Tiga puluh Sembilan

49.3K 2.9K 210
                                    

"Sayang nanti kalau aku ketahuan mencuri terus digebukin sampai mati bagaimana? Apa kamu rela menjadi janda karena suamimu maling ayam?"

Aku menggeleng, aku tidak mau ditinggal Radit, bukannya aku takut kehilangan, tapi jika dia tidak ada, maka siapa yang akan mengirimiku uang bulanan? Siapa yang akan kupeluk saat malam? Siapa yang mau aku kerjai habis-habisan?

Radit itu manusia langka, dia lucu meski kadang menyebalkan, dia mudah marah tapi mudah juga melupakan. Dia penyayang jika otaknya sedang berada di tempat yang benar. Dan yang terpenting dia orang yang bisa menandingi segala sifatku.

Sekali lagi, aku tidak takut kehilangannya. Aku hanya tidak mau manusia langka itu punah.

Tadi, aku juga hanya asal memberinya tantangan. Aku suka melihat wajahnya yang terkejut ketika aku memiliki permintaan aneh. Belum kalau dia begitu panik dan bingung bagaimana cara mewujudkannya.

"Nah, jadi jangan suruh aku mencuri ya? Bagaimana kalau kita jalan-jalan? Ke pantai? Mall? Trotoar?"

"Enak saja jalan-jalan, sebaiknya kau bantu mengecat kamar saja, mereka tidak akan keberatan jika kau mau membantu."

"Bajuku mahal, nanti kalau kotor terkena cat bagaimana?" Aku meliriknya, jiwa arogan Radit telah kembali. Rasanya tanganku gatal ingin menamparnya supaya sikap arogan itu rontok dan merubah Radit menjadi pria rendah hati.

"Bapak Radit, Anda kaya kan? Apa susahnya beli baju."

Radit menggaruk kepalanya, aku yakin saat ini dia sedang memikirkan alasan apa lagi yang akan dipakainya.

"Susahnya, aku beli di luar negeri dan itu limited edition. Jika bajunya kotor, aku harus membuangnya," ucap Radit memberiku satu alasan lagi.

"Luar negeri? Limited edition? Kau lupa siapa yang beli baju-baju itu? Aku membelinya di mall dekat kantormu, kenapa jadi luar negeri? Dan asal kau tahu baju itu tidak limited edition."

Radit merengut, dia melirikku tajam. Kalau sudah ngambek dia persis seperti anak kecil. Bibirnya bisa maju bersenti-senti, diajak bicara hanya akan menjawab singkat.

Mengabaikannya, aku kembali melanjutkan membaca novelku. Terserah jika dia mau marah, aku hanya membeberkan fakta yang ada. Aku heran, kenapa di jaman sekarang semua serba salah, berbohong salah, terlalu jujur juga salah bahkan kadang justru memiliki banyak musuh hanya karena mengungkapkan kejujuran. Dasar people jaman jigeum.

Radit berdeham, meminta perhatian berhargaku. Tapi tentu aku tidak peduli. Aku tetap membaca seolah tak ada gangguan apapun. Aku menganggap Radit sebagai makhluk tak kasat mata.

"Ahem..." aku masih tidak menghiraukannya.

"Mela!"

"Iya, suamiku, ada yang bisa dibantu?"

"Aku marah kok tidak dibujuk, dulu saat masih ada Angel kau selalu menempel padaku, kenapa sekarang berubah cuek lagi. Biasanya ibu hamil suka manja pada suaminya," ujarnya.

Aku menghembuskan napasku, aku kembali menutup novel yang tadi aku baca. Entah kenapa bukannya aku yang sensitif tapi justru Radit, padahal aku yang hamil. Mungkin ini karma karena selama aku bekerja dulu, Radit selalu menyiksaku dengan segala perintah dan pekerjaan yang menumpuk.

"Kau mirip suami kurang belaian."

"Mela!" Bentak Radit.

Aku mencium bibirnya singkat, biasanya dia akan lumer dengan cara seperti ini. Tapi hari ini rupanya dia sedang keras kepala karena wajahnya tetap saja datar meskipun aku sudah menciumnya.

Crazy MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang