Tiga Puluh Lima

42.5K 2.7K 196
                                    

Radit langsung membuka matanya begitu aku selesai mengucapkan kalimat sakti itu, dia bahkan langsung terduduk, tatapan matanya menusuk.

"Aku meninggalkanmu selama 3 minggu dan kau sudah hamil anak tetangga? Sebegitu bencikah dirimu terhadapku hingga menghianatiku seperti ini? Sialan kau Mela, apa kau tidak tahu aku mencintaimu bahkan rela tidak tidur berhari-hari supaya bisa cepat pulang menemuimu?" Aku tidak menyangka kalau Radit akan menganggap ucapanku serius. Aku membuka mulutku untuk menjelaskan, tapi Radit mendahuluiku.

"Inikah alasanmu sesungguhnya meminta cerai dariku?"

Aku terpaku menatap wajah Radit yang begitu serius, aku hanya berucap asal tadi, kenapa jadi seperti ini? Mana mungkin aku hamil anak tetangga, aku wanita yang sangat setia.

"Radit, aku hanya asal ucap, kau mengabaikanku tadi jadi aku pikir—"

"Kau pikir itu lucu! Kau membuatku hampir terkena serangan jantung." Radit menghembuskan napasnya kasar.

"Sudahlah, aku ingin istirahat, jangan ganggu aku."

Radit beranjak berdiri, dia tak menerima permintaan maafku. Wajahnya yang tampak begitu kelelahan membuatku mengurungkan niat untuk memaksanya mendengarkan penjelasanku.

Aku semakin sedih saat Radit tidak menuju kamar kami dan justru membuka pintu kamar tamu. Biasanya Radit hanya akan tidur di sana jika aku mengusirnya. Aku ingin mencegahnya tapi Radit pasti akan semakin marah, dia memintaku untuk tidak mengganggunya tadi.

Sekarang aku harus bagaimana? Haruskah aku memaksa untuk tidur di sampingnya? Atau memaksanya untuk mendengarkan semuanya? Radit kau merepotkan! Setelah kau memaafkanku aku bersumpah akan membalas perlakuan menyebalkanmu ini.

Setelah beberapa menit berpikir, akhirnya aku memutuskan untuk menyusul Radit, jika nanti dia marah, aku juga akan memarahinya. Di sini bukan hanya aku yang salah, tapi juga dia yang sangat jarang menelpon.

Dengan tekad bulat, aku membuka pintu kamar yang ditempati Radit. Radit tampak sudah tertidur dengan nyenyak, aku menatap wajahnya sebentar sebelum berbaring di sampingnya.

Aku sedikit ragu saat akan memeluknya, peluk tidak ya? Ehm, aku rasa tidak perlu, biarkan aku menjaga serpihan harga diriku yang tersisa. Aku menarik tanganku, mengurungkan niat untuk memeluk tubuh suamiku. Dia pasti akan menggodaku jika tahu aku memeluknya lebih dulu.

Aku terdiam menatap langit-langit kamar. Tanganku ingin memeluk Radit, hidungku ingin mencium aroma tubuhnya. Aish, ini pasti sihir si kecil yang ada di dalam perutku, tidak mungkin aku mengharapkan pelukan Radit.

'Nak, jangan nakal. Mama perlu menyelamatkan harga diri mama, jangan minta peluk papa ya,' aku membatin dalam hati, berharap calon bayiku mendengarkan permohonanku.

Aku masih belum tertidur, aku begitu tergoda untuk memeluk Radit dan menghirup aroma tubuhnya. Entah sudah ke berapa kali aku melirik Radit, tanganku terkepal kuat, menahan diri untuk tak kalap dan melakukan apa yang si kecil inginkan.

Radit bau...

Radit bau dan berkeringat...

Radit belum mandi...

Radit kotor dan ternoda...

Aku terus merapalkan mantra itu di dalam kepalaku, berharap keinginanku untuk mengendus tubuh Radit akan sirna. Sayangnya, keinginan itu bukannya berkurang tapi malah berlipat. Aku memaksa mataku untuk tertutup, mungkin tidur akan menjadi solusi dari masalahku ini.

Satu menit telah aku lewati dan aku masih belum bisa tertidur. Menit selanjutnya semakin berat sementara Radit masih saja tertidur dan tak mememiliki keinginan untuk memelukku.

Crazy MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang