Dicepetin aja nikahnya, supaya gak buang" waktu. Radit udah gak tahan wkwkwk.
Ok, selamat membaca
*********
Radit menggenggam tanganku, matanya membuatku tak mampu bergerak, mempesonaku hingga tak ada lagi yang bisa kulakukan selain membalas tatapannya.Suara pendeta yang sedang membacakan pertanyaan peneguhan terdengar jelas di telingaku. Hal ini menyadarkanku bahwa apa yang akan aku lakukan benar-benar nyata gilanya. Aku akan menikah dengan Radit, orang paling narsis yang pernah ku kenal. Apa yang aku lakukan? Haruskah aku mundur sekarang?
"Saudari Pamela Geovanka Putri, bersediakah saudari menerima pria ini sebagai suami yang dijodohkan oleh Tuhan didalam pernikahan yang kudus? Bersediakah saudari mengasihi dia, menghibur dia, menghormati dan memelihara dia baik pada waktu sakit maupun sehat, serta melupakan orang lain tetapi hanya mengasihi dia saja, selama saudari berdua hidup didunia ini?"
Aku sedikit meringis saat merasakan tanganku yang diremas dengan cukup kuat oleh Radit. Mata Radit tak lagi indah dan menenangkan, mata itu justru sedikit melotot, memberiku peringatan.
"Ya, Saya bersedia," ucapku pada akhirnya. Aku bahkan tak mendengar ucapan kesanggupan Radit karena panik yang menyerangku tadi.
Radit terlihat menghembuskan nafasnya lega sementara aku tak tahu harus menyesal atau ikut lega bersamanya. Radit menyematkan cincin di jari manisku, ia mencium jariku hingga membuatku salah tingkah.
Aku sempat mendengar tawa tertahan dari beberapa orang, hal itu membuatku semakin tak nyaman. Apalagi saat ini giliranku untuk menyematkan cincin ke jari Radit.
Jantungku berdetak cepat, tanganku bergetar karena gugup. Entah kenapa aku seperti ini, padahal ini hanyalah bagian kecil dari pernikahan. Dengan perlahan dan tanpa didramatisasi aku akhirnya melakukannya. Cincin itu akan menjadi saksi keputusan bodoh yang telah aku ambil, semoga saja aku tak menyesali semuanya.
Radit menarik tubuhku dengan tiba-tiba, sebuah senyum muncul di bibirnya, "sudah aku bilang aku akan mendapatkanmu." Entah apa maksud Radit tapi aku tak mampu berpikir lagi saat bibirnya nemplok di bibirku.
Apakah tadi pendeta menyuruhnya untuk menciumku? Whatever, ini terlalu indah untuk dilewatkan.Aku terlena dengan permainannya, tapi hal itu tak bertahan lama saat terdengar suara deheman yang cukup keras dari beberapa orang. Aku memeluk Radit erat, tak mau mengangkat wajahku dari dadanya. Aku bukan modus, sungguh, aku hanya ingin bersembunyi dari mata para keluarga yang tentunya menyaksikan adegan penuh nafsu tadi.
"Hey, aku baru jadi suamimu dan kau sudah tak mau melepaskanku." Aku memukul dada Radit yang ternyata keras.
"Ini semua gara-gara kau aku jadi malu," balasku. Radit mencium pipiku gemas sebelum memaksaku untuk melihat semua tamu yang hadir.
Orang tuaku terlihat menangis bahagia begitupun dengan ibu Radit yang tertangkap basah sedang menyeka air matanya.
"Kau benar-benar tak punya hati, kenapa kita tidak beristirahat dulu sebelum resepsi," gerutuku pada Radit yang tengah berada di sebelahku.
"Berhenti menggerutu, semakin cepat proses pernikahan kita maka semakin cepat pula malam pertama kita." Aku tercengang mendengar alasan yang begitu rasional dari Radit. Tapi kemudian rasa kesal dan malu menguasaiku. Aku ingin memukul Radit, menjambaknya, memakinya dan mengumpatnya. Intinya rasa tak sukaku padanya semakin bertambah.
Jadi dia rela membuatku lelah hanya demi malam pertama? Kenapa otak Radit hanya berisi uang dan sex?! Ya, Mela tanyakan semua itu pada rumput yang bergoyang."Oh, aku kira kau mempercepatnya supaya irit biaya. Dengan begini kau tak perlu membelikanku dua gaun untuk resepsi dan janji nikah."
"Ya, salah satunya itu," jawab Radit tanpa mengelak dari tuduhan yang ku lontarkan. Apa tak ada yang baik dari suamiku ini? Pelit, narsis, mesum, bermulut tajam, tak sopan, kasar, kurang apalagi sifat jeleknya! Malang sekali nasibku, apa salah dan dosaku hingga mendapat karma seberat ini.
Aku memasang senyum bahagiaku saat menatap para tamu undangan, sementara Radit memeluk pinggangku dengan posesif. Wow, kami memang pasangan yang sangat pintar berakting.
"Awas jaga matamu dari mantan terindahmu itu." Aku mengerutkan keningku tak mengerti sama sekali dengan apa yang baru saja Radit ucapkan. "Kau pernah berpacaran dengan manajer itukan?"
Setelah berpikir begitu keras, akhirnya aku tahu maksud Radit, memang beberapa orang sempat menggosipkan aku dekat dengan Pak Ali, manajer keuangan di kantor. Tapi itu semua hanya gosip belaka dan aku tak menyangka bahwa Radit juga mendengarkan gosip seperti itu. Siapa yang menyangka bahwa Radit termasuk geng rumpi.
"Kau tak bisa menyalahkanku dia memang tampan." Sesaat kemudian aku menyesali ucapanku karena Radit mencubit pinggangku cukup keras. Seperti apa nasibku nanti jika sedikit-sedikit Radit main kekerasan.
"Pak, selamat atas pernikahan Anda dengan Mela," ucap sang manajer keuangan yang tadi dicurigai oleh Radit. Aku tersenyum sambil mengucapkan terimakasih, hal itu sangat bertolak belakang dengan apa yang dilakukan oleh suami baruku, ia mengangguk dengan wajah datar dan tak mengatakan apapun sebelum menarikku menjauh.
Seseorang menghadang langkah Radit, senyum lebar langsung menghiasi wajah pria itu begitu melihat wajah kesal Radit. "Selamat, Man, akhirnya kau mendapatkan wanita impianmu."
"Diamlah Lex!" Bentakan Radit justru membuat pria asing itu tertawa keras.
"Hai beautiful, maafkan temanku ini, dia bahkan tak memperkenalkan kita." Aku tersenyum dan mengulurkan tanganku, berjabat tangan dengannya.
"Alex, dan kau pasti Mela yang terkenal itu." Aku menatapnya heran, darimana ia tahu namaku?
"Asal kau tahu, suamimu ini tak pernah berhenti membicarakanmu saat—" Radit menarikku menjauh sebelum Alex menyelesaikan kata-katanya.
Suara tawa Alex membuatku semakin penasaran dengan apa yang ingin diucapkannya. Apalagi reaksi Radit yang seperti menutupi sesuatu. Aku menarik baju Radit berharap agar ia berhenti berjalan. Dikira aku tidak capek apa?
"Radit, berhenti. Radit!"
"Iya, apa Sayang? Kita akan duduk sebentar lagi kamu jangan mengeluh terus," ucapnya dengan nada lembut. Aku yakin ada yang salah dengannya, Radit tak mungkin berbicara dengan nada halus seperti tadi tanpa ada alasan.
"Ah, pengantin baru memang romantis." Sepertinya kini aku sudah menemukan alasannya. Ibu Radit berjalan menghampiri kami, senyum lebar menghiasi wajahnya yang masih terlihat cantik.
"Tan—"
"Mami, Sayang. Apa Mela lupa kalau Mela sudah menjadi anak Mami?" Aku tersenyum malu sambil mengucapkan maaf. Radit mencium pipiku tiba-tiba membuat senyum di wajah Mami Vera semakin lebar.
"Mami tidak menyangka kalau kalian akan menikah secepat ini, Radit tak pernah bercerita mengenai masa pacaran kalian, padahal mami juga pengen tahu. Ah, sudahlah anak ini memang nakal. Radit ingat jangan terlalu kasar malam ini. Mami mau menyapa tamu yang lain dulu."
Jangan terlalu kasar
Jangan terlalu kasar
Jangan terlalu kasar
Kalimat itu terngiang di kepalaku, menambah kesan horor mengenai bahasan malam pertama.
"Tenang saja aku akan bersikap lembut, Sayang."
*********
Enaknya di rating berapa kalo bahasannya seperti ini?
U15 kali yak apa u17? Yang jelas blm level senior lah ya 😂😂✌😬