Abel bergerak gelisah di atas ranjang rumah sakit. Ia tak bisa tidur. Pikirannya tak tenang. Entah apa yang membuat Abel gelisah yang pasti itu membuat Abel merasa tak nyaman.
Fajar kepalanya bersender di ranjang Abel. Ia menelungkupkan wajahnya diantara kedua tangannya yang ditekuk. Fajar terbangun mengangkat kepalanya lalu mengucek matanya. Tangannya kini meraih tangan Abel dan menggenggamnya.
Kini tangan Fajar yang lain mengelus lembut rambut hitam Abel. "Kenapa Bel?"
"Gak bisa tidur"
"Terus maunya gimana?" tanya Fajar
"Gak tau" Abel bingung dengan dirinya.
Fajar melirik jam tangan hitam di tangan kirinya. Jam 8.30 PM. Belum terlalu malam untuk keluar sejenak menghirup udara segar. Fajar menghembuskan napasnya.
"Ikut gue yuk" ajak Fajar.
Abel terdiam sejenak. "Kemana?"
"Udah ikut aja" kata Fajar. "Lo jalan, gue tuntun. Satu tangan lo megang infus yang satunya gandeng tangan gue. Ok?" sambung Fajar meminta persetujuan Abel.
Abel mengangguk. Tentu saja harus gandengan, mendapat tuntunan. Melihat saja tidak bisa, bagaimana mau jalan dengan keadaan gelap? Dimana siang dan malam, ada sinar maupun tidak sama saja gelap. Abel tersenyum samar. Bahkan tak terlihat.
Abel beranjak dari ranjang dengan dibantu Fajar. Tangan kanan Abel menggenggam tangan Fajar, sedangkan yang satu memegang infus. Jadi orang sakit itu ribet. Tapi lebih ribet jatuh cinta kepada orang yang hatinya entah untuk siapa.
Di ambang pintu keluar dari ruang rawat Abel, Fajar menghentikan langkahnya membuat Abel juga menghentikan langkahnya.
"Ada yang kelupaan. Bentar, jangan kemana-mana" ucapan Fajar diangguki oleh Abel.
Abel berdiri menunggu Fajar. Telinga Abel mendengarkan derap langkah orang yang berlalu lalang melewati Abel. Jika saja Abel bisa melihat, maka Abel akan tahu apakah orang yang lewat itu hanya sekedar lewat atau memberi tatapan iba.
Setelah sekian lama menunggu, akhirnya genggaman di tangan kanan Abel kembali. Genggaman hangat yang menyertai Abel dalam derap langkahnya belakangan ini. Tangan yang tak hanya menggenggam, tapi juga mengelus sayang rambut Abel.
"Ayo" ajak Fajar sambil melangkahkan kakinya.
Abel mengikuti kemana Fajar melangkah. Menyusuri koridor-koridor rumah sakit yang kian sepi karena waktu terus bergulir semakin malam. Cahaya bulan yang ditemani para bintang yang bertaburan menyambut kedatangan Abel dan Fajar di taman.
Semilir angin menerbangkan rambut Abel. Fajar menuntun Abel untuk duduk di bangku taman rumah sakit. Mereka berdua duduk dalam hening. Lagi-lagi angin menerpa wajah Abel, membuat rambut Abel terbang menutupi wajah cantik Abel. Tangan Fajar tergerak untuk menyelipkan rambut Abel ke belakang telinga agar tak menutupi wajah Abel.
Abel menahan napasnya kaget saat sebuah tangan menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Embusan napas Fajar mengenai wajah Abel dikarenakan jarak mereka yang dekat. Pipi Abel pasti sudah seperti kepiting rebus. Jantung Abel berdetak kencang layaknya sehabis marathon.
"Cantik"
Sudah, Fajar pandai sekali membuat Abel salah tingkah. Abel diam mematung mendengar perkataan Fajar. Tiba-tiba Abel merasakan bibir Fajar menempel di dahi nya. Abel diam membeku, tak berkutik, dan mematung.
Kini Abel tak merasakan lagi bibir Fajar menempel di dahinya. Tangan Fajar yang tadi menggenggamnya kini hilang entah kemana. Semua itu tergantikan oleh suara petikan gitar yang mengisi heningnya malam dibawah sang bulan dan para bintang.
"Lihat ke langit luas
Dan semua musim terus berganti
Tetap bermain awan
Merangkai mimpi dengan khayalku
Selalu bermimpi dengan harikuPernah kau lihat bintang
Bersinar putih penuh harapan
Tangan halusnya terbuka
Coba temani, dekati aku
Selalu terangi gelap malamkuDan rasakan semua bintang
Memanggil tawamu terbang ke atas
Tinggalkan semua, hanya kita dan bintangLintas ke langit luas
Bersama musim terus berganti
Tetap bermain awan
merangkai mimpi dengan khayalku
selalu bermimpi dengan harikuPernah kau lihat bintang
bersinar putih penuh harapan
Tangan halusnya terbuka
coba temani dekati aku
selalu terangi gelap malamkuDan rasakan semua bintang
Memanggil tawamu terbang ke atas
tinggalkan semua
hanya kita dan bintang
Yang terindah meski terlupakan
Dan selalu terangi dunia
Mereka-reka, hanya aku dan bintang..."Fajar menyudahi acara menyanyinya. Ia meletakkan gitarnya. Fajar mengambil gitar ketika meninggalkan Abel tadi. Tangan Fajar meraih tangan kanan Abel lalu menciumnya. Tangan Abel terasa dingin. Entah karena gugup atau dinginnya angin malam. Buru-buru Fajar mendekap Abel agar tak kedinginan.
"Abel" panggil Fajar. "Gue cinta lo sekarang, besok, dan selamanya" sambung Fajar dengan nada berbisik tepat di dekat telinga Abel.
Bulu kuduk Abel meremang mendengar kata-kata Fajar. Abel tersenyum penuh arti. Abel membalas pelukan Fajar. Fajar yang dulu menyebalkan dan suka membuat Abel naik darah kini selalu ada saat Abel terpuruk. Melukis senyum di bibir tipis Abel.
Dirgahayu Indonesia ke 72.
Merdeka!Haaiii. Yuk yang mau join grup chat line hate but love langsung add gue di line.
Idnya masih sama yaitu : @febbinatasyaa (gausa pake @)
Thanks❤
![](https://img.wattpad.com/cover/113535525-288-k71863.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate but Love
Ficção AdolescenteSeorang Fajar Dika Dewanggara Badboy sekaligus penyumbang dana terbesar di sekolah ternama jatuh cinta pada cewek yang sangat dibencinya karena sifat nyolotnya? Dan cewek yang berani dengan Fajar itu adalah anak baru di sekolah Fajar. Abella Agatha...