebelum aku melemparimu dengan vas bunga!" Bentakku cepat dan ia mengangguk kemudian berlarian kecil meninggalkanku.
Gadis ceroboh.
_____________
TBC
Maaf kemarin nggak update.
Happy reading..
Jangan lupa vote + komentarnya..,
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are Mine Ms.Nelson
RomanceTatapan yang tajam dan gelap itu sangat menusuk mataku. Baru kali ini aku melihat seorang pria yang menatapku dengan tatapan tajam dan penuh kebencian. Ditambah lagi, posisiku sekarang sedang terpojok, pria itu mengunci kedua tanganku ditembok denga...