DUAPULUH : SEBUAH LAGU

10.1K 678 19
                                    

Setelah puas memandangi suasana Ibu Kota dari rooftop mall, Fajar mengajak Abel pulang. Dari rooftop hingga ke parkiran tangan Fajar erat menggenggam tangan Abel. Tangan gadis yang sedang dalam genggamannya itu terasa dingin.

Begitu sampai di parkiran keduanya masuk ke dalam mobil Fajar. Di dalam mobil Abel mengusap tengkuknya. Keringat mengalis di pelipisnya. Sepertinya Abel sedang gelisah. Mungkin karena kejadian nonton film horor tadi.

Sesekali Fajar melirik Abel yang gelisah. "Lo kenapa sih Bel?"

Abel menatap Fajar sambil meremas jarinya sendiri. "Di belakang gelap, gue takut ada hantu"

"Enggak ada hantu Abel"

"Tapi gue takut! Nanti kalau ada yang nongol dari belakang gimana?" protes Abel dengan suara gemetar ketakutan.

"Sini nyandar di bahu gue. Jangan pikirin apapun. Lo ingat-ingat aja pas gue peluk lo" saran Fajar.

Abel mengangguk. Dengan ragu Abel menyandarkan kepalanya di bahu Fajar. Pikiran Abel membayangkan saat Fajar memeluknya. Berusaha menepis pikiran tentang adanya hantu yang menakutkan. Disela kegelisahan Abel, Fajar tersenyum tipis. Ternyata cewek beringas macam Abel takut hantu.

Fajar menyetel musik di mobilnya. Terdengar dentingan suara piano Yiruma yang berjudul Kiss the Rain. Perlahan napas Abel teratur. Abel sudah tak segelisah tadi. Sepertinya dia mulai tenang saat bersandar dibahu Fajar.

Karena nyaman dan musik menenangkan, tak terasa bahwa mobil Fajar sudah sampai depan rumah Abel. Abel kembali duduk tegap. "Thanks for today" ucap Abel.

"Thanks for today too" Fajar menyunggingkan senyum manisnya.

Abel segera masuk ke dalam rumah. Terlihat ada Iger dan Melati sedang mengobrol akrab. Keduanya seperti sepasang kekasih yang sedang bersenda gurau. Namun nyatanya tak ada hubungan apapun yang mengikat mereka kecuali, sebatas teman. Abel cuek melangkahkan kaki menuju kamarnya.

"Mel, benci beda tipis sama cinta. Benci juga bisa jadi cinta" celetuk Iger menyindir Abel.

"Iya. Tuh, buktinya Fajar sama Abel" imbuh Melati membuat telinga Abel panas. Abel memelototkan matanya mendelik tajam ke arah Melati dan Iger. Ia menghentakkan langkahnya menuju kamarnya. Abel masih bisa mendengar derai tawa Melati dan Iger.

Abel masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu kamarnya. Abel melepas sneakers converse miliknya dan menaruhnya di rak sepatu. Ia tak berganti baju langsung berbaring di tempat tidurnya. Abel menatap langit kamarnya. Tiba-tiba  cuplikan film horor tadi melintas dalam pikirannya. Abel mengenakan selimutnya sampai sebatas leher. Ketakutan kembali menguasai dirinya hingga nada dering telepon aplikasi line berbunyi dari ponselnya. Abel mengambil ponsel yang berada di saku celananya lalu melihat nama peneleponnya, FajarDika. Abel mengangkat telepon.

"Halo?"

"Halo juga Abel. Lo masih ketakutan?"

"Gimana gak ketakutan. Lo sih milihnya genre horor. Dasar kampret lo"

"Hahaha ya maaf. Lo kok belum tidur? Besok sekolah loh"

"Gak bisa tidur gue. Takut"

"Gue nyanyiin deh. Tapi lo nya tidur"

"Suara cempreng aja bangga"

"Dengerin dulu bego. Sekarang lo pejamkan mata lo. Dengerin gue nyanyi"

"Hm"

"senja kini berganti malam
menutup hari yang lelah
dimanakah engkau berada
aku tak tahu dimana

pernah kita lalui semua
jerit tangis canda tawa
kini hanya untaian kata
hanya itulah yang aku punya

tidurlah selamat malam
lupakan sajalah aku
mimpilah dalam tidurmu
bersama bintang

sesungguhnya aku tak bisa
jalani waktu tanpamu
perpisahan bukanlah duka
meski harus menyisakan luka

tidurlah selamat malam
lupakan sajalah aku
mimpilah dalam tidurmu
bersama bintang

tidurlah selamat malam
lupakan sajalah aku
mimpilah dalam tidurmu
bersama bintang

lupakan diriku
lupakan aku
mimpilah dalam tidurmu
bersama bintang"

Fajar bernyanyi sepenuh hati. Berharap Abel akan segera tidur menemui dunia mimpi. Setelah Fajar bernyanyi, Fajar tak mendengar ocehan suara Abel. Fajar hanya mendengar deru napas tenang Abel dari ponselnya. Fajar tersenyum tipis.

"Good night Abel, sleep tight"

Hate but Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang