Dua puluh tiga

46.7K 2.7K 88
                                    

"Aku mengawasinya dari CCTV karena dia pegawai baru dan begitu ceroboh. Siapa tahu kalau dia mungkin nyasar dan tak bisa kembali ke mejanya. Atau mungkin dia penyusup yang akan membocorkan rahasia perusahaan kita. Kan kita harus waspada."

Aku memutar mataku, alasan macam apa itu? Lagipula Radit ketahuan sekali berbohong, ia tak mau melihatku atau mami. Tatapan matanya justru terarah ke tembok yang datar, putih dan tak ada cantik-cantiknya sama sekali.

"Jadi, Pak Radit, apakah benar Anda menyukai saya selama ini? Tidak apa berkata jujur, saya tidak akan mengejek Anda."

"Diam, Mela, aku tidak menyukaimu. Aku hanya memastikan bahwa kau tidak ceroboh atau membocorkan rahasia perusahaan," kilah Radit sekali lagi.

Mami terlihat menahan tawanya, sementara aku memutar mataku, bosan dengan kebohongan Radit. Terus saja berkelit, apa susahnya mengakui kalau ia menyukaiku. Toh pesonaku memang susah ditolak.

"Ya sudah kalau tidak suka, aku juga tidak memaksa kok, tapi jangan dekat-dekat denganku lagi. Kalau tidak suka lebih baik menjauh daripada kau semakin muak kan?"

Radit menatapku tajam, sementara aku berpura-pura untuk tak melihat tatapan maut itu.

"Mami pulang dulu ya, kalian jangan berantem terus. Lebih baik kalian melanjutkan kegiatan lempar pakaian tadi."

Tanpa rasa bersalah mami pergi meninggalkan kami yang hanya terdiam setelah mendengar ucapan frontalnya.

"Mela, kau tidak percaya dengan ucapan mami kan? Atau kau sudah besar kepala karena mami bilang aku menyukaimu?"

Aku hanya diam dan kembali melanjutkan tidurku. Alam mimpi lebih menarik daripada dunia nyata yang penuh kebohongan. Bilang tidak suka padahal di hati cinta mati.

Namun kalau Radit benar-benar menyukaiku sejak dulu rasanya aneh. Ia sering memerintahku seenaknya, kadang ia memberikan tugas yang begitu banyak hingga aku harus lembur bersamanya di kantor. Apakah itu bukti cinta Radit? Menyiksaku hingga aku membencinya dan menyumpahinya setiap hari? Benar-benar cinta yang aneh.

"Mela, apa yang tidak kau suka dariku?" Tanya Radit tiba-tiba. Aku membuka mataku kembali. Radit rupanya tengah menatap tembok yang sedari tadi menyita perhatiannya.

"Kau suka teriak-teriak, cerewet, tidak sabaran, seenaknya sendiri, pelit, tidak peka, pemarah, mesum, pembohong, kikir—"

"Stop. Kenapa banyak sekali? Lalu yang kau suka dariku apa?"

Aku berpikir sejenak dan tak menemukan jawabannya, lalu aku berpikir semakin keras, memaksa otakku untuk memberi jawaban atas pertanyaan sulit itu.

"Uangmu."

Radit membenturkan kepalanya di kasur, ia meremas rambutnya sendiri. Aku melihat pemandangan itu dengan senyum di wajahku, aku bahagia melihat Radit tersiksa dan frustasi seperti ini. Hahahaha... ingin aku tertawa lebar penuh kemenangan.

"Jadi, kau tidak mencintaiku?"

"Untuk apa aku mencintai orang yang tidak mencintaiku. Cinta bertepuk sebelah tangan itu sakit, apalagi memendam perasaan tanpa berani mengungkapkan, sakitnya itu mengendap hingga dasar hati, jadi aku tidak mau jatuh cinta padamu atau siapapun. Aku alergi dengan sakit hati." jawabku.

Radit terdiam entah apa yang dipikirkannya. Tumben sekali ia seperti ini, biasanya ia akan meledekku atau berdebat denganku hingga berjam-jam.

Radit semakin aneh saat ia pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun. Aku mengerutkan keningku, heran. Ada apa dengannya?

******

Makanan yang terhidang di hadapanku membuatku beberapa kali menelan ludah. Saus yang disiramkan di atas spaghetti itu semakin mengundang nafsuku untuk melahapnya.

Crazy MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang