Dua puluh Delapan

41.2K 2.6K 66
                                    

"Aku tidak percaya padamu, keluarlah, aku mau mandi," Radit menahan tubuhku sehingga aku tak bisa pergi ke kamar mandi.

"Kok tidak percaya? Kemarin kau memaksa, sekarang aku sudah mengatakannya kau justru tak percaya. Sebenarnya maumu bagaimana?" Jika dia mengatakannya sebelum aku membaca surat sialan itu, mungkin aku akan percaya padanya. Untuk sekarang, aku tidak akan percaya pada Radit dan segala kalimat yang keluar dari mulutnya. Bisa saja ia mengatakannya hanya untuk menumbuhkan harapan palsu di hatiku yang selembut sutra ini.

Aku rasa aku akan menikah dengan orang lain saja, wanita yang mudah untuk diatur dan tidak banyak tingkah. Aku hanya akan menikah dengannya sebentar lalu menceraikannya, kalau dia mencintaiku nanti, maka itu nasib sialnya.

Aku sudah hapal semua kalimat yang ada di surat lecek yang kini berada di tempat sampah itu. Akulah yang dimaksud orang lain oleh Radit, dia bahkan menyebutku wanita yang mudah diatur dan tidak banyak tingkah. Sialan sekali Radit dan ketamakannya akan harta hingga mengorbankan diriku, wanita berhati lemah lembut ini.

Di awal pernikahan sebenarnya aku juga sadar bahwa Radit hanya memanfaatkanku demi harta warisan, tapi seiring berjalannya waktu dan perlakuan lelaki itu yang kadang lembut dan romantis membuatku terlena dan lupa akan hal penting itu. Apalagi pernyataan dari Alex dan mami yang tanpa kusadari menumbuhkan harapan di hatiku— harapan jika Radit memang mencintaiku dan pernikahan ini tidak akan pernah usai. Harapan memang selalu menjadi senjata mematikan.

Pantas jika Radit selalu mengelak jika aku bertanya siapa yang dicintainya. Mana mungkin seorang suami akan mengakui jika selama ini dirinya mencintai wanita lain. Hari ini dia mengatakan cinta juga pasti karena kasihan padaku yang selalu memintanya untuk mengungkapkan cinta.

Seharusnya aku dulu minta bagian 100 persen, setidaknya aku bisa menyembuhkan rasa sakit hatiku dengan melihat Radit menggelandang di jalan.

Lagipula siapa wanita bernama Angel ini? Radit tak mau meberitahuku, tidak mungkin pula jika yang dimaksud Angel di sini adalah Alex. Radit benar, aku sudah melihat buktinya bahwa ia bereaksi terhadap wanita. Mungkin dia memang pemakan segala, pemuja dua 'club' berbeda.

"Mela, aku mencintaimu, kenapa tidak percaya? Kau bilang akan membalas cintaku jika aku memang mencintaimu."

"Jelas aku tidak percaya, cintamu yang sedikit itu sudah kau berikan pada Angel yang mirip setan itu. Sekarang menyingkir sebelum aku ngompol di kasurmu ini." Tanpa banyak kata lagi, Radit melepaskanku.

"Bagaimana caranya agar dia percaya?" gumam Radit pelan. Jika pendengaranku tidak tajam, aku pasti tak mendengarnya. Aku sebenarnya mau bertanya lagi, tapi aku sudah tak tahan untuk tidak ngacir ke kamar mandi.

Jika sudah seperti ini, apa yang harus aku lakukan? Apa lebih baik aku meminta cerai saja sebelum aku jatuh dalam jebakan Radit? Aku tidak mau digugat cerai, maunya aku yang menggugat Radit, setidaknya harga diriku sedikit terselamatkan jika seperti itu.

Saat aku keluar dari kamar mandi, Radit sudah tidak berada di kamar. Aku menyisir rambutku dengan pikiran yang semrawut dan belum memutuskan apa yang akan aku lakukan.

Bodohnya, aku yang terlena dengan semuanya hingga melupakan fakta bahwa pernikahan ini dimulai tanpa ada rasa cinta sama sekali. Aku semakin bodoh saat percaya begitu saja dengan apa yang mami dan Alex katakan. Radit selama ini pasti menertawakanku yang selalu mendesaknya mengatakan cinta seolah aku begitu berharap padanya.

"Mela, ayo sarapan dulu, Radit sudah berangkat ke kantor, katanya ada urusan mendadak." Aku tersenyum pada mami.

"Maaf, Mi. Mela bangun kesiangan." Aku menggaruk kepalaku sambil melihat dua piring nasi goreng yang ada di meja. Aku memang menantu kurang ajar, sudah numpang, bangun kesiangan, tidak membantu mami memasak. Fix, aku masuk dalam nominasi menantu terburuk.

Crazy MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang