"Ca, jangan menggangguku," gumamku. Aku masih mengantuk dan tangan Caca terus saja menggangguku sejak tadi. Sekarang ia bahkan menjepit hidungku hingga aku tak bisa bernapas.
"Caca!" Teriakku sambil membuka mata lebar, kuku tajamku siap menerkam wajahnya. Tapi, sayangnya yang aku lihat bukan Caca, makhluk yang berada di hadapanku jauh lebih menyebalkan daripada sahabatku itu.
Saat dia tersenyum, aku tidak terpesona dan justru ingin menamparnya. Apalagi saat dengan tanpa dosanya ia mencium bibirku, ingin aku memukul dirinya hingga babak belur sehingga wajahnya bisa dioperasi dan mungkin akan berubah tampan.
"Menjauh dariku!"
"Sayang, kau tak merindukanku? Kemarin aku jauh ditelpon terus, sekarang aku di sini malah diusir, maunya bagaimana?"
"Maunya kau tidak selingkuh dan berubah jadi Adam Levine sekarang juga. Tapi itu semua tidak terjadi, wajahmu sama jeleknya seperti saat kau pergi ditambah kau tukang selingkuh. Mulai sekarang kau harus menjaga jarak minimal 3 meter dariku."
"Aku tidak selingkuh! Harus berapa kali kubilang padamu? Saat itu Angel tiba-tiba memelukku di tempat umum."
Aku menggelengkan kepalaku, menolak penjelasan Radit, aku tidak akan percaya begitu saja dengan kata-katanya, aku bukan wanita bodoh yang bisa dipermainkan begitu saja.
"Aku baru saja pulang dan ingin memberikan kejutan padamu, tapi ternyata kau tidak ada di rumah, kamar sudah sangat berantakan dan barang-barangmu hilang semua. Kau membuatku panik, untung saja mami mau memberitahu keberadaanmu begitu aku menelponnya. Sekarang kita pulang ya? Aku sudah ada di sini dan tidak selingkuh. Percayalah, Radit adalah pria ter-romantis, ter-setia dan ter-idaman. Suamimu sudah sempurna, Sayang."
Aku terharu mendengar betapa percaya dirinya suamiku, sayang sekali rasa percaya dirinya itu tak sesuai dengan kenyataan yang ada. Radit tidak romantis, sudah banyak buktinya termasuk mie instan 5 bungkus. Radit juga tidak setia, buktinya setiap kami jalan-jalan, Radit masih saja melihat bokong wanita lain. Alasannya tiap aku tegur adalah ia hanya melihat debu yang menempel di celana wanita itu, tak ada maksud lain. Aku sudah memukulnya berkali-kali setiap hal itu terjadi, tapi entah kenapa otaknya masih saja belum kembali ke jalan yang lurus.
Tuhan, jangan buat anakku memiliki sifat papanya yang aneh, miripkan saja dia dengan diriku atau kalau boleh aku meminta, semoga anakku mirip dengan tetangga Caca yang tampan dan baik hati itu. Amin.
Aku baru tahu bahwa Caca memiliki tetangga yang super tampan dan seksi. Karena aku sering bangun siang, jadi aku terlambat menyadari ada lelaki tampan yang tiap pagi selalu jogging melewati rumah ini. Aku baru mengetahuinya 3 hari ini, dan mulai saat itu aku selalu setia menunggu kehadirannya di pagi hari.
Kami bahkan sudah berkenalan dan sering menyempatkan waktu untuk ngobrol sebentar saat menunggu tukang bubur lewat.
"Sayang kenapa kau melamun? Ayo pulang. Aku tidak selingkuh, kemarin Alex juga sudah menjelaskannya padamu bukan?" Radit masih berusaha membujukku.
"Tiga meter, Radit. Ini terlalu deket, jauh-jauh sana."
"Mela, ayo pulang. Aku belum beristirahat sejak mendarat. Aku sampai lembur berhari-hari supaya cepat pulang. Masa kau tidak kasihan sama sekali denganku."
Aku memperhatikan wajah Radit yang memang nampak lelah, tapi hal itu tidak membuatku luluh dan mau untuk pulang. Aku masih marah dengan Radit yang sempat membentakku. Belum lagi mengenai wanita tak jelas itu, kenapa Radit mau saja dipeluk oleh wanita itu.
"Aku tidak mau Radit, eh jangan peluk aku, kau kotor dan sudah ternodai oleh wanita kurang belaian itu. Lepaskan aku!"
Radit tak mempedulikan teriakanku, ia justru berbaring sambil memelukku erat.