Lima Belas

52.6K 2.9K 61
                                    

"Mela! Kemarilah!" aku tak menghiraukan teriakan Radit dan tetap menonton Tv. Bayi bernama Arthur yang Mami titipkan kini sedang bermain di lantai, mainannya berserakan kema-mana. Aku tak peduli rumahku berantakan asalkan anak itu diam dan tak menangis. Aku bahkan merelakan rambutku untuk dijambak olehnya beberapa kali.

Sudah jangan tanyakan penampilanku, rambutku berantakan, bajuku lecek, wajahku kusut. Tak ada lagi yang bisa kubanggakan dari penampilanku. Aku tinggal pakai daster dan roll rambut dan pasti aku akan mirip seperti ibu-ibu rempong, yang banyak di FTV itu.

"Mela! Aku tak bisa menemukan sepatuku." Tambahkan bayi besar macam Radit dalam list siksaan, maka saatnya kita bilang, sempurna.

Aku menunduk ketika merasakan sebuah tarikan di celanaku. Arthur mengangkat tangannya, isyarat saat ia minta gendong. Aku menuruti perintah bos kecil ini, mengangkat tubuhnya dan mendudukkannya di pangkuanku.

"Mela, kenapa kau tak menjawabku?" Radit berdiri di hadapanku, menghalangiku menonton Tv. Aku menatapnya kesal, tapi masih tak mau berbicara dengannya.

Aku semakin kesal saat melihat pakaian yang dikenakan Radit, ia bilang hari ini ia ada janji untuk bermain golf dengan temannya. Meninggalkanku sendiri di rumah dan harus mengurus Arthur sendirian. Ingin aku berkata kasar ketika Radit menyampaikan berita itu dengan raut bahagia.

"Sekarang sudah ketemu kan? Cepat pergi dan menyingkir dari hadapanku," ucapku tak sabar karena Radit tak menyingkir dari tadi.

"Kau marah?" tanyanya. Ingin aku berteriak dan menjawa iya, tepat di depan mukanya, tapi sayang, aku tak bisa mencontohkan hal tidak baik pada anak kecil yang saat berada di pangkuanku.

"Pergilah, belikan aku berlian begitu kau pulang," ujarku asal.

"Mahal sekali, tapi kau benar, aku harus buru-buru pergi, Alan sudah menelponku tadi. Bye, Sayang, baik-baik jaga rumah." Radit mencium keningku dan pipi Arthur sebelum pergi tanpa rasa peka.

Seharusnya aku gemboskan saja bannya tadi pikirku kesal.

"Ma." Aku menatap Arthur yang baru saja memanggilku dengan sebutan keramat itu. tangan mungil Arthur, terangkat menyentuh bibirku. Aku mengajaknya bermain untuk sejenak melupakan kekesalanku pada suamiku.

Bosan di rumah, aku mengajak Arthur untuk berjalan-jalan. Aku menelpon taksi karena malas menyetir, setelah 15 menit perjalanan, akhirnya kita sampai di kebun binatang. Aku meletakkan Arthur di stroller supaya aku tak capek menggendongnya.

Aku dan Arthur menikmati waktu kami di sana, bahkan aku sudah lupa tentang Radit. Jika dia bisa bersenang-senang tanpa memikirkan penderitaanku mengurusi seorang anak maka aku pun juga bisa melakukannya. Untuk apa memikirkan seseorang yang tak pernah memkirkanmu.

*******

Aku disambut oleh wajah marah Radit saat baru membuka pintu, aku mengerutkan keningku ketika Radit langsung mengambil Arthur dariku, ia membawa Arthur yang telah tertidur ke kamar kami. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Radit saat ia melakukan semua itu.

Sementara Radit mengurusi Arthur, aku berjalan menuju dapur, mengambil air minum.

Aku hampir tersedak ketika merasakan tangan yang berada di pinggangku, rupanya Radit telah selesai menidurkan Arthur dan menyusulku kemari.

"Kemana saja kau?" Radit menggigit kecil leherku hingga membuatku sedikit terlonjak. "Kau tak mengangkat telponku, pergi tanpa izin, pulang tanpa rasa bersalah dan sekarang tak memberiku penjelasan apapun."

"Aku pergi ke kebun binatang melihat monyet, kera, orang utan, badak, kudanil dan teman-temannya, setelah itu aku pergi ke rumah temanku yang sudah menjadi janda karena suaminya tidak peka hingga membuatnya memutuskan untuk bercerai. Sekarang, Radit, bisakah kau lepaskan tanganmu?"

Radit melepaskanku, ia mengeluarkan sebuah kotak kecil dan memberikannya padaku. Aku melihatnya dengan kening berkerut, sedikit was-was saat membukanya, mungkin saja isinya kecoak atau cicak kan?

"Itu pesananmu tadi, aku ingin mengejutkanmu tapi kau tak ada di rumah, ditelpon tidak diangkat, kau tahu berapa kali aku menelponmu? Aku sampai menelpon Mami dan mendapat omelan karena meninggalkanmu dan Arthur sendirian di rumah. Aku tahu aku salah, tapi kau tak perlu membuatku secemas ini kan? Bagaimana terjadi sesuatu lalu aku tak tahu karena kau mengabaikan telponku?!" suara Radit semakin meninggi. Nafasnya memburu karena marah dan berteriak.

"Tak perlu berteriak, telingaku masih normal dan kau lihat sendiri aku tidak apa-apa. Baiklah, aku minta maaf sudah membuatmu cemas. Kau tahu? Aku hanya sarkas saat memintamu membelikan berlian, tapi karena kau sudah membelikanku cincin ini, tak ada yang bisa kulakukan selain menerimanya, bukan? Terimakasuh, Suamiku." aku menatap keindahan cincin yang dibelikan Radit.

Aku berpikir berapa harga cincin ini? Hmmm... jika aku menjualnya mungkin aku akan mendapatkan uang yang banyak.

"Aku tahu cincin itu bagus dan jangan pernah berpikiran untuk menjualnya, Mela, atau aku akan menghukummu." Aku hanya nyengir, tentu Radit tak akan tahu pikiranku barusan bukan?

Radit memelukku, selama beberapa detik aku hanya terdiam, tak mengerti dengan sikap Radit yang berubah-ubah macam cuaca.

"Jangan membuatku cemas lagi," bisiknya. Meskipun aku bahagia mendengar kekhawatiran Radit tapi aku tetap heran dengan perhatian yang diberikan olehnya, setahuku ia tak suka denganku, tapi kenapa ia melakukan semua ini? Membelikan barang berharga yang sebetulnya tak aku butuhkan, mencemaskanku padahal aku hanya keluar rumah dan kembali lagi.

"Radit, apa Alex benar?" Radit langsung melepaskan pelukannya begitu mendengar pertanyaanku. Wajahnya berubah datar, ia berbalik begitu saja, meninggalkanku di dapur dengan berbagai pertanyaan yang belum terjawab.

"Radit, tunggu, jangan menghindar, jawab pertanyaanku!" aku mengikutinya menuju ruang keluarga. Ia menyetel Tv dengan suara yang cukup keras. Aku merebut remotnya, mematikan Tv itu. dan seperti film kartun, Radit merebutnya kembali dan menyalakan Tv itu lagi.

"Baiklah, kalau kau tidak mau jawab, aku anggap jawabannya iya," ujarku.

"Mana mungkin aku menyukai gadis biasa sepertimu," balas Radit dengan tajam. Aku menyipitkan mataku, melihat Radit yang langsung memalingkan wajah setelah mengatakannya.

Aku menghembuskan nafasku kasar, duduk di samping Radit dan menatap cincin yang tadi belikannya. "Sampai kapan kita menikah? Suatu saat nanti kita pasti akan menemukan orang yang kita cintai, apakah kita akan menunggu saat itu terjadi baru bercerai?"

Radit tak menjawab, ia mematikan Tv dan mengangkat tubuhku dengan tiba-tiba. Aku melihat rahangnya yang mengeras karena menahan amarah

"Kau mau membawaku kemana?"

"Ke kamar, membuat anak yang banyak."

*******

bayangin sendiri mereka ngapain wkwkwk, main gundu apa dakon

bye, see y

Crazy MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang