Tangan Fajar mengelus rambut panjang Abel. Ia merindukan Abel yang cerewet. Fajar tak suka Abel yang diam tak bergerak selama seminggu ini. Fajar rindu senyuman di bibir Abel yang biasanya merekah. Fajar teramat sangat merindukan Abel.
"Bangun dong Bel. Gue kangen" Fajar mengajak bicara Abel walaupun Abel tak meresponnya.
"Gue butuh lo. Kangen sama elo. Bangun dong Bel"
Fajar menatap Abel sendu. Ia mencium punggung tangan Abel sambil memejamkan matanya. Menikmati rasa rindu yang menyeruak membunuh secara perlahan. Tanpa disangka tangan Abel yang dalam genggaman Fajar memberi sebuah respon.
"Davin..." panggil Abel lirih.
Fajar langsung membuka matanya. Dilihatnya Abel yang masih terpejam namun dapat berkata sepatah. Itupun memanggil Davin.
Secara perlahan Abel membuka kelopak matanya. Bukannya dapat melihat Fajar, semuanya malah menjadi gelap. Abel bingung. Apakah ini mati lampu? Atau dirinya yang tak bisa melihat? Satu tetes air mata turun dari sudut mata Abel.
"Gelap. Gue takut" rengek Abel. Abel mengeratkan genggaman yang berada ditangannya. Entah genggaman siapa itu namun membuat Abel lebih tenang.
"Hei, gue disini Bel. Fajar disini" bisik Fajar di dekat telinga Abel.
Abel menggelengkan kepalanya pelan. "Kenapa gelap? Gue gak buta'kan? Davin mana?"
"Sssttt. Jangan banyak gerak dulu" suara Fajar serak menahan tangis melihat gadisnya yang kini tengah bingung apakah dia buta atau tidak.
"Kenapa gelap? Gue buta'kan?!" Abel mulai emosi dengan semua ini. Seperti ada yang ditutupi. Mana Davin?
Fajar diam. Ia mendekap Abel dalam pelukannya berharap tangis Abel reda meski kesedihannya belum usai. Fajar hampir putus asa ketika selama seminggu gadisnya tak kunjung bangun dari tidurnya. Tapi kini tidak. Gadis yang bagai cahaya hidup Fajar telah kembali. Meskipun tak sesempurna sebelumnya.
"Fajar, gue buta!"
Fajar mengeratkan pelukannya. Abel belum bisa menerima ini. Ia masih terlalu syok dengan apa yang sedang menimpanya. Gadis Fajar yang cantik dengan sejuta kesabaran. Gadis Fajar yang keras kepala yang kini tengah rapuh.
"Gue cacat! Gak sempurna"
"Abel! Stop bilang gitu. Gak ada yang sempurna di dunia ini. Jangan bilang kayak gitu lagi. Lo Abel gue, Abella Agatha yang sempurna dimata gue" kata Fajar lirih. Dada Fajar bagai dihantam batu besar. Sesak dan sakit menggerogoti hati Fajar yang hancur.
Akhirnya tangis Abel reda walaupun belum dengan sedihnya. Kenapa selalu ada halangan disaat semua hampir sempurna seperti dulu? Masih pantaskah Abel bersanding dengan Fajar? Apakah cocok seorang gadis buta bersanding dengan laki-laki yang sempurna seperti Fajar? Tiga pertanyaan singkat yang sangat menusuk hati Abel. Kenangan hujan melintas di pikiran Abel. Kini ia tak bisa lagi melihat butiran air yang jatuh ke bumi secara bersamaan.
Selamat tinggal hujan. Meski gue gak bisa lihat lo jatuh ke bumi tapi setidaknya gue bisa merasakan butiran air yang membasahi gue. Terimakasih hujan karena di setiap bulir air yang jatuh telah mengukir kenangan. Gue yakin, suatu saat gue bisa melihat lo jatuh ke bumi lagi. Entah kapan —Abella Agatha
#64 in teenfiction. Thanks guys. Ayafluu<3
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate but Love
Teen FictionSeorang Fajar Dika Dewanggara Badboy sekaligus penyumbang dana terbesar di sekolah ternama jatuh cinta pada cewek yang sangat dibencinya karena sifat nyolotnya? Dan cewek yang berani dengan Fajar itu adalah anak baru di sekolah Fajar. Abella Agatha...