Tiga Puluh Empat

39.6K 3K 208
                                    

"Jadi ini alasanmu tak mau pulang? Kau menuduhku selingkuh padahal yang selingkuh adalah dirimu sendiri?" Tanya Radit dengan wajah memerah karena emosi.

Tadi, Radit sempat memukul wajah Rio sebelum aku dan Caca memisahkan Radit dari Rio yang tak melawan sikap kasar Radit. Aku tak menyangka Radit bisa berubah menyeramkan seperti tadi. Aku kira ancamannya selama ini hanyalah gertak sambal.

"Aku capek Mela, aku baru pulang kerja dan hanya ingin istirahat bersama istriku. Tapi keinginan sederhana itupun tidak bisa terwujud karena kau lebih memilih menemui lelaki lain daripada menemani suamimu."

Aku menunduk, aku tidak tahu kenapa aku merasa bersalah dan ingin menangis. Padahal tadi bukan kesalahanku sepenuhnya, aku tidak tahu kalau Rio akan mengelus kepalaku seperti itu. Juga bukan salahku jika wajah Rio terlalu tampan dan begitu sayang untuk dilewatkan.

"Radit, aku tidak berselingkuh, tadi aku bangun karena lapar. Lalu aku keluar rumah untuk mencari udara segar, kebetulan aku melihat Rio dan menyapanya."

"Aku melihat ekspresimu saat menatapnya Mela. Sudahlah, aku pulang dulu, terserah jika kau mau di sini."

Aku hanya melihat ketika Radit menutup pintu rumah Caca. Aku bingung, haruskah aku mencegahnya atau membiarkannya untuk menenangkan diri dulu.

"Ca, ini bukan salahku kan? Aku tidak selingkuh."

"Kau sudah selingkuh sejak kau menyukai pria lain," jawab Caca yang sedari tadi bersembunyi mengintip pertengkaranku dan Radit.

"Aku hanya mengaguminya, bukan mencintainya." Aku masih berusaha untuk membela diri.

"Jika suamimu mengagumi mantan kekasihnya apa kau rela?"

Aku diam, mengerucutkan bibirku karena Caca mungkin benar. Aku yang salah di sini. Jika Radit mengagumi tetanggaku pasti aku sudah memarahinya 7 hari 8 malam. Apalagi tadi ia pasti lelah sehabis bekerja keras berminggu-minggu.

Aku menutup wajahku dengan kedua tangan, menyesali kebodohan yang aku lakukan. Seharusnya aku tak perlu menyapa Rio tadi, seharusnya aku tetap di kamar bersama suamiku yang kelelahan. Seharusnya aku meredakan rasa lelahnya bukan menambah bebannya.

"Setidaknya dengan begini kau tahu bagaimana rasanya dituduh selingkuh. Meskipun sifat dan kelakuannya aneh, aku yakin suamimu setia, dia sudah 2 tahun lebih memendam perasaannya dan menunggu sifat bodoh dan tidak pekamu hilang. Dia juga termasuk sabar menghadapi tingkah ajaibmu. Sekali-kali kau perlu membuang ego dan gengsimu itu serta melihat pengorbanan orang lain untukmu."

Caca semakin menyudutkanku, tapi kali ini aku tak bisa membela diri. Aku sebenarnya juga sadar di balik sikap Radit yang suka mencela dan pemarah terdapat perhatian yang sangat amat tersembunyi.

Aku teringat saat Radit bangun tengah malam untuk menemaniku makan. Meski aku memintanya untuk tidur dia tetap menemaniku sambil mengolokku bahwa kebiasaanku makan di tengah malam itu aneh. Dia bisa sangat cerewet seperti radio rusak meskipun di tengah malam sekalipun. Tapi justru itulah yang membuatku tidak merasa kesepian saat makan.

Saat pagi menjelang, Radit akan membangunkanku dengan paksa dan itu adalah salah satu hal yang kubenci dari Radit. Tapi sebenarnya jika dipikir, ia membangunkanku karena ingin dilayani, ia meminta haknya sebagai suami. Memang sudah tugasku untuk menyiapkan segala keperluannya.

"Ca, aku salah ya?"

"Iya," jawab Caca dengan sangat jujur.

"Sana pulang, susul suamimu sebelum diambil kucing betina. Lagipula kau di sini hanya menghabiskan stok makananku, belum kalau kau menangis tak jelas dan meminta ini itu, intinya kau merepotkan. Cepat pulang ke rumahmu aku akan mengirim barang-barangmu nanti."

Crazy MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang