Masa sekolah berlalu begitu cepat. Aku dan Nick sudah lulus SMA. Kami semua tidak menyangka jika masa SMA begitu singkat. Rasanya banyak yang harus berlalu. Kenangan-kenangan buruk dan bahagia akan menjadi sebuah memori yang tidak akan terlupakan.
Prom night adalah acara terakhir kami disekolah. Merayakan hari kelulusan yang luar biasa, merayakan masa kedewasaan kami, dan merayakan kelepasan kami dari kungkungan guru yang menyebalkan.
Kini, tinggal tujuan terakhir untuk pendidikan, yaitu kuliah. Aku sudah memikirkannya jauh-jauh bahwa aku tidak berminat untuk masuk ke fakultas perekonomian seperti ayahku. Aku akan meneruskan pendidikanku sebagai Ahli Bedah Jantung. Melenceng jauh dari jurusanku saat SMA, tapi aku bisa belajar dengan baik dan cepat.
Nick? Dia tidak pernah menjawab apapun ketika aku menanyai mengenai dia yang akan melanjutkan kuliah dimana dan apa jurusannya. Dia tidak tertarik dengan arah perbincangan semacam itu, tapi aku tahu dia akan melanjutkan pendidikannya.
"Sudah ku bilang jangan minum apapun selama aku belum kembali." Aku menoleh begitu tatapanku terarah pada Nick, dia duduk disebelahku sambil mendengus.
"Hanya satu gelas."
"Satu gelas? Kau tidak ingat bahwa kau payah dalam hal meminum alkohol. Kau akan mabuk."
Aku langsung mendengus begitu dia meremehkanku.
"Aku akan mengontrol diri."
Aku langsung meneguk wineku hingga habis, kemudian menghelakan nafas panjang.
Aku melirik kearah Nick, dia sedang melipatkan kedua tangannya sambil menontoni beberapa orang yang sedang berbincang-bincang sambil tertawa.
"Apa kau sudah memikirkannya?" Tanyaku padanya dan dia langsung menoleh kearahku, dia diam untuk beberapa saat, sepertinya sedang berpikir panjang.
"Ya."
"Lalu?"
"Aku tidak akan melanjutkan apa-apa."
Mataku langsung membulat, dia gila? Ini sama sekali diluar ekspektasiku. Apa dia sungguh-sungguh mengatakannya? Bahkan sekarang aku sempat berpikir apa yang selama ini ada diotaknya, dia melalui masa SMAnya dengan baik, bahkan bisa ku katakan bahwa dia cukup pintar dengan pelajaran apapun.
"Nick, kau bercanda."
"Aku serius. Aku tidak memiliki bayangan apapun untuk masa depanku. Aku tidak memiliki impian seperti ayahmu yang menjadi pengusaha hebat dan terkenal di seluruh dunia. Bahkan, terkadang aku memiliki pemikiran, pantaskah aku bersamamu? Kau terlalu sempurna, Carolyn. Dilahirkan dan dibesarkan oleh orang yang hebat dan bertanggung jawab. Bagaimana denganku? Aku tidak sama sekali. Aku bukan apa-apa dan rasanya aku tidak pantas. Kuliah? Untuk apa? Jika aku tidak memiliki cita-cita." Katanya terus terang dan itu cukup mengejutkanku bagaikan disembur oleh lahar panas.
"Kau memilikinya. Kau memiliki impian yang hebat dan aku tahu itu. Hanya saja kau belum memiliki pemikiran yang terus terang tentang masa depanmu. Kau pintar, tentu Universitas manapun akan menerimamu. Bahkan nilaimu lebih bagus dariku. Nick, tolong pikirkan tanpa ada keegoisan. Ini demi kebaikanmu. Akan jadi apa jika kau tidak melanjutkan pendidikanmu? Pengangguran?" Tanyaku padanya.
"Kau tidak bisa merubah pemikiranku, Carolyn. Aku akan melanjutkan hobiku, memacu motorku diarena trek. Itu lebih baik dan efisien. Aku bisa mendapatkan uang lebih cepat tanpa berfikir keras. Hanya menguji nyali dan kesenangan."
Aku mengalihkan pandanganku darinya, memejamkan mataku untuk menahan diri agar tidak marah. Dia sudah gila.
"Itu berbahaya dan kau masih melakukannya tanpa trauma sedikitpun?"
"Disini aku mulai sadar, bahwa dunia kita berbeda, Carolyn... Kita tidak sama. Aku tidak pantas memilikimu. Kau terlalu sempurna untuk dimiliki berandalan sepertiku. Seharusnya aku menyadarkan diri dari awal bahwa aku tidak boleh jatuh cinta padamu, dan kenyataan sialan itu merubah pemikiranku."
"Kenyataan sialan?" Alisku menaut menatapinya.
"Ya, seharusnya kita tidak pernah bertemu sejak awal. Sejak kita masih kecil. Dengan begitu aku tidak akan pernah mencintaimu, Carolyn. Maafkan aku... Aku harus pergi. Carilah orang yang sempurna sepertimu. Yang mampu membahagiakanmu tanpa melibatkanmu kedalam jurang masalah. Maafkan aku, aku harus pergi. Aku mencintaimu." Katanya kemudian dia mencium bibirku singkat. Air mataku menetes, aku tidak bisa menahannya ketika dia pergi.
Mengapa seperti ini?
Mengapa berakhir seperti ini? Bahkan aku tidak mengerti kesalah seperti apa yang hari ini aku perbuat hingga membuatnya pergi.
Bahkan kakiku terasa lemas ketika aku ingin mengejarnya dan menahannya.
___________
4 tahun berlalu begitu cepat.
Aku sudah tidak mendengar kabarnya lagi semenjak malam pertama kami berpisah, dia sudah benar-benar hilang bagaikan ditelan bumi. Bahkan sekarang aku sudah lulus kuliah dan bekerja di New York Medical Centre.
"Operasi bedah jantung dilaksanakan jam 23.45, pasien akan tiba sepuluh menit lagi."
Mendengar pengumuman itu aku langsung meletakkan kopiku diatas meja, berlarian cepat untuk mengganti pakaianku.
Hari ini adalah jadwalku untuk ikut melaksanakan operasi jika ada pasien.
Setelah selesai aku langsung berlarian menuju ruang operasi untuk memakai penutup rambut dan mencuci tanganku, setelah itu mengenakan sarung tangan karet.
Mengapa harus selarut ini?
"Carolyn, cepat. Pasien sudah tiba." Wendy berteriak kearahku ketika dia berjalan dibelakang tuan Marvley.
Ketika aku berlarian kecil menghampiri Wedny, aku sempat berhenti ketika tidak jauh dari belakang Wendy. Aku melihat pasien yang harus melaksanakan operasi bedah jantung. Entah mengapa ini seperti tidak biasanya ketika aku berpapasan dengan pasien.
Jantungku berdebar dan rasanya begitu gugup untuk melaksanakan operasi hari ini.
Mungkin ini terlalu dini dan ini pertama kalinya aku ikut melaksanakan operasi dijam selarut ini.
Semua akan baik-baik saja dan pasien akan baik-baik saja.
Itulah mantra yang selalu kesebut.
____________
Pendek ya guys.
Jangan lupa Vote + Coment yaa.
50 Comment akan diupdate cepat😊
Silahkan berbondong" untuk mengatakan segala apa yang ada dipikiran kalian.
💗
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are Mine Ms.Nelson
RomansaTatapan yang tajam dan gelap itu sangat menusuk mataku. Baru kali ini aku melihat seorang pria yang menatapku dengan tatapan tajam dan penuh kebencian. Ditambah lagi, posisiku sekarang sedang terpojok, pria itu mengunci kedua tanganku ditembok denga...