Aku menatap langit-langit kamar yang berwarna putih, rasanya tubuhku begitu lelah, menghadapi pertanyaan dari para tamu membuat kepalaku pusing lebih dari 7 keliling. Mereka mengira aku hamil duluan hingga nikahnya mendadak seperti ini. Padahal ini semua salah Radit, ia yang mendesak semua dilakukan secepatnya. Radit memang sumber masalah.
Aku bangkit berdiri saat mendengar pintu kamar mandi terbuka.
"Mela cepat mandi!" Tatapanku tertuju pada handuk yang terikat di pinggang Radit. Entah kenapa pria itu tak memakai pakaian sama sekali. Membuat pikiranku mau tak mau memikirkan hal yang seharusnya tak kupikirkan.
Aku memalingkan wajahku saat Radit mendekat. Jantungku sudah bertalu, wajahku jangan ditanya seperti apa merahnya.
"Mela," panggil Radit pelan, aku tak berani menoleh, apalagi dengan tubuh polos Radit yang terpampang.
"Tak kusangka ternyata kau punya rasa malu," ejek Radit. Aku melirik Radit dengan tajam, kesal membuat rasa maluku menguap begitu saja. Meskipun begitu aku tetap menjaga mataku untuk tidak melihat ke bawah dan hanya fokus pada wajah menyebalkan itu.
Tiba-tiba Radit menangkup wajahku dengan kedua tangannya, awalnya tak ada yang salah dengan itu tapi lagi-lagi Radit membuatku berteriak karena ia memaksa wajahku untuk menunduk hingga tak sengaja mataku melihat tubuhnya yang hanya berbalut handuk, parahnya handuk itu terlihat akan jatuh hingga membuatku berteriak histeris.
"Radit!" Aku menutup mataku kuat, sementara Radit sudah tertawa terpingkal. Aku segera berlari menuju kamar mandi untuk menghindari serangan susulan yang mungkin akan dilancarkannya. Aku menormalkan nafasku yang terengah, tubuhku bersandar di pintu kamar mandi yang telah tertutup. Sialan si Radit, seharusnya ia tak pamer tubuh seperti itu.
Aku menggigit bibirku gugup saat selesai mandi, masalahnya aku tak membawa pakaian ganti ketika masuk tadi, sekarangpun aku hanya pake handuk. Aku mengetuk-ngetuk pintu, berharap Radit akan mendengarku dan membantuku menyelesaikan masalah ini.
"Ada apa Mela?" Teriak Radit dari balik pintu.
"Ehm Radit bisakah kau ambilkan bajuku?"
"Jadi sekarang kau sedang tak pakai baju?" Harusnya aku tahu respon Radit akan seperti ini. Aku menghembuskan nafasku kasar.
"Radit, ambilkan bajuku!"
"Sayangnya aku tak suka diperintah, Baby. Lagipula kau lebih cantik seperti ini." Suara terdengar lebih jelas, tentu saja karena pria mesum itu kini sudah membuka pintu kamar mandi dan menatapku dengan santainya.
"Keluar!"
**********
Aku menyingkirkan tangan yang berada di pinggangku. Dengan pelan aku beranjak dari tempat tidur, Radit terlihat tak terganggu sama sekali dengan gerakanku.
Aku mengerang ketika merasakan nyeri di sekujur tubuhku. Radit bukanlah lawan yang mudah dikalahkan, dan itu membuatku mengeluarkan tenaga ekstra tadi malam. Berjalan menuju kamar mandipun terasa begitu susah sekarang.
Setelah melakukan rutinitasku di kamar mandi, aku segera berganti pakaian dan keluar dari kamar. Perutku sudah keroncongan minta diisi.
"Selamat pagi, Mela sayang," sapaan penuh semangat itu membuat senyumku mengembang. Aroma kopi yang Mami Vera buat membuatku menghirup napas dalam, harumnya.
"Sini, Mami sudah bikinin kopi untuk kalian." Aku mencium pipi Mami sebelum mengucapkan terimakasih.
Aku menyesap kopiku perlahan, merasakan kehangatan yang mengalir dalam tubuhku. Selama beberapa saat aku tak menyadari bahwa Mami menatapku, tapi ketika dia berdeham aku akhirnya sadar bahwa Mami menungguku untuk mengatakan sesuatu.
"Iya, Mam, ada apa?" Tanyaku.
"Cerita. Kamu dan Radit semalam." Aku mengerutkan keningku tak tahu apa yang harus aku ceritakan.
"Tidak terjadi apa-apa tadi malam, aku hanya mengajak Radit bergulat." Entah kenapa mata Mami justru terlihat bahagia dengan jawabanku, bukankah seharusnya dia marah karena aku bergulat dengan anaknya?
"Kalian mainnya ekstrem ya? Mami sempat mendengarmu berteriak kencang memanggil nama Radit." Wajahku memerah saat mendengar penuturan mami, bodohnya aku yang tak memikirkan kesehatan telinga orang lain, mami pasti terganggu dengan teriakanku semalam.
"Maaf, aku mengganggu tidur Mami," ucapku menyesal.
"Tidak, tidak apa-apa, kamu boleh berteriak sesukamu di sini. Kalian boleh bergulat kapanpun." Wah, baru kali ini aku mendengar seorang ibu yang membiarkan anak dan menantunya bertengkar. Aku melihat wajah mami yang terlihat begitu bahagia.
Otakku yang sudah mulai bekerja akhirnya memahami apa yang dimaksud oleh Mami. Mataku terbuka lebar begitu juga dengan mulutku.
"Mami, aku dan Radit bergulat sungguhan."
"Iya, mami tahu sayang, tak perlu diperjelas lagi, mami doakan kalian cepat dapat anak yang lucu, oke?"
"Mami, aku dan Radit ber.gu.lat. seperti acara smackdown itu." Mami terdiam, kini gilirannya untuk menatapku dengan heran. Aku hanya nyengir melihat ekspresi yang mami perlihatkan.
"Radit! Keluar sekarang juga!" Aku terheran ketika mami berjalan penuh emosi menuju kamar Radit, aku mengikuti mami. Ia mengetuk pintu dengan keras, membangunkan Radit yang mungkin masih berkelana di alam mimpi.
Radit membuka pintu dengan hanya memakai boxer, aku tak heran karena itulah yang ia pakai semalam saat tidur. Radit mengucek matanya, ia masih belum sadar dengan ekspresi maminya yang penuh emosi.
Aku menyesap kopiku melihat Mami Vera dengan kejamnya menjewer telinga Radit. "Ikut Mami, kau juga Mela."
Aku mengikuti mami yang berjalan menuju ruang keluarga, sedari tadi ia masih tak melepaskan tangannya dari telinga Radit. Setidaknya meskipun aku juga kena omel, aku dapat pemandangan indah berupa wajah kesakitan Radit. Aku memang istri yang jahat.
"Duduk kalian berdua. Jelaskan pada mami, kenapa kalian justru bermain gulat dan bukannya membuatkan cucu untuk mami?!" Aku dan Radit saling berpandangan, tak ada yang mau memulai penjelasan.
"Radit!" Bentak mami.
"Ini salah Mela, dia yang memulai duluan."
"Enak saja salahku, aku minta kau mengambilkanku baju tapi kau tak mau dan malah berusaha melepas handukku. Jangan salahkan aku, kalau aku melawan dan membela diri." Radit mengusap wajahnya dengan kasar, sementara mami tak mengatakan apapun sedari tadi.
"Jadi, Radit, kau kalah dari Mela hingga tak melakukan apapun semalam?" Tanya mami pada akhirnya.
"Wanita ini punya tenaga kuda, dan aku kecapekan setelah beberapa malam tidak bisa tidur, bukannya aku kalah aku hanya membiarkan Mela menang."
Mami terlihat berpikir dengan keras, entah apa yang sedang dipikirkannya kini, mungkin saja ia sedang menyumpahi kami yang tak membuatkannya cucu. Atau mungkin dia sedang memikirkan bagaimana caranya memecatku sebagai menantu.
"Baiklah, Mami sudah putuskan, mami akan membelikan buku kamasutra dan obat kuat untuk kalian. Memalukan sekali Radit, kau bisa kalah bergulat dari istrimu. Mungkin obat kuat akan membantumu." Aku terperangah dan tak bisa mengatakan apapun begitupun dengan Radit yang hanya bisa melongo melihat maminya yang pergi dengan penuh tekad.
"Radit, hentikan mami." Radit hanya mengangkat bahunya, tak peduli, lalu tanpa diduga ia mengangkat tubuhku.
"Kita harus membantu mami mewujudkan mimpinya mendapatkan cucu. Aku rasa kau juga punya tanggung jawab yang belum kau lakukan, Istriku." Mati aku!
***********
Silahkan dibayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya, apakah mereka akan bergulat, smackdown, atau ikut one pride d tvone.
Bye, see y