DUABELAS : HUG

11.2K 763 17
                                    

Abel berlari menuju belakang gudang sekolah. Abel sangat merasa malu sekaligus kesal. Hanya karena tidak menunduk di depan Fajar apakah balasannya harus seperti ini? Tidak adakah alasan yang lebih konyol?

Abel menangis sambil duduk memeluk lututnya. Sebenarnya Abel tahu Melati dan Davin mengejarnya. Tapi Abel tak menghiraukannya. Bilang saja Abel egois. Abel tidak siap mental bertemu orang karena dirinya telah dipermalukan.

⚫⚫⚫

"Mel! Tungguin!" Teriak Davin sambil berusaha mengejar Melati.

Melati berhenti dari berlarinya. Isakan kecil terdengar dari Melati. Bahunya bergetar. Air mata sudah mengalir deras dipipi layaknya sungai yang mengalir. Sesekali  Melati mengusap air matanya.

"Kalau lo nya nangis gimana lo mau nenangin Bella?" Tanya Davin sambil mengusap bahu Melati.

Melati hanya diam. Sesekali ia sesenggukan disela tangisnya. Tidak, bukan ini yang Melati harapkan. Harusnya Iger yang mengusap bahu Melati untuk menenangkannya. Namun harapan tinggal harapan. Orang yang diharapkan hanya diam membeku sambil menatap. Memikirkan itu air mata Melati tambah deras mengalir.

"Sssttt udah jangan nangis. Nih hapus air mata lo, masih baru kok. Gue nyusul Bella dulu" pamit Davin sambil menyerahkan sapu tangan warna biru.

Melati hanya diam menerima sapu tangan itu. Iger. Harusnya Iger. Disaat seperti ini hanya Iger yang Melati harapkan untuk menghapus air mata dan menenangkannya. Melati menghapus air matanya lalu beranjak pergi ke toilet untuk menenangkan dirinya.

"Argh! Bangsat!" umpat Iger pelan. Dari tadi Iger melihat Davin menenangkan Melati. Sebenarnya Iger tadi ikut mengejar Melati, tapi Iger sepertinya terlambat untuk menghapus air mata Melati hingga posisi yang seharusnya di dapat Iger malah jadi posisi Davin. Hatinya panas. Belum lagi Iger merasa seperti ada ribuan pisau menusuk hatinya.

⚫⚫⚫

Davin berjalan perlahan mendekati Abel. Davin mendengar isakan kecil dari Abel. Abel memeluk lututnya seolah tak ada benda lain yang bisa dipeluk. Davin menghela napasnya lalu menepuk bahu Abel.

"Bella" panggil Davin.

Abel tahu persis siapa yang memanggilnya. Pasti Davin. Hanya Davin yang memanggilnya dengan nama 'Bella'. Belum ada sehari Abel mengenal Davin tapi cowok itu sudah banyak membantu Abel.

"Bangun. Nanti dikira gue apa-apain lo lagi"

Abel tetap mengacuhkan Davin. Davin berpikir keras agar Abel berdiri. Sekelebat ide muncul di otak Davin. Davin tersenyum miring lalu menunduk mendekatkan wajahnya kepada Abel.

"Bel lo bakal gue apa-apain kalau gak berdiri" bisik Davin tepat ditelinga Abel.

Abel menghapus air matanya kasar lalu bangkit. Mata Abel yang merah memelototi Davin. Davin malah terkekeh melihat ulah Abel.

"Lo tuh kalo ngo—"

Omongan Abel terputus saat Davin membawa Abel dalam pelukannya. Abel kaget bukan main. Sedangkan Davin mengelus rambut Abel supaya Abel tenang.

"Lo jangan nangis. Muka lo jelek kalau nangis tambah jelek" gurau Davin.

Abel langsung mencubit lengan Davin. Kesempatan itu digunakan Abel untuk melepas pelukan Davin. Davin sendiri mengelus lengannya yang di cubit Abel. Sakit juga ternyata.

"Sakit oon!"

"Bodo ler! Dasar cari kesempatan dalam kesempitan!"

Mendengar jawaban Abel, Davin terkekeh sebentar lalu mengacak-acak puncak kepala Abel.

"Lo cantikan pas marah dari pada pas nangis"

"Gak mempan buat ngerayu gue onta"

"Gue gak rayu lo dek Bella yang judes"

"Bodo amat"

Abel menghentakan kakinya lalu berjalan meninggalkan Davin. Abel menundukan kepalanya. Diam-diam Abel tersenyum.

"Tungguin woy!"

Hate but Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang